BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah molekul air terdiri dari sebuah
atom oksigen yang berikatan kovalen dengan dua atom hidrogen. Hidrogen dan
oksigen mempunyai daya padu yang sangat besar antara keduanya. Keunikan air
terjadi berkat ikatan pemadu kedua unsurnya. Perangkaian jarak atom-atomnya
mirip kunci yang masuk lubangnya, kecocokannya begitu sempurna, sehingga air
tergolong senyawa alam yang paling mantap. Semua atom dalam molekul air
terjalin menjadi satu oleh ikatan yang kuat, yang hanya dapat dipecahkan oleh
perantara yang paling agresif, misalnya energi listrik atau zat kimia seperti
logam kalium.
Oksigen mempunyai nomor atom 8 dan massa
atom 16, terletak pada periode ke-2 dan golongan VI A pada sistem
periodik. Sebuah atom oksigen mempunyai delapan elektron, dua elektron
berada pada kulit elektron bagian dalam (kulit K) dan enam elektron berada pada
kulit berikutnya (kulit L), jadi kulit L belum penuh atau masih bias diisi dua
elektron. Sedang sebuah atom hydrogen dengan nomor atom 1 hanya mempunyai satu
elektron pada kulit K, jadi belum penuh atau kekurangan satu elektron. Kulit
yang belum terisi penuh tersebut tidak mantap dan elektronnya cepat bergabung
dengan elektron lain untuk memenuhi ruang dalam suatu kulit. Kulit yang telah
terisi penuh merupakan bentuk yang mantap, dan setelah hal itu terjadi, maka
akan dilawannya setiap usaha pemisahan.
Air merupakan bahan yang sangat penting
bagi kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa
lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan kerena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan yang kering sekalipun
seperti buah kering, tepung biji-bijian mengandung air dalam jumlah tertentu
(Ir. Muhammad Arfah, 1993).Air sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrien
seperti bahan makanan lain, namun sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi
organisme hidup.
Air dalam industri pangan memegang
peranan penting karena dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis
air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah, oleh
karena itu perlu adanya suatu standar untuk masing-masing jenis pengolahan. Air
yang digunakan pada industri umunya harus mempunyai syarat-syarat tidak
berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa, tidak mengandung besi dan
mangan, serta dpat diterima secara bakteriologis yaitu tidak mengganggu
kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah (Slamet
Sudarmadji, 2003)
Air juga berpengaruh terhadap umur
simpan, umur simpan merupakan rentang waktu antara saat produk mulai dikemas
dengan mutu produk yang masih memenuhi syarat dikonsumsi. Dimana mutu sangat
berpengaruh pada suatu produk, semakin baik mutu suatu produk maka semakin
memuaskan konsumen.
Pencantuman informasi umur simpan
menjadi sangat penting karena terkait dengan kemanan produk pangan dan untuk
memberikan jaminan mutu pada saa produk sampai ke tangan konsumen. Informassi
umur simpan produk sangat penting bagi banyak pihak, baik produsen, konsumen, penjual,
dan distributor. Konsumen tidak hanya dapat mengetahui tingkat keamam kelayakan
produk untuk dikonsumsi, tetapi juga dapat memberi petunjuk terjadinya
perubahan citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk tersebut.
Perubahan-perubahan tersebut secara langsung akan mempengaruhi mutu dari suatu
produk. Untuk itu, perlu diketahui umur simpan dari setiap produk.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang
uraian di atas maka kami akan mengambil tema Hubungan Air Dengan Umur Simpan
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian kadar air ?
2. Apakah
pengertian aktivitas air ?
3. Apakah
pengertian kadar air kesetimbangan ?
4. Bagaimana
menentukan kadar air ?
5. Apakah
pengertian umur simpan ?
6. Bagaimana
pengaruh kadar air dan aktivitas air terhadap umur simpan ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan
pengertian kadar air
2. Mendeskripsikan
pengertian aktivitas air
3. Mendeskripsikan
pengertian kadar air kesetimbangan
4. Untuk
mengetahui bagaimana menentukan kadar air
5. Mendeskripsikan
pengertian umur simpan
6. Untuk
mengetahui bagaimana pengaruh kadar air dan aktivitas air terhadap umur simpan
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan
makalah ini merupakan metode tinjauan kepustakaan yang bertujuan untuk
mempelajari buku-buku yang relevan dengan masalah yang diteliti karena penyusun
tidak melakukan tinjaun secara langsung terhadap objek pengamatan. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kadar air terhadap umur
simpan.
1.5 Manfaat Penulisan
1. Bagi Pemerintah
Bisa dijadikan
sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas industri pangan.
2. Bagi Dosen
Bisa dijadikan
sebagai acuan dan sumbangsih dalam mengajar terutama pada materi
ini agar para peserta didiknya
dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
3. Bagi Mahasiswa
Bisa dijadikan
sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kadar Air
Kadar air adalah perbedaan antara berat
bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan
dalam udara terbuka kadar airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban
udara disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Setiap
kelembaban relatif tertentu dapat menghasilkan kadar air seimbang tertentu
pula. Dengan demikian dapat dibuat hubungan antara kadar air seimbang dengan
kelembaban relatif. Aktivitas air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Aw
= ERH/100
Aw
= aktivitas air
ERH
= kelembaban relative seimbang
Bila diketahui kurva hubungan antara
kadar air seimbang dengan kelembaban relatif pada hakikatnya dapat
menggambarkan pula hubungan antara kadar air dan aktivitas air. Kurva sering
disebut kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL). Setiap bahan mempunyai ISL yang
berbeda dengan bahan lainnya. Pada kurva tersebut dapat diketahui bahwa kadar
air yang sama belum tentu memberikan Aw yang sama tergantung macam bahannya.
Pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan Aw yang tinggi bila bahannya
berbeda. Hal ini dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh bahan yang
dapat mengikat air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya
bahan jenis ini mempunyai Aw yang rendah (Wulanriky,2011).
Menurut Fennemena (1996), memaparkan
adanya hubungan antara kadar air dalam bahan pangan dengan daya awetnya.
Pengurangan air baik dalam pengeringan atau penambahan bahan penguap air
bertujuan untuk mengawetakan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap
kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi. Kriteria ikatan air dalam
aspek daya awet bahan pangan ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan,
tekanan osmotic, kelembaban relative berimbang dan aktivitas air. Kadar air dan
konsentrasi larutan hanya sedikit berhubungan dengan sifat-sifat air yang
terdapat dalam bahan pangan dan tidak dapat digunakan sebagai indikator nyata
dalam menentukan ketahanan simpan. Karenanya lalu muncul istilah aktivitas air
yang digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu
sistem yang dapat menunjang reaksi biologis atau kimiawi. Air yang terkandung
dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air lebih sukar
digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolik
(Syarief dan Halid, 1993).
2.2 Aktivitas Air
Aktivitas air (aw) adalah perbandingan
antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air solven murni pada temperatur
yang sama ( aw = p/po ). Aktivitas air (singkatan: aw) adalah sebuah angka yang menghitung intensitas
air di dalam unsur-unsur bukan air atau benda padat. Secara sederhana, itu
adalah ukuran dari status energi air dalam suatu sistem. Hal ini didefinisikan
sebagai tekanan uap dari cairan yang dibagi dengan air murni pada suhu
yang sama , karena itu, air suling murni memiliki aw tepat satu. Semakin tinggi suhu
biasanya aw juga akan naik, kecuali untuk benda yang yang
mengkristal seperti garam atau gula.
Semakin tinggi
aw dalam sebuah benda, akan lebih menopang kehidupan mikroorganisme. Bakteri
biasanya memerlukan aw paling tidak 0.91 dan jamur
paling tidak 0.7.
Air akan
berpindah dari benda dengan aw tinggi ke benda dengan aw
rendah. Sebagai contoh, jika madu (aw ≈ 0.6) ditempatkan di udara terbuka yang
lembap (aw ≈ 0.7), maka madu
akan menyerap air dari udara.
Ini merupakan jumlah air yang tersedia
untuk pertumbuhan mikrobia dalam pangan dan bukan berarti jumlah total air yang
terkandung dalam bahan makanan sebab adanya adsorpsi pada konstituen tak larut
dan absorpsi oleh konstituen larut (mis. gula, garam). Air murni mempunyai aw
1,0 dan bahan makanan yang sepenuhnya terdehidrasi memiliki aw = 0. Bakteri
Gram negatif lebih sensitif terhadap penurunan aw dibandingkan bakteri lain.
Batas aw minimum untuk multiplikasi sebagian besar bakteri adalah 0,90.
Escherichia coli membutuhkan aw minimum sebesar 0,96, sedangkan Penicillium
0,81. Meskipun demikian aw minimum untuk Staphylococcus aureus adalah 0,85.
Nilai Aw suatu bahan atau produk pangan
dinyatakan dalam skala 0 sampai 1. Nilai 0 berarti dalam makanan tersebut tidak
terdapat air bebas, sedangkan nilai 1 menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut
hanya terdiri dari air murni. Kapang, khamir, dan bakteri ternyata memerlukan
nilai Aw yang paling tinggi untuk pertumbuhannya. Niai Aw terendah dimana
bakteri dapat hidup adalah 0,86. Bakteri-bakteri yang bersifat halofilik atau
dapat tumbuh pada kadar garam tinggi dapat hidup pada nilai Aw yang lebih
rendah yaitu 0,75. Sebagian besar makanan segar mempunyai nilai Aw = 0,99. Pada
produk pangan tertentu supaya lebih awet biasa dilakukan penurunan nilai Aw.
Cara menurunkan nilai Aw antara lain dengan menambahkan suatu senyawa yang
dapat mengikat air ( Ahmadi & Estiasih,2009).
Kandungan air dalam bahan makanan
mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan
Aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh
dengan baik, misalnya bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw : 0,80-0,90 ; kapang Aw :
0,60-0,70. Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan
harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya
dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan
(Winarno,1992).
2.3 Kadar Air Kesetimbangan
Kadar air kesetimbangan suatu bahan
pangan kadar air bahan pangan ketika uap air bahan tersebut dalam kondisi
setimbang dengan lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami penambahan
atau pengurangan bobot produk (Fellows, 1990). Kadar air kesetimbangan adalah
kadar air dari suatu produk pangan pada kondisi lingkungan tertentu dalam
periode waktu yang lama (Brooker et al., 1992).
Kadar air kritis kesetimbangan pada
produk pangan digunakan untuk menentukan dan menggunakan kurva sorpsi isotermis
produk tersebut. Kurva tersebut digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
perpindahan air selama proses adsorpsi atau desorpsi. Proses penyerapan air
(adsorpsi) terjadi saat kelembaban relative lingkungan lebih tinggi
dibandingkan dengan kelembaban relative bahan pangan. Kelembaban relative
lingkungan yang lebih rendah daripada kelembaban bahan menyebabkan terjadinya
distribusi uap air dari bahan ke lingkungan melalui proses penguapan (desorpsi)
(Brooker et al., 1992). Penambahan atau penurunan bobot sampel selama
penyimpanan menunjukkan fenomena hidratasi (deMan, 1979)
Uap air akan berpindah dari lingkungan
ke produk atau sebaliknya sampai tercapai kondisi kesetimbangan. Perpindahan
uap air ini terjadi sebagai akibat perbedaan RH lingkungan dan produk, dimana
uap air akan berpindah dari RH tinggi ke RH rendah. Tercapainya kondisi
kesetimbangan antara sampel dan lingkungan ditandai oleh bobot sampel yang
konstan. Bobot yang konstan ditandai oleh selisih penimbangan berturut-turut
tidak lebih dari 2 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di bawah 90% dan
tidak lebih dari 10 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di atas 90%
(Adawiyah, 2006).
Terdapat dua metode untuk menentukan
kadar air kesetimbangan yaitu dengan metode statis dan dinamis. Metode statis
dilakukan dengan cara meletakkan bahan pangan pada tempat dengan RH dan suhu
yang terkontrol. Dalam metode dinamis, kadar air kesetimbangan ditentukan
dengan meletakkan bahan pangan pada kondisi udara bergerak. Metode dinamis
sering digunakan untuk pengeringan, dimana pergerakan udara digunakan untuk
mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air disekitar
bahan (Brooker et al., 1992).
2.4 Penentuan Kadar Air
Penentuan kandungan air dapat dilakukan
dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya
penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu
105-110ºC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat
sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk
bahan-bahan yang tidak tahan panas, dilakukan pemanasan dalam oven vakum dengan
suhu yang lebih rendah. Seperti bahan bekadar gula tinggi, minyak daging,
kecap, dan lain-lain. kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan,
bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, sehingga
mencapai berat yang konstan. Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, kadar airnya
dapat diukur dengan menggunakan refraktometer disamping menentukan padatan
terlarutnya pula. Dalam hal ini, air dan gula dianggap sebagai
komponen-komponen yang mempengaruhi indeks refraksi. Disamping cara-cara fisik,
ada pula cara-cara kimia untuk menentukan kadar air. Mc Neil mengukur kadar air
berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan
bahan yang akan diperiksa. cara ini dipergunakan untuk bahan-bahan seperti
sabun, tepung, kulit, bubuk biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer
pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dari
titrasi langsung dari bahan basah dengan larutan iodine, sulfur, dioksida, dan
piridina dalam methanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi
(Winarno.1992).
2.5 Umur Simpan
Umur simpan adalah periode waktu dimana
makanan atau minuman yang diproduksi masih dapat dikonsumsi. kadaluarsa adalah
waktu dimana makanan atau minuman yang diproduski sudah tidak boleh dikonsumsi
lagi. parameternya dari umur simpan dan kadaluarsa tersbut dari banyak faktor,
namun saya bagi 3 faktor saja yaitu dari bahan kemas, bahan pangan itu sendiri
dan faktor lingkungan.
Bahan kemas dapat menjadi faktor dimana
umur simpan akan berbeda padahal produkny sama. fungsi dari pengemasan adalah
memperlambat proses deteriorasi, yaitu penyimpangan suatu produk dari mutu
awalnya. Reaksi deteriorasi dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun
ekstrinsik yang akan memicu reaksi ini di dalam produk berupa reaksi kimia,
reaksi enzimatis atau proses fisik yaitu penyerapan uap air atau gas dari
sekelilingnya. Hal ini menyebabkan perubahan terhadap produk meliputi perubahan
tekstur, flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi, maupun mikrobiologis.
misalnya saja kemasan plastik akan berbeda dengan kemasan kaca. permeabilitas
kaca lebih kecil dari pada plastik sehingga plastik lebih mudah terjadi
transfer udara atau uap air. di antara plastik juga punya permeabilitas yang
berbeda. penentuan kemasan ini juga menjadi salah satu faktor untuk menentukan
umur simpan makanan.
Faktor lingkungan seperti suhu, cahaya,
panas, kelembaban, tekanan fisik, dll menjadi faktor yang diperhitungkan juga
dalam penentuan umur simpan. misalanya saja produk yang disimpan di suhu tropis
akan berbeda umur simpannya dibanding yang disimpan di suhu subtropis. makanan
biasanya disimpan di tempat yang tidak panas dan tidak dingin, namun kadang
kala baik dalam transportasi ataupun penyimpanan ternyata terkena faktor
lingkungan yang ekstrim, maka perusahaan akan mempertimbangkan juga umur simpan
dari makanan tersebut jika produknya akan terkena faktor lingkungan yang tidak
biasa.
2.6
Pengaruh Kadar Air Dan Aktivitas Air Terhadap
Umur Simpan
Kadar air dan aktivitas air sangat
berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor ini
akan mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat
fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan
enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah (Winarno, 2004). selama
penyimpanan akan terjadinya proses penyerapan uap air dari lingkungan yang
menyebabkan produk kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah
(Robertson, 2010).
Menurut Labuza (1982), hubungan antara
aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas adalah sebagai berikut:
1. Produk
dikatakan pada selang aktivitas air sekitar 0.7-0.75 dan di atas selang
tersebut mikroorganisme berbahaya dapat mulai tumbuh dan produk menjadi
beracun.
2. Pada
selang aktivitas air sekitar 0.6-0.7 jamur dapat mulai tumbuh.
3. Aktivitas
air sekitar 0.35-0.5 dapat menyebabkan makanan ringan hilang kerenyahannya.
4. Produk
pasta yang terlalu kering selama pengeringan atau kehilngan air selama
distribusi atau penyimpanan, akan mudah hancur dan rapuh selama dimasak atau
karena goncangan mekanis. Hal ini terjadi pada selang aktivitas air 0.4-0.5.
Aktivitas air ini juga dapat
didefinisikan sebagai kelembaban relative kesetimbangan (equilibrium
relative humidity = ERH) dibagi dengan 100 (Labuza, 1980 diacu dalam Arpah,
2001).
Aktivitas air menunjukkan sifat bahan
itu sendiri, sedangkan ERH menggambarkan sifat lingkungan disekitarnya yang
berada dalam keadaan seimbang dengan bahan tersebut. Bertambah atau
berkurangnya kandungan air suatu bahan pangan pada suatu keadaan lingkungan
sangat tergantung pada ERH lingkungannya.
Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan
erat kaitannya dengan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba
didalamnya. Jumlah air didalam bahan yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba
dikenal dengan istilah aktivitas air (water activity = aw). Jika kandungan air
bahan diturunkan, maka pertumbuhan mikroba akan diperlambat. Pertumbuhan
bakteri patogen terutama Staphylococcus aureus dan Clostridium botulinum dapat
dihambat jika aw bahan pangan < 0.8 sementara produksi toksinnya dihambat
jika aw bahan pangan kurang dari < 0.85. Sehingga, produk kering yang
memiliki aw < 0.85, dapat disimpan pada suhu ruang. Tapi, jika aw produk
>0.85 maka produk harus disimpan dalam refrigerator untuk mencegah produksi
toksin penyebab keracunan pangan yang berasal dari bakteri patogen. Perlu
diperhatikan bahwa nilai aw < 0.8 ditujukan pada keamanan produk dengan
menghambat produksi toksin dari mikroba patogen. Pada kondisi ini, mikroba
pembusuk masih bisa tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan. Bakteri dan kamir
butuh kadar air yang lebih tinggi daripada kapang. Sebagian besar bakteri
terhambat pertumbuhannya pada aw < 0.9; kamir pada aw < 0.8 dan kapang
pada aw < 0.7. Beberapa jenis kapang dapat tumbuh pada aw sekitar 0.62.
Karena itu, kapang sering dijumpai mengkontaminasi makanan kering seperti ikan
kering dan asin yang tidak dikemas. Penghambatan mikroba secara total akan
terjadi pada aw bahan pangan < 0.6.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Kadar
air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan
pemanasan.
2. Aktivitas
air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air
solven murni pada temperatur yang sama ( aw = p/po ).
3. Kadar
air kesetimbangan adalah kadar air dari suatu produk pangan pada kondisi
lingkungan tertentu dalam periode waktu yang lama (Brooker et al.,
1992).
4. Penentuan
kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada
sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan
bahan dalam oven, oven vakum, refractometer, reaksi kimia air dari titrasi
langsung dari bahan basah.
5. Umur
simpan adalah periode waktu dimana makanan atau minuman yang diproduksi masih
dapat dikonsumsi.
6. Bila
kadar air tinggi dan Aw rendah maka air terikat akan meningkat dan mikroba
menurun sehingga memperpanjang umur simpan ditambah dengan penyimpanan yang
tepat.
3.2
Saran
1. Bagi pemerintah
Dalam rangka
meningkatkan industri pangan di Indonesia hendaklah pemerintah memperhatikan industri
pangan khususnya home industry dalam kualitas pangan yang dihasilkan.
2. Bagi Dosen
Dengan adanya makalah
ini diharapkan memiliki manfaat langsung maupun tidak langsung untuk memperkaya
bahan kajian dalam proses pendidikan.
3. Bagi Mahasiswa
Memberikan nuansa baru
dalam menambah wawasan pengetahuan yang memungkinkan mahasisiwa berkesempatan
untuk memperbaiki cara dan sikap dalam memahami hubungan air dengan umur
simpan.
Daftar
Pustaka
Anonim. 2012. Umur Simpan Produk Pangan. http://bumikecil.wordpress.com.
Diakses : 29 September 2014
Franisa, Risna. 2013. Air Dalam Bahan Pangan. http://risnafranisa.blogspot.com.
Diakses : 29 September 2014
Mauliana, Rosi. 2012. Air Dalam Bahan Pangan. http://liana-ros.blogspot.com.
Diakses : 29 September 2014
Winarno.
1992. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta. Gramedia.
sangat membantu, terimaksih buat informasinya
BalasHapusbermanfaat banget kak infonya makasih
BalasHapuspt united tractors tbk