BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati
yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop
cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising),
meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim
dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju
dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan
atau eksploitasi hutan.
Bagian
terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup
pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat
dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini
memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai
realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia.
Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi
sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total
pendapatan domestik bruto.
Pangan
merupakan permasalahan bangsa yang mendesak untuk ditindaklanjuti dan
memerlukan langkah-langkah penanganan dengan pendekatan sistematik, terpadu dan
menyeluruh. Upaya-upaya tersebut, harus ditunjukan untuk mengurangi beban
masyarakat dan memenuhi hak-hak dasar setiap warga Negara secara layak,
sehingga dapat menjalani dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Mengingat pentingkanya pangan untuk keberlanjutan berbangsa dan bernegara, maka
seluruh pemangku kepentingan harus mampu menyatukan langkah dan pemikiran serta
menempatkan upaya produktivitas pertanian sebagai prioritas utama, mengusahakan
ketahanan pangan minimal pada skala keluarga dengan memanfaatkan hasil agrikultur
keluarga untuk ketahanan pangan.
Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya.
Sebuah rumah tangga dikatakan memiliki ketahanan pangan jika penghuninya tidak
berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan. Ketahanan pangan merupakan ukuran kelentingan terhadap
gangguan di masa depan atau ketiadaan suplai pangan penting akibat berbagai
faktor seperti kekeringan, gangguan perkapalan, kelangkaan bahan bakar, ketidak stabilan ekonomi, peperangan, dan sebagainya. Penilaian ketahanan pangan dibagi
menjadi keswadayaan atau keswasembadaan
perorangan (self-sufficiency)
dan ketergantungan eksternal yang membagi serangkaian faktor risiko. Meski
berbagai negara sangat menginginkan keswadayaan secara perorangan untuk
menghindari risiko kegagalan transportasi, namun hal ini sulit dicapai di
negara maju karena profesi masyarakat yang sudah sangat beragam dan tingginya
biaya produksi bahan pangan jika tidak diindustrialisasikan. Kebalikannya,
keswadayaan perorangan yang tinggi tanpa perekonomian yang memadai akan membuat
suatu negara memiliki kerawanan produksi.
World
Health Organization
mendefinisikan tiga komponen utama ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan,
akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan adalah kemampuan
memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar. Akses pangan adalah
kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk mendapatkan
bahan pangan bernutrisi. Pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan
bahan pangan dengan benar dan tepat secara proporsional. FAO menambahkan
komponen keempat, yaitu kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam kurun
waktu yang panjang.
Fakta menunjukkan masih banyak keluarga yang belum dapat mencapai
ketahanan pangan sehingga berdampak pada tingginya masalah gizi balita.
Untuk itu perlu dilakukan kajian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
upaya keluarga dalam mewujudkan ketahanan pangan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep ketahanan pangan ?
2.
Apa pengertian ketahanan pangan ?
3.
Bagaimana pemantapan ketahanan pangan ?
4.
Bagaimana solusi untuk permasalahan ketahanan pangan
kelaurga ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui bagaimana konsep ketahanan pangan.
2.
Untuk mengetahui pengertian dari ketahanan pangan.
3.
Untuk mengetahui bagaimana pemantapan ketahanan pangan.
4.
Untuk mengetahui solusi permasalahan ketahanan pangan.
1.4 Manfaat Penulisan
1.
Untuk Pemerintah
Bisa
dijadikan sebagai sumbangsih dalam mengingkatkan kualitas ketahanan pangan di
Indonesia.
2.
Untuk Mahasiswa
Bisa
dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Ketahanan Pangan
Pengertian mengenai konsep
ketahanan pangan terus mengalami perkembangan. Tahun 1974 dalam World Food
Conference di Roma dirumuskan bahwa ketahanan pangan merupakan kemampuan suatu
negara dan wilayah-wilayahnya di dalamnya untuk memenuhi target konsumsi pangan
dari tahun ke tahun. Pengertian tersebut disadari hanya terbatas pada
peningkatan peningkatan produksi saja, Falcon et al. (1980) dalam Alfiasari
(2007) mengembangkan konsep ketahanan pangan tersebut. Ketahanan pangan bukan
hanya ditinjau dari aspek suplai (ketersediaan) saja tetapi juga dalam aspek
demand, dalam hal ini konsumsi pangan. Aspek suplai (ketersediaan) mencakup
kestabilan stok pangan, impor, dan bahkan pemanfaatan pangan di masa depan,
termasuk juga peningkatan produksi domestik. Aspek konsumsi pangan merujuk pada
pencapaian peningkatan pendapatan ekonomi bagi keluarga miskin. World Food
Conference berikutnya pada tahun 1996 menghasilkan rumusan tentang ketahanan
pangan yang baru, yakni kondisi dimana semua orang, setiap orang, mempunyai
akses fisik dan ekonomi, untuk memperoleh pangan yang cukup, aman, dan bergizi,
guna memenuhi kebutuhan pangan dan prevensinya untuk kehidupan yang aktif dan
sehat (FAO 1997).
Pengertian lain mengenai
ketahanan pangan lebih detail dijelaskan oleh Suryana 2011 dalam Gunawan
(2009), yakni:
1. Terpenuhinya pangan yang cukup, yang diartikan sebagai ketersediaan
pangan dalam arti luas bukan hanya beras tetapi mencakup pangan yang berasal
dari tanaman, ternak, ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi manusia.
2. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari
cemaran biologis kimia dan benda zat lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia serta aman dari kaidah agama.
3. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dapat diartikan pangan
harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
4. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah
diperoleh oleh setiap rumah tangga dengan harga terjangkau.
Pangan dalam setiap
pendefinisian dalam konsep ketahanan pangan adalah pengertian pangan dalam arti
luas. Pangan tidak terbatas pada beras yang menjadi makanan pokok sehari-hari.
Undang-undang Ketahanan Pangan juga telah mendefinisikan pangan sesuai dengan
apa yang di ungakpkan Suryana di atas, yakni pangan bukan berarti hanya beras
dan komoditas tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, dan lain-lain), namun juga
mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan dan hewan termasuk
ikan, baik produk primer maupun turunannya. Dengan demikian pengertian pangan
dapat dipahami dengan makna yang sangat luas.
Sebagai indikator ketahanan
pangan, Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian (BKP Deptan 2006)
merumuskan tiga hal pokok yang menjadi dasar analisis ketahanan pangan yakni:
1. Ketersediaan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh
penduduk, baik jumlah maupun mutunya, serta aman.
2. Distribusi, dimana pasokan pangan dapat menjangkau keseluruhan wilayah
sehingga harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga
3. Konsumsi, yaitu setiap rumah tangga dapat mengakses pangan yang cukup
dan mampu mengelola konsumsi kaidah kaidah gizi dan kesehatan, serta
prevensinya.
Cung et al. (1997) sebagaimana
di kutip oleh Sofiati (2009) juga mengemukakan indikator katahanan pangan
sesuai dengan aspek ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan. Faktor
ketersediaan dan kestabilan pangan tergantung pada sumberdaya (alam, manusia,
dan sosial) serta produksi pangan. Akses pangan manunjukkan jaminan bahwa
setiap rumah tangga dan individu mempunyai sumberdaya yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan pangan sesuai dengan norma gizi. Akses pangan tercermin dari
kemampuan rumah tangga meningkatkan pendapatan dan produksi pangan. Akses
pemanfaatan meliputi konsumsi pangan dan status gizi.
2.2 Ketahanan Pangan
Perhatian terhadap ketahanan pangan (food security) merupakan respon dari deklarasi PBB tentang Hak Asazi Manusia
(HAM) tahun 1948, bahwa hak atas pangan adalah salah satu elemen utama untuk
menjalani kehidupan secara ideal. Dalam
hal ini, kebutuhan pangan masyarakat dilihat dalam konteks pendekatan hak
(right-based), yang bermakna bahwa pemerintah wajib untuk menghormati,
melindungi dan memenuhi kecukupan pangan tersebut. Menghormati berarti bahwa pemerintah tidak boleh menghilangkan
akses masyarakat terhadap pangan yang cukup. Melindungi berarti bahwa pemerintah harus melindungi masyarakat
dari keadaan kehilangan akses tersebut. Pemerintah secara proaktif harus
menciptakan lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk dapat mandiri,
apabila masyarakat belum mampu melakukannya, maka pemerintah harus menjamin
ketersediaan pangannya.
Berdasarkan Konferensi Pangan Tingkat Tinggi tahun
1996 yang diselenggarakan oleh FAO, definisi ketahanan pangan adalah “food security exists when all people, at all
times, have physical and economic access to sufficient, safe and nutritious
food to meet their distary needs and food preferences for an active and healthy
life” (Dewan Ketahanan Pangan, 2011). Makna yang terkandung dalam
definisi tersebut adalah setiap orang pada setiap saat memiliki aksesibilitas
secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
pangan agar dapat hidup produktif dan sehat.
Indonesia kemudian mengadopsi rumusan ketahanan
pangan tersebut dan dituangkan ke dalam Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996
tentang Pangan. Berdasarkan UU tersebut, ketahanan pangan didefinisikan sebagai
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Pangan merupakan komoditas
penting, hal ini karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang
pemenuhannya menjadi hak asasi manusia (Husodo dan Muchtadi dalam Qoriah 2008).
Qoriah (2008) menyatakan kecukupan pangan menentukan kualitas sumber daya manusia
dan ketahanan suatu bangsa. Oleh karena itu usaha untuk mencapai kecukupan
pangan harus dilakukan secara bersungguh-sungguh. Untuk membentuk manusia yang
berkualitas pangan harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, merata,
aman, bermutu, bergizi, beragam dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli
masyarakat. Perwujudan ketahanan pangan tidak hanya merupakan tanggung jawab
pemerintah tetapi semua lapisan masyarakat.
Pada Kebijakan
Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2010-2014, secara
esensial dapat dikatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pemerintah propinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan pemerintah desa melaksanakan kebijakan ketahanan pangan dan
bertanggungjawab terhadap penyelengaraan ketahanan pangan di wilayahnya
masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma, standar dan kriteria yang
telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih sangat
penting dalam mencapai ketahanan pangan, walaupun akhir-akhir ini terdapat
kecenderungan semakin pentingnya fungsi sektor swasta dan kelembagaan pasar.
Pemerintah pusat menentukan arah kebijakan, strategi yang akan ditempuh, dan
sasaran yang akan dicapai menuju tingkat ketahanan pangan dan kesejahteraan
masyarakat secara umum. Ketidakjelasan dan keterputusan antara hierarki level
politis-strategis, organisasi, dan implementasi sangat mempengaruhi perjalanan
serta kualitas ketahanan pangan, yang meliputi dimensi ketersediaan,
aksesibilitas dan stabilitas harga, serta utilisasi produk pangan di Indonesia.
Secara umum ketahanan pangan mencakup empat aspek, yaitu
kecukupan (sufficiency), akses (acces), keterjaminan (security) dan waktu
(time). Ketahanan pangan
merupakan suatu sistem yang terdiri atas:
1.
Subsistem ketersediaan, dipengaruhi oleh sumber
daya dan produksi pangan
2.
Subsistem kemudahan memperoleh pangan, dipengaruhi
oleh kesempatan kerja, pendapatan rumah tangga dan sarana transportasi.
3.
Subsistem pemanfaatan pangan, dipengaruhi oleh
konsumsi pangan dan status gizi.
Ketahanan pangan yang baik memberikan ruang bagi rumah
tangga untuk memperoleh gizi yang cukup bagi seluruh anggota rumah tangganya
yang sangat penting untuk pemnagunan generasi yang berkualitas. Ketahanan
pangan merupakan prasyarat bagi bangsa Indonesia untuk dapat membangun sektor
lainnya, karena bila kebutuhan masyarakat yang paling asasi ini belum terpenuhi
akan sangat mudah terjadinya kerawanan pangan.
Kerawanan pangan terjadi manakala rumah tangga,
masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidakcukupan pangan untuk memenuhi
standar kebutuhan para individu anggotanya (Suryana dalam Qoriah 2008). Ada dua
tipe kerawanan pangan atau ketidaktahanan pangan, yaitu kronis dan transitori.
Ketidaktahanan pangan kronis adalah ketidakcukupan pangan secara menetap akibat
ketidakmampuan rumah tangga untuk
memperoleh pangan yang dibutuhkan melalui pembelian di pasar atau produksi
sendiri. Kondisi ini berakar dari kemiskinan. Sedangkan ketidaktahanan pangan
transitori adalah penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga
secara temporer. Hal ini disebabkan oleh adanya bencana alam.
Kebijakan di bidang ketahanan pangan dan gizi merupakan
bagian integral dari kebijakan pembangunan nasional. Dalam membangun sistem
ketahanan pangan yang handal dan berkelanjutan tidak terlepas dari upaya-upaya
yang meningkatkan pembangunan manusia dan mengatasi kemiskinan. Oleh karena itu
strategi dalam membangun sistem ketahanan pangan tidak hanya berorientasi pada
peningkatan produktivitas saja, tetapi juga pada peningkatan SDM melalui
pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan mereka sendiri secara mandiri dan berkelanjutan.
2.3
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ketahanan Pangan
Membahas ketahanan pangan tidak terlepas dari berbagai
faktor yang mempengaruhi. Dari berbagai sumber pustaka yang diperoleh dirangkum
beberapa faktor yang baik secara langsung ataupun tidak, berdampak pada
ketahanan pangan. Faktor-faktor tersebut adalah peluang dan tantangan yang
dihadapi dalam mencapai ketahanan pangan. Faktor yang menjadi tantangan dalam
mencapai ketahanan pangan adalah tekanan penduduk dan degradasi lingkungan.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 telah mencapai
angka 237.556.363 jiwa (BPS 2011). Dari angka tersebut, rata-rata laju
pertumbuhan penduduk Indonesiabpertahun adalah 1,49 persen. Artinya setiap
tahun terdapat peningkatan penduduk Indonesia kurang lebih sebanyak 3. 539. 000
jiwa. Dengan demikian setiap tahunnya diperlukan tambahan pangan untuk
mencukupi pertumbuhan penduduk tersebut. Secara matematis perhitungan untuk
memenuhi kebutuhan tambahan pangan tersebut adalah dengan melakukan penambahan
lahan pertanian penghasil padi dan sereal sebanyak 100.000 hektar, belum termasuk
ribuan hektar untuk memproduksi pertanian lain (Krisnamurti et al. 2003).
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol akan
menimbulkan berbagai permasalahan. Sanusi (2003) mengemukakan permasalahan yang
akan timbul akibat tekanan jumlah penduduk adalah berupa peningkatan biaya
hidup masyarakat yang menambah beban secara ekonomi, pemenuhan gizi dengan
kualitas dan kuantitas memadai yang makin sulit, masalah dalam pendidikan
karena biaya tinggi, dan pemenuhan lapangan kerja yang semakin sulit.
Tekanan penduduk secara nyata juga berdampak pada
penurunan kuantitas dan kualitas pertanian sebagai satu-satunya sumber pangan
bagi manusia. Degradasi lingkungan mengalami peningkatan akibat kondisi lahan
yang mendapatkan pemaksaan produksi melalui penggunaan bahan-bahan yang dapat
merusak lahan. Sejalan dengan kerusakan secara kualitas, terjadi pula konversi
lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Laju konversi lahan di Indonesia
rata-rata mencapai 110.000 hektar pertahun (Kompas nline 14 Januari 2012).
Konersi lahan dan degradasi lingkungan tentu akan menjadi tantangan yang harus
dihadapi guna mewujudkan ketahanan pangan.
Disamping faktor yang menjadi tantangan, ada pula faktor
pendukung yang menjadi peluang tercapainya ketahanan pangan. Faktor peluang
tersebut adalah modal sosial dan diversifikasi pangan. Memenuhi kebutuhan hidup
mutlak harus memiliki modal ekonomi atau modal alam. Keterbatasan kedua modal
tersebut membuat kasus rawan pangan banyak terjadi khususnya daerah urbanisasi
pinggiran kota. Di beberapa desa di tanah air, hal tersebut justru tidak
terjadi. Masyarakat yang memiliki keterbatasan modal ekonomi dan alam tetap
masih bisa memenuhi kebutuhan pangannya. Tanpa disadari lingkungan dimana
mereka tinggal dapat memberikan bantuan yang menyebabkan mereka terbebas dari
rawan pangan.
Alfiasari et al. (2009) menganalisis kasus di atas dengan
modal sosial. Konsep modal sosial dalam penelitian tersebut dijelaskan dalam
tiga komponen utama yang dikonseptualisasikan oleh Putman, yaitu kepercayaan,
jejaring sosial, dan norma sosial. Modal sosial dapat terbentuk karena adanya
hungan sosial. Hubungan sosial masyarakat di pedesaan umumnya adalah hubungan
ketetanggaan. Basis lain kedekatan masyarakat adalah kekerabatan, yakni di mana
masyarakat memiliki hubungan keluarga luas satu dengan yang lain.
Masih menurut Alfiasari et al. (2009) mekanisme modal
sosial dalam penguatan ketahanan pangan rumah tangga dapat dilihat dari: (1)
kepercayaan, di mana komponen kepercayaan yang mempunyai hubungan signifikan
dengan ketahanan pangan rumah tangga miskin adalah kepercayaan diri rumah
tangga untuk menjalin kerja sama tanpa rasa saling curiga. (2) Sifat jaringan
sosial, hasil penelitian menunjukkan bahwa semua rumah tangga miskin responden
memiliki jaringan sosial yang bersifat informal, baik dalam hubungan sosial
keseharian maupun dalam hubungan sosial dalam pemenuhan kebutuhan pangan. (3)
Basis jaringan sosial, kekerabatan dan pertetanggaan merupakan basis jaringan
sosial yang penting bagi rumah angga miskin untuk pemenuhan pangan.
Penelitian sebelumnya di Amerika Serikat berhasil
menjelaskan bahwa hubungan sosial yang diukur dari kepercayaan, hubungan
sosial, dan timbal balik pada tingkat rumah tangga berhubungan signifikan
terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Penelitian tersebut juga menemukan
bahwa modal sosial pada tingkat komunitas berhubungan signifikan dengan
penurunan resiko kelaparan pada rumah tangga miskin berpendapatan rendah
(Alfiasari et al. 2009).
Penganekaragaman pangan dikenal dengan istilah
diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan oleh Tampubolon (1998) diartikan
sebagai suatu proses pemilihan pangan yang tidak tergantung pada satu jenis
pangan saja, tapi lebih pada berbagai bahan pangan mulai dari aspek produksi,
pengolahan, aspek distribusi, hingga aspek konsumsi pada tingkat rumah tangga.
Suyastiri (2008) mengungkapkan ada tiga hal manfaat utama dari diversifikasi
pangan, yaitu: (1) Dalam lingkup nasional pengurangan konsumsi beras akan
memberikan dampak positif terhadap ketergantungan impor beras dari negara lain,
(2) diversifikasi konsumsi pangan akan mengubah alokasi sumberdaya ke arah yang
efisien, fleksibel, dan stabil kalau didukung oleh pemanfaatan potensi lokal,
(3) diversifikasi konsumsi pangan penting dilihat dari segi nutrisi untuk dapat
mewujudkan pola pangan harapan.
Keberagaman sumber daya alam yang dimiliki Indonesia
menghasilkan banyak pilihan untuk membantu mendorong dalam usaha diversifikasi
beras. Beberapa makanan pokok pengganti yang jumlahnya melimpah adalah
singkokng, ubi jalar, sagu, kentang, jagung, sukun, dan kacang-kacangan.
Variasi makanan pokok tidak hanya akan mengurangi beban produksi beras, namun
juga dapat meningkatkan citra makanan-makanan pokok alternatif yang ada di
Indonesia.
Beberapa faktor lain yang dapat mendukung pencapaian
ketahanan pangan adalah keterlibatan instansi luar seperti LSM dan institusi
pendidikan. Kegiatan-kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh
institusi tersebut menjadi salah satu pendorong yang memberikan motivasi dan
bantuan kepada masyarakat guna mencapai ketahanan pangan di daerahnya.
Karena
banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan seharusnya
masyarakat bisa memanfaatkan hasil agrikultur keluarga untuk ketahanan pangan
di bantu dengan adanya penyuluhan dari pemerintah kepada masyarakat.
2.4
Pemantapan Ketahanan Pangan
Katahanan
pangan yang kokoh dibangun pada tingkat rumah tangga yang betumpu pada
keragaman sumberdaya lokal. Sejalan dengan dinamika pemantapan ketahanan pangan
dilaksanakan dengan mengembangkan sumber-sumber bahan pangan. Kelembagaan
pangan dan budaya pangan yang dimilika pada masyarakat masing-masing wilayah.
Keunggulan dari pendekatan ini antara lain adalah bahwa bahan pangan yang
diproduksi secara lokal telah sesuai dengan sumberdaya pertanian dan iklim setempat,
sehingga ketersediaanya dapat diupayakan secara berkesinambungan. Dengan
kemampuan lokal tersebut maka ketahanan pangan masyaralat tidak mudah
terpengaruh oleh masalah atau gejolak pasokan pangan yang terjadi diluar
wilayah atau luar negeri.
Pada dasarnya
pemantapan ketahanan pangan dapat diwujudkan melalui pengembangan system dan
usaha agribisnis di bidang pangan, utamanya bagi golongan rawan pangan
sementara maupun rawan pangan kronis yang masih mempunyai potensi pengembangan
aktivitas ekonominya. Agribisnis pangan melibatkan banyak pelaku, usaha kecil
seperti petani, pengolahan dan pedagangan yang berbasis pada keunggulan
komparatif dan kompetitif sumbersaya lokal
Agar
termujud ketahanan yang kokoh, system dan usaha agribisnis yang dibangun adalah
yang berdaya saing, padat karya, berkesinambungan dan desenralisasi
Berdaya
saing, ditandai dengan tingkat efisiensi tinggi, mutu baik, harga tinggi dan
biaya produksi yang rendah serta kemampuan untuk mengakses pasar, mengingkatkan
pangsa pasar dan memberikan pelayanan professional.
Berkerakyatan,
ditandai dengan berkembangnya usaha produktif yabg melibatkan masyarakat secara
luas dengan peluang berusaha, kesempatan kerja dan menikmati nilai tambah,
bukannya padat modal yang hanya melibatkan beberapa pelaku usaha saja.
Berkelanjutan,
ditandai dengan kemampuan utnuk meningkatkan kapasitas sumbre daya pangan yang
semakin besar dari waktu ke waktu yang maskin mensejakterakan masyarakat baik
secara ekonomis, sosial dan lingkungan hidup.
Desentralisasi,
ditandai bahwa kegiatan ekonomi ditentukan oleh masyarakat dengan kondisi
wilayahnya dan atas dasae keunggulan komparatif.
2.5
Pemanfaatan Lahan Pekarangan untuk Kebutuhan Pangan Keluarga
Pengembangan
pertanian memiliki tantangan dalam ketersediaan sumberdaya lahan. Meningkatnya
penggunaakan alih fungsi lahan dari sektor pertanian ke non pertanian
menyebabkan lahan pertanian di Indonesia semakin sempit. Untuk mencukupi
kebutuhan pangan manusia dengan kondisi lahan yang sempit sangat susah
diciptakan. Selain masalah lahan yang sempit ketersediaan air juga menjadi
kendala, air merupakan sumberdaya utama dalam produksi tanaman pertanian. Salah
satu cara untuk mengatasi kelangkaan lahan pertanian di Indonesia adalah
memanfaatkan lahan pekarangan rumah, pemanfaatan lahan pekarangan dapat menjadi
bagian penting dalam mendukung ketahanan pangan. Hal ini karena terjadi
pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga secara cukup, berkualitas, bergizi, dan
aman secara teratur. Dengan biaya murah dan pengawasan mudah dapat menjadi sarana
mengatasi kelangkan pangan keluarga. Pengembangan sistem produksi tanaman
pertanian di pekarangan dapat mendukung usaha ketahanan pangan.
Terkait
pembangunan pertanian yang berkelanjutan dengan keterbatasan sumberdaya lahan
dan air, peran perempuan dalam pertanian, dan kehilangan hasil panen sangat
mendukung untuk tercapainya pemanfaatan lahan pekarangan untuk sumber pangan
keluarga. Dengan perawatan dan pengawasan yang rutin akan meningkatkan hasil
produksi tanaman pekarangan. Tanaman yang sangat cocok untuk ditanam pada lahan
pekarangan adalah jenis tanaman hortikultura mulai dari sayuran, buah-buahan,
dan obat-obatan. Dengan umur tanam yang pendek dan berkala dapat dimanfaatkan
dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Seperti pada tahun 2011 kemaren terjadi
kelangkaan cabai, harga cabai hingga tinggi mencapai Rp.100.000,-/kg. Hal ini
sangat meresahkan masyarakat khususnya masyarakat kecil. Pasalnya makan sambal
adalah budaya masyarakat Indonesia, ada yang kurang jika hidangan diatas meja
tidak ada sambal. Dengan adanya pemanfaatan lahan pekarangan ini sedikit dapat
mengurangi pengeluaran belanja bulanan dan memberdayakan para wanita tani.
Sehingga dalam mencukupi kebutuhan pangan, gizi dan nutrisi keluarga tidak
terlalu menjadi beban masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemenuhan kebutuhan Pangan bagi setiap warga
negara merupakan hak sekaligus kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh Negara.
Jika tidak terpenuhi, akan berpengaruh terhadap ketahanan nasional dan
berdampak terhadap keutuhan NKRI. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu
dilanjutkan langkah-langkah penanganan peningkatan produktivitas pertanian guna
mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka ketahanan nasional dengan pendekatan
yang sistematik, terpadu dan menyeluruh.dan diupayakan memanfaatan hasil
agrikultur keluarga untuk ketahanan pangan.
3.2 Saran
1.
Bagi Pemerintah
Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan
Indonesia hendaklah pemerintah memperhatikan ketahanan pangan masyarakat dengan
cara penyuluhan agar bisa memeanfaatkan hasil agrikultur keluarga.
2.
Untuk Mahasiswa
Memerikan nuansa baru dalam menambah wawasan
pengetahuan yang memungkinkan mahasiswa berkesempatan untuk memeperbaiki cara
bersikap dalam memahami permasalahan ketahanan pangan.
Daftar Pustaka
Mahdi, Rizal. 2012. Pemanfaatan Lahan Pekarangan Untuk Kebutuhan Keluarga. http://green.kompasiana.com.
Diakses : 22 Oktober 2014
Putra,
Cakra. 2013. Ketahanan Pangan Melalui
Pengembangan lahan Pekarangan Rumah Tangga. http://pertanian.trunojoyo.ac.id. Diakses : 22 Oktober 2014
nice info agriculture makasih yah kak
BalasHapusud truck quester