Minggu, 01 Februari 2015

MEMANFAATKAN HASIL AGRIKULTUR KELUARGA UNTUK KETAHANAN PANGAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Pangan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak untuk ditindaklanjuti dan memerlukan langkah-langkah penanganan dengan pendekatan sistematik, terpadu dan menyeluruh. Upaya-upaya tersebut, harus ditunjukan untuk mengurangi beban masyarakat dan memenuhi hak-hak dasar setiap warga Negara secara layak, sehingga dapat menjalani dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Mengingat pentingkanya pangan untuk keberlanjutan berbangsa dan bernegara, maka seluruh pemangku kepentingan harus mampu menyatukan langkah dan pemikiran serta menempatkan upaya produktivitas pertanian sebagai prioritas utama, mengusahakan ketahanan pangan minimal pada skala keluarga dengan memanfaatkan hasil agrikultur keluarga untuk ketahanan pangan.
Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya. Sebuah rumah tangga dikatakan memiliki ketahanan pangan jika penghuninya tidak berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan. Ketahanan pangan merupakan ukuran kelentingan terhadap gangguan di masa depan atau ketiadaan suplai pangan penting akibat berbagai faktor seperti kekeringan, gangguan perkapalan, kelangkaan bahan bakar, ketidak stabilan ekonomi, peperangan, dan sebagainya. Penilaian ketahanan pangan dibagi menjadi keswadayaan atau keswasembadaan perorangan (self-sufficiency) dan ketergantungan eksternal yang membagi serangkaian faktor risiko. Meski berbagai negara sangat menginginkan keswadayaan secara perorangan untuk menghindari risiko kegagalan transportasi, namun hal ini sulit dicapai di negara maju karena profesi masyarakat yang sudah sangat beragam dan tingginya biaya produksi bahan pangan jika tidak diindustrialisasikan. Kebalikannya, keswadayaan perorangan yang tinggi tanpa perekonomian yang memadai akan membuat suatu negara memiliki kerawanan produksi.
World Health Organization mendefinisikan tiga komponen utama ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan adalah kemampuan memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar. Akses pangan adalah kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk mendapatkan bahan pangan bernutrisi. Pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan dengan benar dan tepat secara proporsional. FAO menambahkan komponen keempat, yaitu kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam kurun waktu yang panjang.
Fakta menunjukkan masih banyak keluarga yang belum dapat mencapai ketahanan  pangan sehingga berdampak pada tingginya masalah gizi balita. Untuk itu perlu dilakukan kajian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya keluarga dalam mewujudkan ketahanan pangan.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep ketahanan pangan ?
2.      Apa pengertian ketahanan pangan ?
3.      Bagaimana pemantapan ketahanan pangan ?
4.      Bagaimana solusi untuk permasalahan ketahanan pangan kelaurga ?

1.3 Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui bagaimana konsep ketahanan pangan.
2.      Untuk mengetahui pengertian dari ketahanan pangan.
3.      Untuk mengetahui bagaimana pemantapan ketahanan pangan.
4.      Untuk mengetahui solusi permasalahan ketahanan pangan.

1.4 Manfaat Penulisan
1.      Untuk Pemerintah
Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam mengingkatkan kualitas ketahanan pangan di Indonesia.
2.      Untuk Mahasiswa
Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri.

BAB II
PEMBAHASAN
 
2.1 Konsep Ketahanan Pangan
Pengertian mengenai konsep ketahanan pangan terus mengalami perkembangan. Tahun 1974 dalam World Food Conference di Roma dirumuskan bahwa ketahanan pangan merupakan kemampuan suatu negara dan wilayah-wilayahnya di dalamnya untuk memenuhi target konsumsi pangan dari tahun ke tahun. Pengertian tersebut disadari hanya terbatas pada peningkatan peningkatan produksi saja, Falcon et al. (1980) dalam Alfiasari (2007) mengembangkan konsep ketahanan pangan tersebut. Ketahanan pangan bukan hanya ditinjau dari aspek suplai (ketersediaan) saja tetapi juga dalam aspek demand, dalam hal ini konsumsi pangan. Aspek suplai (ketersediaan) mencakup kestabilan stok pangan, impor, dan bahkan pemanfaatan pangan di masa depan, termasuk juga peningkatan produksi domestik. Aspek konsumsi pangan merujuk pada pencapaian peningkatan pendapatan ekonomi bagi keluarga miskin. World Food Conference berikutnya pada tahun 1996 menghasilkan rumusan tentang ketahanan pangan yang baru, yakni kondisi dimana semua orang, setiap orang, mempunyai akses fisik dan ekonomi, untuk memperoleh pangan yang cukup, aman, dan bergizi, guna memenuhi kebutuhan pangan dan prevensinya untuk kehidupan yang aktif dan sehat (FAO 1997).
Pengertian lain mengenai ketahanan pangan lebih detail dijelaskan oleh Suryana 2011 dalam Gunawan (2009), yakni:
1.      Terpenuhinya pangan yang cukup, yang diartikan sebagai ketersediaan pangan dalam arti luas bukan hanya beras tetapi mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi manusia.
2.      Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis kimia dan benda zat lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta aman dari kaidah agama.
3.      Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dapat diartikan pangan harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
4.      Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh oleh setiap rumah tangga dengan harga terjangkau.
Pangan dalam setiap pendefinisian dalam konsep ketahanan pangan adalah pengertian pangan dalam arti luas. Pangan tidak terbatas pada beras yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Undang-undang Ketahanan Pangan juga telah mendefinisikan pangan sesuai dengan apa yang di ungakpkan Suryana di atas, yakni pangan bukan berarti hanya beras dan komoditas tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, dan lain-lain), namun juga mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan dan hewan termasuk ikan, baik produk primer maupun turunannya. Dengan demikian pengertian pangan dapat dipahami dengan makna yang sangat luas.
Sebagai indikator ketahanan pangan, Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian (BKP Deptan 2006) merumuskan tiga hal pokok yang menjadi dasar analisis ketahanan pangan yakni:
1.      Ketersediaan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik jumlah maupun mutunya, serta aman.
2.      Distribusi, dimana pasokan pangan dapat menjangkau keseluruhan wilayah sehingga harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga
3.      Konsumsi, yaitu setiap rumah tangga dapat mengakses pangan yang cukup dan mampu mengelola konsumsi kaidah kaidah gizi dan kesehatan, serta prevensinya.
Cung et al. (1997) sebagaimana di kutip oleh Sofiati (2009) juga mengemukakan indikator katahanan pangan sesuai dengan aspek ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan. Faktor ketersediaan dan kestabilan pangan tergantung pada sumberdaya (alam, manusia, dan sosial) serta produksi pangan. Akses pangan manunjukkan jaminan bahwa setiap rumah tangga dan individu mempunyai sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai dengan norma gizi. Akses pangan tercermin dari kemampuan rumah tangga meningkatkan pendapatan dan produksi pangan. Akses pemanfaatan meliputi konsumsi pangan dan status gizi.

2.2 Ketahanan Pangan
Perhatian terhadap ketahanan pangan (food security) merupakan respon dari deklarasi PBB tentang Hak Asazi Manusia (HAM) tahun 1948, bahwa hak atas pangan adalah salah satu elemen utama untuk menjalani kehidupan secara ideal.  Dalam hal ini, kebutuhan pangan masyarakat dilihat dalam konteks pendekatan hak (right-based), yang bermakna bahwa pemerintah wajib untuk menghormati, melindungi dan memenuhi kecukupan pangan tersebut. Menghormati berarti bahwa pemerintah tidak boleh menghilangkan akses masyarakat terhadap pangan yang cukup. Melindungi berarti bahwa pemerintah harus melindungi masyarakat dari keadaan kehilangan akses tersebut. Pemerintah secara proaktif harus menciptakan lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk dapat mandiri, apabila masyarakat belum mampu melakukannya, maka pemerintah harus menjamin ketersediaan pangannya.
Berdasarkan Konferensi Pangan Tingkat Tinggi tahun 1996 yang diselenggarakan oleh FAO, definisi ketahanan pangan adalah “food security exists when all people, at all times, have physical and economic access to sufficient, safe and nutritious food to meet their distary needs and food preferences for an active and healthy life” (Dewan Ketahanan Pangan, 2011). Makna yang terkandung dalam definisi tersebut adalah setiap orang pada setiap saat memiliki aksesibilitas secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan agar dapat hidup produktif dan sehat.
Indonesia kemudian mengadopsi rumusan ketahanan pangan tersebut dan dituangkan ke dalam Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. Berdasarkan UU tersebut, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Pangan merupakan komoditas penting, hal ini karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia (Husodo dan Muchtadi dalam Qoriah 2008). Qoriah (2008) menyatakan kecukupan pangan menentukan kualitas sumber daya manusia dan ketahanan suatu bangsa. Oleh karena itu usaha untuk mencapai kecukupan pangan harus dilakukan secara bersungguh-sungguh. Untuk membentuk manusia yang berkualitas pangan harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, merata, aman, bermutu, bergizi, beragam dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Perwujudan ketahanan pangan tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah tetapi semua lapisan masyarakat.
Pada Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2010-2014, secara esensial dapat dikatakan bahwa ketahanan  pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa melaksanakan kebijakan ketahanan pangan dan bertanggungjawab terhadap penyelengaraan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma, standar dan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih sangat penting dalam mencapai ketahanan pangan, walaupun akhir-akhir ini terdapat kecenderungan semakin pentingnya fungsi sektor swasta dan kelembagaan pasar. Pemerintah pusat menentukan arah kebijakan, strategi yang akan ditempuh, dan sasaran yang akan dicapai menuju tingkat ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Ketidakjelasan dan keterputusan antara hierarki level politis-strategis, organisasi, dan implementasi sangat mempengaruhi perjalanan serta kualitas ketahanan pangan, yang meliputi dimensi ketersediaan, aksesibilitas dan stabilitas harga, serta utilisasi produk pangan di Indonesia.
Secara umum ketahanan pangan mencakup empat aspek, yaitu kecukupan (sufficiency), akses (acces), keterjaminan (security) dan waktu (time). Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas:
1.      Subsistem ketersediaan, dipengaruhi oleh sumber daya dan produksi pangan
2.      Subsistem kemudahan memperoleh pangan, dipengaruhi oleh kesempatan kerja, pendapatan rumah tangga dan sarana transportasi.
3.      Subsistem pemanfaatan pangan, dipengaruhi oleh konsumsi pangan dan status gizi.
Ketahanan pangan yang baik memberikan ruang bagi rumah tangga untuk memperoleh gizi yang cukup bagi seluruh anggota rumah tangganya yang sangat penting untuk pemnagunan generasi yang berkualitas. Ketahanan pangan merupakan prasyarat bagi bangsa Indonesia untuk dapat membangun sektor lainnya, karena bila kebutuhan masyarakat yang paling asasi ini belum terpenuhi akan sangat mudah terjadinya kerawanan pangan.
Kerawanan pangan terjadi manakala rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidakcukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan para individu anggotanya (Suryana dalam Qoriah 2008). Ada dua tipe kerawanan pangan atau ketidaktahanan pangan, yaitu kronis dan transitori. Ketidaktahanan pangan kronis adalah ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga untuk memperoleh pangan yang dibutuhkan melalui pembelian di pasar atau produksi sendiri. Kondisi ini berakar dari kemiskinan. Sedangkan ketidaktahanan pangan transitori adalah penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga secara temporer. Hal ini disebabkan oleh adanya bencana alam.
Kebijakan di bidang ketahanan pangan dan gizi merupakan bagian integral dari kebijakan pembangunan nasional. Dalam membangun sistem ketahanan pangan yang handal dan berkelanjutan tidak terlepas dari upaya-upaya yang meningkatkan pembangunan manusia dan mengatasi kemiskinan. Oleh karena itu strategi dalam membangun sistem ketahanan pangan tidak hanya berorientasi pada peningkatan produktivitas saja, tetapi juga pada peningkatan SDM melalui pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri secara mandiri dan berkelanjutan.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan
Membahas ketahanan pangan tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi. Dari berbagai sumber pustaka yang diperoleh dirangkum beberapa faktor yang baik secara langsung ataupun tidak, berdampak pada ketahanan pangan. Faktor-faktor tersebut adalah peluang dan tantangan yang dihadapi dalam mencapai ketahanan pangan. Faktor yang menjadi tantangan dalam mencapai ketahanan pangan adalah tekanan penduduk dan degradasi lingkungan.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 telah mencapai angka 237.556.363 jiwa (BPS 2011). Dari angka tersebut, rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesiabpertahun adalah 1,49 persen. Artinya setiap tahun terdapat peningkatan penduduk Indonesia kurang lebih sebanyak 3. 539. 000 jiwa. Dengan demikian setiap tahunnya diperlukan tambahan pangan untuk mencukupi pertumbuhan penduduk tersebut. Secara matematis perhitungan untuk memenuhi kebutuhan tambahan pangan tersebut adalah dengan melakukan penambahan lahan pertanian penghasil padi dan sereal sebanyak 100.000 hektar, belum termasuk ribuan hektar untuk memproduksi pertanian lain (Krisnamurti et al. 2003).
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol akan menimbulkan berbagai permasalahan. Sanusi (2003) mengemukakan permasalahan yang akan timbul akibat tekanan jumlah penduduk adalah berupa peningkatan biaya hidup masyarakat yang menambah beban secara ekonomi, pemenuhan gizi dengan kualitas dan kuantitas memadai yang makin sulit, masalah dalam pendidikan karena biaya tinggi, dan pemenuhan lapangan kerja yang semakin sulit.
Tekanan penduduk secara nyata juga berdampak pada penurunan kuantitas dan kualitas pertanian sebagai satu-satunya sumber pangan bagi manusia. Degradasi lingkungan mengalami peningkatan akibat kondisi lahan yang mendapatkan pemaksaan produksi melalui penggunaan bahan-bahan yang dapat merusak lahan. Sejalan dengan kerusakan secara kualitas, terjadi pula konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Laju konversi lahan di Indonesia rata-rata mencapai 110.000 hektar pertahun (Kompas nline 14 Januari 2012). Konersi lahan dan degradasi lingkungan tentu akan menjadi tantangan yang harus dihadapi guna mewujudkan ketahanan pangan.
Disamping faktor yang menjadi tantangan, ada pula faktor pendukung yang menjadi peluang tercapainya ketahanan pangan. Faktor peluang tersebut adalah modal sosial dan diversifikasi pangan. Memenuhi kebutuhan hidup mutlak harus memiliki modal ekonomi atau modal alam. Keterbatasan kedua modal tersebut membuat kasus rawan pangan banyak terjadi khususnya daerah urbanisasi pinggiran kota. Di beberapa desa di tanah air, hal tersebut justru tidak terjadi. Masyarakat yang memiliki keterbatasan modal ekonomi dan alam tetap masih bisa memenuhi kebutuhan pangannya. Tanpa disadari lingkungan dimana mereka tinggal dapat memberikan bantuan yang menyebabkan mereka terbebas dari rawan pangan.
Alfiasari et al. (2009) menganalisis kasus di atas dengan modal sosial. Konsep modal sosial dalam penelitian tersebut dijelaskan dalam tiga komponen utama yang dikonseptualisasikan oleh Putman, yaitu kepercayaan, jejaring sosial, dan norma sosial. Modal sosial dapat terbentuk karena adanya hungan sosial. Hubungan sosial masyarakat di pedesaan umumnya adalah hubungan ketetanggaan. Basis lain kedekatan masyarakat adalah kekerabatan, yakni di mana masyarakat memiliki hubungan keluarga luas satu dengan yang lain.
Masih menurut Alfiasari et al. (2009) mekanisme modal sosial dalam penguatan ketahanan pangan rumah tangga dapat dilihat dari: (1) kepercayaan, di mana komponen kepercayaan yang mempunyai hubungan signifikan dengan ketahanan pangan rumah tangga miskin adalah kepercayaan diri rumah tangga untuk menjalin kerja sama tanpa rasa saling curiga. (2) Sifat jaringan sosial, hasil penelitian menunjukkan bahwa semua rumah tangga miskin responden memiliki jaringan sosial yang bersifat informal, baik dalam hubungan sosial keseharian maupun dalam hubungan sosial dalam pemenuhan kebutuhan pangan. (3) Basis jaringan sosial, kekerabatan dan pertetanggaan merupakan basis jaringan sosial yang penting bagi rumah angga miskin untuk pemenuhan pangan.
Penelitian sebelumnya di Amerika Serikat berhasil menjelaskan bahwa hubungan sosial yang diukur dari kepercayaan, hubungan sosial, dan timbal balik pada tingkat rumah tangga berhubungan signifikan terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa modal sosial pada tingkat komunitas berhubungan signifikan dengan penurunan resiko kelaparan pada rumah tangga miskin berpendapatan rendah (Alfiasari et al. 2009).
Penganekaragaman pangan dikenal dengan istilah diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan oleh Tampubolon (1998) diartikan sebagai suatu proses pemilihan pangan yang tidak tergantung pada satu jenis pangan saja, tapi lebih pada berbagai bahan pangan mulai dari aspek produksi, pengolahan, aspek distribusi, hingga aspek konsumsi pada tingkat rumah tangga. Suyastiri (2008) mengungkapkan ada tiga hal manfaat utama dari diversifikasi pangan, yaitu: (1) Dalam lingkup nasional pengurangan konsumsi beras akan memberikan dampak positif terhadap ketergantungan impor beras dari negara lain, (2) diversifikasi konsumsi pangan akan mengubah alokasi sumberdaya ke arah yang efisien, fleksibel, dan stabil kalau didukung oleh pemanfaatan potensi lokal, (3) diversifikasi konsumsi pangan penting dilihat dari segi nutrisi untuk dapat mewujudkan pola pangan harapan.
Keberagaman sumber daya alam yang dimiliki Indonesia menghasilkan banyak pilihan untuk membantu mendorong dalam usaha diversifikasi beras. Beberapa makanan pokok pengganti yang jumlahnya melimpah adalah singkokng, ubi jalar, sagu, kentang, jagung, sukun, dan kacang-kacangan. Variasi makanan pokok tidak hanya akan mengurangi beban produksi beras, namun juga dapat meningkatkan citra makanan-makanan pokok alternatif yang ada di Indonesia.
Beberapa faktor lain yang dapat mendukung pencapaian ketahanan pangan adalah keterlibatan instansi luar seperti LSM dan institusi pendidikan. Kegiatan-kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh institusi tersebut menjadi salah satu pendorong yang memberikan motivasi dan bantuan kepada masyarakat guna mencapai ketahanan pangan di daerahnya.
Karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan seharusnya masyarakat bisa memanfaatkan hasil agrikultur keluarga untuk ketahanan pangan di bantu dengan adanya penyuluhan dari pemerintah kepada masyarakat.

2.4 Pemantapan Ketahanan Pangan
Katahanan pangan yang kokoh dibangun pada tingkat rumah tangga yang betumpu pada keragaman sumberdaya lokal. Sejalan dengan dinamika pemantapan ketahanan pangan dilaksanakan dengan mengembangkan sumber-sumber bahan pangan. Kelembagaan pangan dan budaya pangan yang dimilika pada masyarakat masing-masing wilayah. Keunggulan dari pendekatan ini antara lain adalah bahwa bahan pangan yang diproduksi secara lokal telah sesuai dengan sumberdaya pertanian dan iklim setempat, sehingga ketersediaanya dapat diupayakan secara berkesinambungan. Dengan kemampuan lokal tersebut maka ketahanan pangan masyaralat tidak mudah terpengaruh oleh masalah atau gejolak pasokan pangan yang terjadi diluar wilayah atau luar negeri.
Pada dasarnya pemantapan ketahanan pangan dapat diwujudkan melalui pengembangan system dan usaha agribisnis di bidang pangan, utamanya bagi golongan rawan pangan sementara maupun rawan pangan kronis yang masih mempunyai potensi pengembangan aktivitas ekonominya. Agribisnis pangan melibatkan banyak pelaku, usaha kecil seperti petani, pengolahan dan pedagangan yang berbasis pada keunggulan komparatif dan kompetitif sumbersaya lokal
Agar termujud ketahanan yang kokoh, system dan usaha agribisnis yang dibangun adalah yang berdaya saing, padat karya, berkesinambungan dan desenralisasi
Berdaya saing, ditandai dengan tingkat efisiensi tinggi, mutu baik, harga tinggi dan biaya produksi yang rendah serta kemampuan untuk mengakses pasar, mengingkatkan pangsa pasar dan memberikan pelayanan professional.
Berkerakyatan, ditandai dengan berkembangnya usaha produktif yabg melibatkan masyarakat secara luas dengan peluang berusaha, kesempatan kerja dan menikmati nilai tambah, bukannya padat modal yang hanya melibatkan beberapa pelaku usaha saja.
Berkelanjutan, ditandai dengan kemampuan utnuk meningkatkan kapasitas sumbre daya pangan yang semakin besar dari waktu ke waktu yang maskin mensejakterakan masyarakat baik secara ekonomis, sosial dan lingkungan hidup.
Desentralisasi, ditandai bahwa kegiatan ekonomi ditentukan oleh masyarakat dengan kondisi wilayahnya dan atas dasae keunggulan komparatif.

2.5 Pemanfaatan Lahan Pekarangan untuk Kebutuhan Pangan Keluarga
Pengembangan pertanian memiliki tantangan dalam ketersediaan sumberdaya lahan. Meningkatnya penggunaakan alih fungsi lahan dari sektor pertanian ke non pertanian menyebabkan lahan pertanian di Indonesia semakin sempit. Untuk mencukupi kebutuhan pangan manusia dengan kondisi lahan yang sempit sangat susah diciptakan. Selain masalah lahan yang sempit ketersediaan air juga menjadi kendala, air merupakan sumberdaya utama dalam produksi tanaman pertanian. Salah satu cara untuk mengatasi kelangkaan lahan pertanian di Indonesia adalah memanfaatkan lahan pekarangan rumah, pemanfaatan lahan pekarangan dapat menjadi bagian penting dalam mendukung ketahanan pangan. Hal ini karena terjadi pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga secara cukup, berkualitas, bergizi, dan aman secara teratur. Dengan biaya murah dan pengawasan mudah dapat menjadi sarana mengatasi kelangkan pangan keluarga. Pengembangan sistem produksi tanaman pertanian di pekarangan dapat mendukung usaha ketahanan pangan.
Terkait pembangunan pertanian yang berkelanjutan dengan keterbatasan sumberdaya lahan dan air, peran perempuan dalam pertanian, dan kehilangan hasil panen sangat mendukung untuk tercapainya pemanfaatan lahan pekarangan untuk sumber pangan keluarga. Dengan perawatan dan pengawasan yang rutin akan meningkatkan hasil produksi tanaman pekarangan. Tanaman yang sangat cocok untuk ditanam pada lahan pekarangan adalah jenis tanaman hortikultura mulai dari sayuran, buah-buahan, dan obat-obatan. Dengan umur tanam yang pendek dan berkala dapat dimanfaatkan dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Seperti pada tahun 2011 kemaren terjadi kelangkaan cabai, harga cabai hingga tinggi mencapai Rp.100.000,-/kg. Hal ini sangat meresahkan masyarakat khususnya masyarakat kecil. Pasalnya makan sambal adalah budaya masyarakat Indonesia, ada yang kurang jika hidangan diatas meja tidak ada sambal. Dengan adanya pemanfaatan lahan pekarangan ini sedikit dapat mengurangi pengeluaran belanja bulanan dan memberdayakan para wanita tani. Sehingga dalam mencukupi kebutuhan pangan, gizi dan nutrisi keluarga tidak terlalu menjadi beban masyarakat. 

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Pemenuhan kebutuhan Pangan bagi setiap warga negara merupakan hak sekaligus kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh Negara. Jika tidak terpenuhi, akan berpengaruh terhadap ketahanan nasional dan berdampak terhadap keutuhan NKRI. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilanjutkan langkah-langkah penanganan peningkatan produktivitas pertanian guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka ketahanan nasional dengan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh.dan diupayakan memanfaatan hasil agrikultur keluarga untuk ketahanan pangan.

3.2 Saran
1. Bagi Pemerintah
Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan Indonesia hendaklah pemerintah memperhatikan ketahanan pangan masyarakat dengan cara penyuluhan agar bisa memeanfaatkan hasil agrikultur keluarga.
2.   Untuk Mahasiswa
Memerikan nuansa baru dalam menambah wawasan pengetahuan yang memungkinkan mahasiswa berkesempatan untuk memeperbaiki cara bersikap dalam memahami permasalahan ketahanan pangan.

Daftar Pustaka

Anonim. 2014. Ketahanan Pangan. http://id.wikipedia.org. Diakses : 22 Oktober 2014
Anonim. 2014. Pertanian. http://id.wikipedia.org. Diakses : 22 Oktober 2014
Mahdi, Rizal. 2012. Pemanfaatan Lahan Pekarangan Untuk Kebutuhan Keluarga. http://green.kompasiana.com. Diakses : 22 Oktober 2014
Putra, Cakra. 2013. Ketahanan Pangan Melalui Pengembangan lahan Pekarangan Rumah Tangga. http://pertanian.trunojoyo.ac.id. Diakses : 22 Oktober 2014

1 komentar: