BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Lelakang
Didalam sebuah produk
seperti cairan vitamin atau obat sejenis serta produk pangan lainnya terkadang sulit untuk membedakan dengan benar tentang unsur / zat
yang terkandung didalamnya. Dengan adanya kemajuan teknologi dibidang
elektrokimia saat ini telah memiliki peranan penting dalam menentukan berbagai
kandungan / unsur zat didalam cairan. Adapun teknologi yang masih digunakan
saat ini seperti penerapan metode kromatografi. Kromatografi ( Chromatography ) sebenarnya secara
harfiah berasal dari nama "warna menulis", namun tak ada hubungan
secara langsung kecuali senyawa pertama yang mengalami pemisahan dengan cara
ini adalah pigmen hijau tumbuhan, seperti klorofil. Kromatografi adalah suatu
nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara
kromatografi menggunakan dua fasa yaitu yang pertama, fasa tetap ( Stationary Phase ) dan kedua, fasa
bergerak ( Mobile Phase ). Dengan
adanya penelitianpenelitian baru yang memungkinkan untuk menerapkan prinsip
kromatografi pada senyawa-senyawa yang tak berwarna termasuk gas.
Adapun perkembangan
pesat dari beberapa jenis sistem kromatografi diantaranya adalah ; Kromatografi
kertas, kromatografi lapisan tipis ( Thin Layer Chromatography ),
kromatografi gas ( Gas Chromatography ), dan kromatografi cair kinerja
tinggi ( High Performance Liquid Chromatography ).
Pada kromatografi
lapisan tipis, terdapat lapisan tipis ( tebal 0.1-2 mm ) yang terdiri
atas bahan padat yang dilapiskan kepada permukaan penyangga datar ( plat
), yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari plat polimer
atau logam. Lapisan yang melekat pada permukaan dengan bantuan bahan
pengikat, biasanya kalsium sulfat dan kromatografi lapisan tipis dapat
digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahanpemisahan. Seperti
halnya, kromatografi lapisan tipis yang banyak digunakan akhir-akhir ini oleh
sebagian besar laboratorium di Indonesia menggunakan alat berupa TLC Scanner
3 merk CAMAG ( Made in Switzerland ) dengan metode kromatografi lapisan tipis,
yang mana proses pengambilan sample yang berada pada permukaan plat (tempat
sample yang telah dilakukan pemisahan) menggunakan scanner didalam alat
tersebut kemudian hasilnya ditransfer ke PC dan dilakukan proses selanjutnya.
Dan kelebihan dari TLC Scanner 3 CAMAG sendiri adalah mampu menganalisa
senyawa berwarna dan tak berwarna, membutuhkan waktu yang relatif cepat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan kromatografi ?
2. Apa
yang dimaksud dengan kromatografi lapis tipis ?
3. Apa
kelebihan dan kekurangan kromatografi lapis tipis ?
4. Bagaimana
prinsip kerja kromatografi lapis tipis ?
5. Apa
yang dimaksud dengan kromatogram ?
6. Apa
yang dimaksud dengan fase diam dan fase gerak dalam kromatografi lapis tipis?
7. Bagaimana
prosedur kerja dengan kromatografi lapis tipis ?
8. Bagaimana
cara mendeteksi bercak pada kromatografi lapis tipis ?
9. Apa
saja yang mempengaruhi analisis kromatografi lapis tipis ?
10. Bagaimana
aplikasi kromatografi lapis tipis dalam bidang pangan ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan kromatografi.
2. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan kromatografi lapis tipis.
3. Mengetahui
apa kelebihan dan kekurangan kromatografi lapis tipis.
4. Mendeskripsikan
bagaimana prinsip keja kromatografi lapis tipis.
5. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan kromatogram.
6. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan fase diam dan fase gerak dalam kromatografi
lapis tipis.
7. Mendeskripsikan
bagaimana prosedur kerja dengan kromatografi lapis tipis.
8. Mendeskripsikan
bagaimana cara mendeteksi bercak pada kromatografi lapis tipis.
9. Untuk
mengetahui apa saja yang mempengaruhi analisis kromatografi lapis tipis.
10. Untuk
mengetahui bagaimana aplikasi kromatografi lapis tipis dalam bidang pangan.
1.4
Metode Penelitian
Metode
yang di gunakan dalam penyusunan makalah ini merupakan metode tinjauan
kepustakaan yang bertujuan untuk mempelajari buku-buku yang relevan dengan
masalah yang di teliti serta melakukan tinjauan langsung terhadap objek
pengamatan yang dilakukan pada saat praktikum kimia analitik. Penelitian ini
dilakukan untuk bagaimana aplikasi Kromatografi Lapis Tipis dalam bidang
pangan.
1.5 Manfaat Penulisan
1.
Bagi Pemerintah
Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas ketahanan pangan Indonesia serta agar terus
mengembangkan teknologi yang menunjang pada penelitian dalam bidang pangan.
2.
Bagi Dosen
Bisa dijadikan sebagai acuan dan sumbangsih dalam mengajar terutama pada materi ini agar para peserta
didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
3.
Bagi Mahasiswa
Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka
meningkatkan prestasi diri.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kromatografi Secara Umum
2.1.1 Pengertian
Kromatografi
Kromatografi di tahun 1903 Tswett
menemukan teknik kromatografi. Teknik ini bermanfaat sebagai cara untuk
menguraikan suatu campuran. Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi
dalam dua fase. Salah satu fase adalah fase diam. Transfer massa antara fase
bergerak dan fase diam terjadi apabila molekul-molekul campuran serap pada
permukaan partikel-partikel atau terserap di dalam pori-pori partikel atau
terbagi ke dalam sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau di dalam
pori. Ini adalah sorpsi (penyerapan). Laju perpindahan suatu molekul zat terlarut
tertentu di dalam kolom atau lapisan tipis zat penyerap secara langsung
berhubungan dengan bagian molekul-molekul tersebut diantara fase bergerak dan
fase diam. Jika ada perbedaan penahanan secara selektif, maka masing-masing
komponen akan bergerak sepanjang kolom dengan laju yang tergantung pada
karakteristik masing-masing penyerapan. Jika pemisahan terjadi, masing-masing
komponen keluar dari kolom pada interval waktu yang berbeda, mengingat bahwa
proses keseluruhannya adalah fenomena migrasi secara diferensial yang
dihasilkan oleh tenaga pendorong tidak selektif berupa aliran fase bergerak.
2.1.2 Klasfikasi Metode
Kromatografi
Metode-metode kromatografi tidak dapat
dikelompokan dengan hanya meninjau suatu macam sifat. Artinya kita dapat
menyatakan teknik-teknik kolom seperti destilasi, ekstraksi pelarut, penukar
ion ke dalam satu kelas, tetapi teknik tersebut dapat juga diklasifikasikan
dengan berdasarkan metode-metode differential
migration. Pada semua metode differential
migration, pemisahan berbagai komponen campuran yang bermigrasi pada
berbagai medium tergantung pada karakteristik laju individual
komponen-komponennya, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam kalsifikasi,
sesungguhnya terjadi tidak hanya satu sifat fisis saja yang ditinjau tetapi
ganbungan-gabungan yang digunakan dalam teknik pemisahan. Semua metode-metode
pemisahan dapat diklasifikasikan seperti dalam tabel 2.1, didasarkan pada sifat
fisiknya dan pemisahan fasenya.
Tabel
2.1 Klasifikasi Kromatografi
No
|
Dasar
|
Pemisahan fase kedua
|
Memebedakannya dalam fase tunggal
|
||
Dengan panas
|
Dengan reagen
|
Dengan bidang batas
|
Konsentrasi tidak seragam
|
||
1.
|
Penguapan
|
Destilasi
|
|
-
|
-
|
2.
|
Koefisien partisi
|
-
|
Kromatografi gas
|
-
|
-
|
3.
|
Penukaran
|
-
|
Penukar ion
|
-
|
-
|
4.
|
Aktivitas permukaan
|
-
|
Adsorpsi pada
kromatografi gas-padat
|
-
|
Foam fraction
|
5.
|
Ukuran molekuler
|
-
|
Moleculer sieve
Filtrasi gel
Analisis eksklusi ion
|
-
|
-
|
6.
|
Migrasi
listrik
|
-
|
-
|
-
|
Elektro
foresis
|
Dibandingkan dengan metode pemisahan
secara keseluruhan, klasifikasi metode kromatografi, relative lebih sederhana.
Fase gerak dapat berupa gas atau cairan, sedangkan fas diam dapat berupa zat
cair atau padat. Jadi kita memiliki kombinasi cair-cair, gas-cair, gas-padat.
Jika pemisahan terutama meliputi suatu partisi sederhana antara fase diam cair
dan fase gerak cair juga, maka proses ini dikenal sebagai kromatografi partisi.
Jika gaya fisika ke permukaan terutama meliputi kemampuan retensi dari fase
diamnya, maka proses disebut sebagai kromatografi adsorpsi. Jika fase
bergeraknya adalah gas, metode ini disebut sebagai kromatografi gas cair atau
kromatografi gas-padat.
Untuk senyawa yang mudah menguap,
kromatografi gas merupakan cara yang menawarkan resolusi tinggi, waktu analisis
pendek dan kepekaan di daerah ppm. Metode kromatografi cair memanfaatkan fase
gerak cair untuk menggeser sampel sepanjang kolom partisi yang diisi oleh
pengadsorpsi padat atau zat padat yang diselimuti cairan seperti dalam HPLC. Di
dalam kromatografi, pertukaran ion ikatan kimia heteropolar terbentuk secara
reversible antara komponen-komponen ion di dalam fase bergerak dan fase diam.
Penyerapan gel atau filtrasi gel adalah suatu contoh kromatografi eksklusi.
Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis adalah contoh-contoh
kromatografi partisi. Suatu deskripsi singkat dari berbagai metode pemisahan
akan dibahas berikut ini untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar dan aspek-aspek
analitik masing-masing metode.
a. Destilasi
: ini adalah penguapan zat cair dan kondensasi dari uap kembali ke fase cair.
Penguapan zat cair sebanding dengan tekanan uapnya dan berbanding terbalik
terhadap titik didih cairnya. Sublimasi juga suatu metode pemisahan baik.
Keberhasilan metode ini tergantung pada kemudahan massa transfernya
dilaksanakan jika zat berada dalam fase gas.
b. Ekstaraksi
pelarut.
c. Kromatografi
adalah proses melewatkan sampel melalui suatu kolom, perbedaan kemampuan
adsorpsi terhadap zat-zat yang sangat mirip mempengaruhi resolusizat terlarut
dan menghasilkan apa yang disebut kromatogram. Prinsip kromatografi adsorpsi berhubungan
juga dengan bidang-bidang lain seperti kromatografi zat padat. Pemisahan
campuran ionik atau bermutan dengan differential
migration dibawah pengaruh gaya pendorong potensial listrik telah
dikembangkan. Pertama meliputi migrasi bebas dalam medium homogen dan migrasi
kedua yang terjadi pada medium berpori yang stabil. Pertama disebut sebagai
elektrofase dan yang kedua dikenal sebagai ionoforesis atau elektromatografi.
Teknik yang kedua banyak diapakai dalam pemisahan.
d. Teknik
ring oven : teknik ini berkaitan
dengan pengujian suatu tetesan tunggal larutan pada suatu kertas menyaring
untuk mengetahui komponen-komponen larutan. Larutan ditetesi satu kali pada
pusat kertas saring (yang berbentuk lingkaran), kemudian satu atau beberapa
komponen sampel akan terekat pada kertas dengan pengendapan. Komponen-komponen
terlarut dipindahkan dengan pelarut yang tepat sehingga bergeser dari pusat
sampai bagian tepi kertas saring. Begitu larutan mencapai bagian tepi,
penguapan pelarut terjadi dan zat terlarut akan tertinggal pada suatu area
dalam bentuk cincin-cincin yang manunjukkan bahwa pemisahan dari bercak tetesan
mula-mula.
e. Zone melting
: di sini dua wilayah tertentu yang meliputi penampang lintang suatu zat padat
dilelehkan dengan perlahan-lahan digerakkan sepanjang batang zat padat. Zat
terlarut akan dibebaskan pada saat pembekuan pada bidang batas padat-cair dan
terbawa sepanjang wilayah serta akan menggumpal pada salah satu ujung zat
padat. Imi merupakan proses selektif untuk mengluarkan pengotor.
f. Penukar
ion. Dalam ekslusi sifat-sifat fisika materi
sintetik baru memberikan suatu era baru terhadap pemekaian materi-materi
tersebut dalam pemisahan secara difusi. Misalkan dalam pengaliran larutan
dengan pelarut air melalui resin, zat yang bersifat non ionik akan
mendistribusikan dirinya sedemikian rupa sehingga dapat melalui fase resin,
sedangkan yang senyawa ionik ditolak dari fase resin.
g. Dialisis
: osmosis adalah proses pemisahan berdasarkan difusi yang paling dikenal dan
ini disebabakan aliran spontan sutu pelarut melalui membrane dari larutan yang
encer ke larutan yang lebih pekat. Membrannya bersifat semi permeabel terhadap
partikel zat terlarut. Dialisis dan osmosis sering kali terjadi secara spontan
di dalam system. Dengan dialisis garam-garam dapat dipisahkan dari suspense
koloid.
h. Presipitasi,
kopresipitasi dan sebagainya. Ini adalah suatu proses dimana suatu zat terlarut
diubah ke bentuk tidak larut yang selanjutnya dapat dipisahkan dari larutannya.
i. Flotasi
: senyawa-senyawa dengan kerapatan lebih besar dari pada cairan yang
menyelimutinya dapat dikonsentrasikan pada permukaan zat cair. Ini dikenal
sebagai pemisahan dengan teknik flotasi. Pengaliran udara melalui larutan
diperlukan pada metode ini. Suatu partikel dapat distabilkan pada permukaan
seperti bidang batas permukaan gas-cair jika suatu kontak antara padatan dan
cairan nilainya tertentu. Perbedaan sudut kontak ini menghasilkan flotasi
selektif. Bagaimanapun hanya metode kromatografi yang mempunyai peranan sangat
berarti dalam analitik.
2.1.3
Terminologi Kromatografi
Kromatografi dapat dilukiskan dengan
berbagai istilah. Istilah yang paling sering dijumpai adalah nilai Rf juga dikenal sebagai
faktor retardasi, atau dinyatakan juga sebagai volume retensi (VR) atau waktu retensi (tR). semua ini adalah suatu
besaran yang menyatakan berapa lama fraksi waktu molekul zat terlarut tinggal
dalam fase bergerak. Masing-masing senyawa mempunyai nilai R atau VR yang
berbeda dengan berubahnya kombinasi pelarut penyerap. Suatu koefisien partisi (Kd) menyatakan konsentrasi
zat terlarut dalam tiap fase. Jika Cs,
CM adalah
konsentrasi zat terlarut dalam fase diam dan fase bergerak, maka Kd = Cc / Cm.
faktor retardasi (Rf )
menyatakan perbandingan kecepatan pergeseran zat terlarut terhadap senyawa
standar ideal yang tidak terlarutkan ataupun yang tidak teradsorpsi oleh fase
diam. Berarti untuk zat senyawa standar Kd
= 0, sedangkan R adalah
Jika tm,
ts adalah waktu tinggal
molekul di dalam fase bergerak dalam fase diam. Jika penampang lintang dan Kd
tidak konstan sepanjang lintasan zat terlarut, kita memiliki Rf sebagai berikut :
Karena kecepatan gerak zat pelarut lebih
besar dari pada fase bergerak, maka R
lebih besar dari Rf sebesar 15%. Jika R adalah fraksi zat terlarut pada keadaan kesetimbangan
pada fase berserak, maka (1- R)
adalah fraksi zat terlarut pada keadaan kesetimbangan di fase diamnya. Maka :
Dimana
: CM = volume fase
bergerak
VM = konsentrasi fase bergerak
CS = volume fase diam
VS = konsentrasi fase bergerak
VM = konsentrasi fase bergerak
CS = volume fase diam
VS = konsentrasi fase bergerak
Pada kromatografi adsorpsi Vs dapat menggantikan As dan dipunyai
Jika As
adalah luas daerah fase diam. Persamaan untuk faktor retardasi adalah
mirip dengan %E, persen ekstraksi
dalam ektraksi pelarut yang menyatakan
, maka
Karena D ≈ KD, sedangkan
Vw dan Vo adalah volume fase air dan
fase organic. Dalam suatu kromatografi kolom, maka terdapat volume yang cukup
berarti dari fase gerak yang meninggalkan kolom pada saat jumlah zat terlarut
mencapai maksimum ketika meninggalkan kolom. Keadaan puncak maksimum zat terlarut
dicapai pada saat seoaruh zat terlarut sudah terelusi dengan volume retensi V (juga dikenal dengan Vmaks) dan separuh lainnya
masih tinggal di dalam kolom pada fase gerak VM + Vs dimana
VR
CM = VM CM
+ VS CS
VR
= VM + VS x Kd
2.1.4
Prosedur Kromatografi
Untuk melaksanakan pemisahan secara
kromatografi kolom, ada tiga cara dapat dilakukan :
a) Analisi
frontal
b) Analisis
elusi
c) Pergeseran
Dalam arus kromatografi, effluent
dikumpulkan dalam fraksi-fraksi yang berbeda dan masing-masing komponen
terdeteksi dalam aliran effluent. Pada analisis frontal, larutan contoh
dilewatkan secara kontinu melalui pengadsorpsi. Pusat-pusat aktif mengadsorpsi
akan di duduki oleh komponen yang lebih kuat teradsorpsi sedangkan komponen
yang kurang kuat teradsorpsi berakumulasi pada fase yang bergerak. Pada mulanya
pelarut murni dan zat telarut A yang teradsorpsi paling lemah akan meluncur ke luar kolom.
Jika di plotkan %E terhadap volume effluent, maka diperoleh suatu kurva yang
berbentuk tangga, dimana bagian datarnya menyatakan keluarnya suatu komponen
zat terlarut. Pada zat-zat terlarut yang sedikit teradsorpsi, analisis frontal
akan memeberikan hasil yang baik bila kolomnya sempit dan volume yang digunakan
kecil. Analisis elusi adalah teknik yang paling popular. Eluent (dapat saja
pelarut murni) dilewat melalui kolom yang dapat menyebabkan differential migration zat-zat terlarut
dalam fase bergerak. Jika laju alirannya tertentu, maka pemisahan tergantung
pada KD. Jika
masing-masing komponen mempunyai perbedaan
KD besar,
masing-masing komponen akan terpisah sempurna. Pada teknik penggeseran,
pemisahan tercapai dengan mengalirkan suatu reagen yang teradsorpsi lebih kuat
ke dalam kolom. Agen penggeseran ini teradsorpsi dan konsentrasi pada suatu
wilayah puncak kolom. Semua komponen sampel terdorong keluar dan oleh
pergerakan maju agen penggeser sepanjang kolom. Terbentuklah wilayah-wilayah
dengan kekuatan penyerapan yang makin menurun. Komponen yang paling lemah
terikat akan keluar pertama dari kolom sedangkan agen penggeser akan keluar
terakhir. Keuntungan teknik ini adalah kolom dapat diisi dengan sampel cukup
banyak. Untuk tujuan prepatatif, kadang kala pemisahan yang sempurna tidak
tercapai, meskipun tailing sudah diusahakan seminimum mungkin. Metode
penggeseran sangat bermanfaat dalam kromatografi partisi.
Elusi secara bertahap (gradient elution) merupakan salah satu
variasi kondisi elusi selama terjadinya pemisahan. Pada kroatografi gas, cairan
dengan kemampuan menggeser lebih kuat digunakan. Dengan cara demikian pelebaran
pita dan waktu elusi yang terlalu lama dapat dihindarkan.
2.1.5
Dinamika Kromatografi
Efektivitas pemisahan tergantung pada
penguraian komponen-komponen pada saat komponen tersebut berpindah dan
kepadatan wilayah yang ditempati komponen-komponen tersebut. Oleh karena itu
ukuran efisiensi kolom dapat dinyatakan oleh jumlah piringan :
W
= lebar puncak elusi
We
=
lebar kurva elusi kesetimbangan (yaitu tengah – tengah jarak Cmax dan W)
Kolom dapat dibagi atas sejumlah
piringan dimana dianggap kesetimbangan sempurna terjadi antara fase bergerak
dan fase diam pada masing-masing piringan. Jumlah piringan dan tinggi piringan
adalah suatu indeks efisiensi kolom yang berguna untuk menggambarkan seberapa
jauh suatu puncak dan wilayah pita telah melebar sebagai akibat fenomena
transpor fisika. Biasanya tinggi piringan dinyatakan sebagai ∆ atau H = L/N.
Tingkat pemisahan dua komponen adalah
suatu masalah yang umum dijumpai dalam semua metode kromatografi. Pada
prakteknya yang dapat dilakukan adalah meminimalkan tumpangsuh (overlap) atau kontaminasi timbal balik
antara wilayah-wilayah yang berdekatan ke suatu tingkatre solusi eksperimental
yang dikehendaki, yaitu :
Z
= pemisahan pusat wilayah atau puncak Gaussian dan
= deviasi standar zona.
Jika Rs
< 1,0, tumpangsuh (overlap)
terjadi. Kontaminasi terjadi terutama pada titik tengah antara wilayah
tumpangsuh pada jarak dibawah jarak 2
, yaitu 2%, Rs = 1,5 tidak ada kontaminasi timbal balik. Dapat
dikatakan :
Dimana W2 dan W1
= lebar pucak rata-rata. Pada umumnya makin besar jumlah piringan makin
baik resolusinya. N dapat diperbaiki
dengan memeperpanjang. Tetapi memperpanjang kolom saja tidak bermanfaat. Yang
lebih baik adalah memperbesar jumlah piringan dan penampang kolom yang sempit.
Untuk memperoleh analisis yang sempurna
diperlukan pemilihan kondisi sehingga nilai waktu retensinya tidak terlalu
besar. Unutk analisis effluent secara kontinu, perlengkapan otomatis dan
kolektor fraksi sangat tepat digunakan. Hendaknya yang diukur merupakan sifat
yang berfungsi secara linear terhadap sifat fase bergeraknya. Jumlah total dari
zat terlarut yang terelusi diukur dari luas puncak kurva elusi.
2.2
Definisi Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pertama kali dikembangkan
oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi
planar , yang fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada
permukaan bidng datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau
plat plastik (Gandjar dan Rohman, 2007).
KLT merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi
berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari
komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena
daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak
dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan
(Hostettmann et al, 1995).
Pada proses adsorpsi senyawa kimia dapat terpisah-pisah
disebabkan oleh daya serap adsorban terhadap tiap-tiap komponen kimia tidak
sama. Sedangkan partisi adalah kelarutan tiap-tiap komponen kimia dalam cairan
pengelusi (eluen) tidak sama dimana arah gerakan eluen disebabkan oleh gaya
sentrifugal sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang
berbeda-beda.
Kromatografi lapis tipis merupakan jenis kromatografi
yang dapat digunakan untuk menganalisis senyawa secara kualitatif maupun
kuantitatif. Lapisan
yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir (fase diam) ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita, setelah
pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi setelah perambatan
kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan/dideteksi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan sinar UV (Sudjadi, 1988).
Teknik ini dikembangkan tahun 1938
Ismailoff dan Schraiber. Adsorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak
sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan menyerap sepanjang fase diam
dan terbentuklah kromatogram. Ini di kenal
juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam
pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh
kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan.
Biasanya yang sering digunakan sebagai
materi pelapisnya adalah silika gel, tetapi kadang kala bubuk selulosa dan
tanah diatome juga dapat digunakan. Untuk fase diam hidrofilik dapat digunakan
pengikat seperti semen Paris, kanji, disperse koloid plastic, silica
terhidrasi. Untuk meratakan pengikat dan zat pada pengadsorbsi digunakan suatu
aplikator. Sekarang inin telah banyak tersedia kromatografi lapisan tipis siap
pakai yang dapat berupa gelas kaca yang telah terlapisi, kromatotube, dan
sebagainya. Kadar air dalam lapisan ini harus terkendali agar didapat hasil
analisis yang reprodusibel.
Pemilihan sistem pelarut dan komposisi
lapisan tipis ditentukan oleh prinsip kromatografi yang akan digunakan. Untuk
meneteskan sampel yang akan dipisahkan digunakan suatu mikro-syringe (penyuntik
berukuran mikro). Sample diteteskan pada salah satu bagian tepi pelat
kromatografi. Pelarut harus nonpolar dan mudah menguap. Kolom-kolom dalam pelat
dapat diciptakan dengan mengerok lapisan vertical searahgerakan pelarut. Teknik
ascending digunakan untuk melaksanakan pemisahan yang
dilakukan pada temperature kamar, sampai permukaan pelarut mencapai tinggi
15-18 cm. waktu yag diperlukan antara 20-40 menit. Semua teknik yang digunakan
untuk kromatografi kertas dapat di pakai juga untuk kromatografi lapis tipis.
Resolusi KLT juah lebih tinggi daripada kromatografi kertas karena laju difusi
yang luar biasa kecilnya pada lapisan pengadsorpsi. RRPC dapat juga dilakukan
pada kromatografi lapisan ini, dengan menggunakan lapisan yang sudah dicelupkan
lebih dahulu pada perafin, minyak silikon, dan lain-lain. Pelarut yang
digunakan adalah CH3COOH atau asetonitril. Kadangkala untuk RPPC,
waktu yang diperlukan cukup lama.
Zat-zat warna dapat terlihat langsung,
tetapi dapat juga digunakan reagent penyemprot untuk melihat bercak suatu zat.
Asam kromat sering digunakan untuk zat organic. Demikian juga penandaan secara
radiokomia juga dapat digunakan. Untuk menempatkan posisi suatu zat, reagent
dapat juga disemprotkan pada bagian tepi saja. Bagian yang lainnya dapat
diperoleh kembali tanpa pengotoran dari reagent dengan pengerokan setelah
pemisahan selesai.
Untuk analisis kuatitatif dapat
digunakan plot fotodensitometri. Analisisnya dapat dilakukan dengan
spektrofotometer UV, sinar tampak, IR atau flourosens atau dengan reaksi
kolorimeter dengan reagent kromogenik.
Aplikasi KLT sangatlah luas.
Senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap serta terlalu labil untuk kromatografi
cair dapat dianalisis dengan KLT. Ia dapat pula untuk memeriksa adanya zat
pengotor dalam pelarut. Ahli kimia foresik menggunakan KLT untuk bermacam
pemisahan. Pemisahan berguna dari plasticizer, antioksidan, tinta dan formulasi
zat pewarna dapat ditentukan dengan KLT. Pemakaiannya juga meluas dalam
pemisahan anorganik.
2.3 Kelebihan dan
Kekurangan Kromatografi Lapis Tipis
Beberapa
kelebihan KLT yaitu:
1. KLT lebih
banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi
pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau
dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
3. Dapat dilakukan
elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending), atau
dengan cara elusi 2 dimensi.
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
5. Hanya membutuhkan sedikit pelarut.
6. Biaya yang dibutuhkan terjangkau.
7. Jumlah perlengkapan sedikit.
8. Preparasi sample yang mudah
9. Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang
dengan metode kertas tidak bisa (Gandjar dan Rohman, 2007).
Adapun kekurangan KLT yaitu:
1. Butuh ketekunan dan
kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang diharapkan.
2. Butuh sistem trial
and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.
3. Memerlukan waktu
yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun
2.4 Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis
Pada dasarnya KLT digunakan untuk memisahkan
komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di
bawah gerakan pelarut pengembang (Watson, 2010). KLT sangat mirip dengan kromatografi
kertas, terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyata terlihat pada fase
diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai
pengganti kertas.
Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis,
terjadi hubungan kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada
interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang
akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan
ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase
gerak, serta kepolaran dan ukuran molekul.
2.5 Pembuatan Lapisan Tipis
Penyerap
dituangkan diatas permukaan plat yang kondisi bentuknya baik, biasanya
digunakan plat kaca / aluminium. Ukuran yang digunakan tergantung pada jenis
dari pemisahan yang akan dilakukan dan jenis dari bejana kromatografi.
Seringkali bentuk plat kaca / aluminium dijual dengan ukuran 20 x 5 cm
atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini dianggap sebagai “standard”. Hal yang
penting yaitu bahwa permukaan dari plat harus rata. Plat -plat kaca /
aluminium sebelum dipakai dicuci terlebih dahulu dengan air dan detergent
kemudian dikeringkan. Terakhir, dapat dicuci dengan aseton, tetapi hal ini
tidak mesti dilakukan. Satu hal yang perlu diperhatikan jangan menyentuh
permukaan dari plat yang bersih dengan jari tangan karena bekas jari tangan
yang menempel akan merubah tebal dari permukaan penyerap pada plat.
Untuk
membuat penyerap, pertama bahan penyerap dicampur dengan air sampai menjadi
bubur, biasanya dengan perbandingan x gram penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk
sampai rata dan dituangkan diatas plat dengan berbagai cara. Tebal lapisan merupakan
faktor yang paling penting dalam kromatografi lapisan tipis. Tebal standard
adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal ( 0.5 - 2.0 mm
) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan menggunakan
penyerap hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu
kesukaran dengan lapisan tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila
kering.
Tabel 2.2 Perbandingan untuk membuat
bubur penyerap
Penyerap
|
Medium
bubur penyerap
|
Perbandingan,
gram dalam ml
|
Silika gel
|
Metilena klorida : methanol (2:2,
v/v)
|
35 gr dalam 100 ml
|
Serbuk selulosa
|
Metilena klorida : methanol
(50:50, v/v)
|
50 gr dalam 100 ml
|
Alumina
|
Metilena klorida : methanol
(70:30, v/v)
|
60 gr dalam 100 ml
|
Sifat
yang terpenting dari penyerap adalah besar partikel bubur penyerap dan
homogenitasnya, karena adhesi terhadap plat sangat tergantung pada kedua sifat
tersebut. Besarnya partikel yang biasa digunakan adalah 1 – 25
mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang
memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan adalah
menggunakan penyerap yang butirannya halus. Sedangkan dalam kolom partikel yang
sangat halus akan mengakibatkan aliran pelarut menjadi lambat, pada
lapisan tipis butiran yang halus memberikan aliran pelarut yang lebih
cepat. Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan-pemisahan
dalam kromatografi lapisan tipis adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 Macam-macam penyerap untuk
kromatografi lapisan tipis
Zat
padat
|
Digunakan
untuk memisahkan
|
Silika
|
Asam- asam amino, alkaloid, gula,
asam-asam lemak, lipida, minyak
esensial, anion, dan kation
organic,
sterol, terpenoid.
|
Alumina
|
Alkaloid, zat warna, fenol,
steroid,
vitamin-vitamin, karoten,
asam-asam
amino
|
Kieselguhr
|
Gula, oligosakarida, asam- asam
lemak, trigliserida, asam -asam
amino, steroid.
|
Bubuk selulosa
|
Asam-asam amino, alkaloid,
nukleotida
|
Pati
|
Asam-asam amino
|
Sephadex
|
Asam-asam amino, protein
|
2.6 Definisi Kromatogram
Kromatogram
adalah output visual yang diperoleh dari hasil pemisahan.
Sebuah
garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes
pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan
pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini
dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya
kromatogram dibentuk.
Ketika
bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas
kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu
diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak
berada.
Alasan
untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas
kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam
gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh
pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Karena
pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari
campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak
sebagai perbedaan bercak warna.
Gambar
menunjukkan lempengan setalah pelarut bergerak setengah dari lempengan. Pelarut
dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan memberikan
pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi
tertentu dari pelarut dan fase diam.
2.7 Fase Diam dan
Fase Gerak
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap
berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman,
2007). Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit
kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan
resolusinya.
Silika gel salah satu contoh fase diam yang
terbentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom
oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan silika gel,
atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H
selain Si-O-Si.
Permukaan silika gel sangat polar dan karenanya gugus -OH
dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai
disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol.
Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina
dari aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH.
Pada dasarnya sifat serta penggunaannya mirip silika gel.
Tabel 1. Fase diam yang sering digunakan pada KLT (Kealey dan Haines,
2002)
Fasa Diam
|
Mekanisme Sorpsi
|
Penggunaan
|
Silika gel
|
Adsorpsi
|
Asam amino,
hidrokarbon, vitamin, alkaloid
|
Serbuk
selulosa
|
Partisi
|
Asam amino,
nukleotida, karbohidrat
|
Selulosa
penukar ion
|
Pertukaran
ion
|
Asam nukleat,
nukleotida, halida dan ion-ion logam
|
Gel sephadex
|
Eksklusi
|
Polimer,
protein, kompleks logam
|
Β-siklodekstrin
|
Interaksi
adsorpsi stereospesifik
|
Campuran
enansiomer
|
Adsorben
yang sering digunakan antara lain :
a) Silika
gel
Yang paling banyak digunakan dalam
pengujian, bersifat asam lemah, sering ditambah CaSO4 (gibs) sebagai pengikat
agar melekat kuat pada penyangga. Penambahan ini juga mempercepat mengeringnya
lapis tipis. Juga dapat ditambahkan indicator fluoresensi yang akan
berfluoresensi di bawah sinar UV pada 254 nm, hingga noda yang mengabsorpsi
pada frekuensi ini menjadi sangat kontras terhadap latar belakang yang
berfluoresensi hijau kuning. Silica gel sangat higroskopis, pada humaditas
relative 45 – 75% akan menarik air sampai 7 – 20%. Derajat diaktivasinya
ditentukan oleh kelembaban ruangan dimana pemisahan akan dilakukan atau tempat
penyimpanan lapis tipisnya. Kemurnian juga penting karena dapat mempengaruhi
watak kromatografi beberapa senyawa tertentu. Pencemar dalam adsorben ini dapat
juga menyebabkan dekomposisi senyawa yang hendak dianalisa.
b) Alumina
Bersifat basa lemah. Tidak sebaik silica
gel dan lebih relative secara kimia hingga untuk senyawa yang sensitive dapat
terdegrasi. Juga dapat ditambah Ca2SO4 dan indicator fluoresensi.
c) Kieselguhr
(tanah diatome)
Merupakan adsorben netral dengan
aktivitas rendah. Daya resolusinya juga kecil. Dapat ditambahkan sebagai
campuran pada silikagel yang akan memberikan adsorben campur yang kurang aktif.
Juga dapat ditambah Ca2SO4.
d) Selulosa
Dengan menggunakan selulosa sebagai
adsorben akan didapat lapis tipis yang sifatnya analog dengan kromatografi
kertas. Memberikan lapis tipis yang baik tanpa pengikat. Adsorben ini dapat
ditambah indicator fluoresensi atau Ca asetat. Kerugian penggunaan selulosa ini
ialah tidak dapat digunakannya pereaksi yang korosif seperti asam sulfat atau
pereaksi destruktif lainnya.
e) Poliamida
Merupakan magnesium silikat. Daya
melekatnya tidak sebaik adsorben lainnya. Biasanya ditambahkan pengikat seperti
selulosa atau amilum. Mempunyai kapasitas yang besar dan banyak digunakan untuk
pemisahan fenol.
Selain
fasa diam, dalam KLT juga diperlukan fasa gerak/eluent yang berperan
penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa
diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat
menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen
secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah
umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya
pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang
banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis
silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir
pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Semakin
dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa
oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip “like dissolved like”
(Watson, 2010).
2.8 Prosedur Kerja dengan Kromatografi Lapis Tipis
Pada KLT, fasa diam berupa plat yang
biasanya disi dengan silica gel. Sebuah garis pensil digambar dekat
bagian bawah fasa diam dan setetes larutan sampel ditempatkan di atasnya. Sampel ditotol dengan bantuan pipa kapiler. Garis pada fasa diam berguna untuk menunjukkan posisi asli sampel. Pembuatan garis harus menggunakan pensil karena jika semua ini dilakukan
dengan tinta, pewarna dari tinta juga akan bergerak sebagai kromatogram
berkembang. Ketika titik campuran kering, fasa diam diletakkan berdiri dalam
gelas tertutup yang telah berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak di bawah
garis. Digunakan gelas tertutup untuk memastikan bahwa suasana dalam gelas
jenuh dengan uap pelarut.
Pelarut (fasa gerak) perlahan-lahan
bergerak naik. Komponen-komponen yang berbeda dari campuran berjalanan pada
tingkat yang berbeda dan campuran dipisahkan memiliki warna yang berbeda.
Diagram menunjukkan plat setelah pelarut
telah bergerak sekitar setengah jalan. Pelarut diperbolehkan untuk naik hingga
hampir mencapai bagian atas plat yang akan memberikan pemisahan maksimal dari
komponen-komponen pewarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang
terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi kimia dan
reaksi-reaksi warna. Untuk identifikasi menggunakan harga Rf
meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila
dibandingkan pada kertas. Seperti halnya pada kertas harga Rf
didefinisikan sebagai berikut (Gritter et al, 1991):
Harga-harga Rf untuk
senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standard. Perlu
diperhatikan bahwa harga-harga Rf yang diperoleh berlaku untuk
campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan, meskipun daftar
dari harga-harga Rf untuk berbagai campuran dari pelarut dan
penyerap dapat diperoleh (Gritter et al, 1991).
2.9 Deteksi Bercak
Ada dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak berwarna,
yaitu:
1. Menggunakan pendarflour
Fase diam pada sebuah lempengan lapis
tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya
menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu
berarti jika sinar UV disinarkan, maka sampel akan berpendar.
Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana
bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak itu tidak tampak
berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa jika disinarkan sinar UV
pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi
bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap.
Sementara UV tetap disinarkan pada
lempengan,, kita harus menandai posisi-posisi dari bercak-bercak dengan
menggunakan pensil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Karena jika
kita mematikan sinar UV tersebut, bercak-bercaknya tidak tampak
kembali.
2. Penunjukkan bercak secara
kimia
Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk
membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan cara mereaksikannya dengan zat
kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik
adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat
dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin
bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna, umumnya
coklat atau ungu.
Dalam metode lain, kromatogram
dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas
kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap
iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat
dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang
dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan.
2.10 Instrument Kromatografi Lapis
Tipis
1. Detektor
Detektor
pada alat TLC Scanner 3 CAMAG menggunakan photomultipliers. Komponen didalam
phot omultipier (PMT) sendiri adalah photomultiplier tube (tabung vakum
photomultiplier), photocathode (katoda metalik yang terbuat dari bahan logam
multi alkali), struktur dynode (berbentuk lempengan cekung) dan anoda (memilki
spectral sensitivity 185-850 nm).
Prinsip
kerja dari PMT adalah permukaan logam katoda disinari dengan seberkas
cahaya dan sejumlah elektron terpancar dari permukaannya, yang biasa disebut
dengan efek fotoelektrik dengan kondisi hampa udara.
Elektron
yang terpancar dan terlepas karena adanya sekumpulan energi yang timbul dan
dikuatkan oleh susunan komponen dynode (linier -focused type) secara berurutan
dan keluar mengenai anoda. Elektron tersebut terikat dalam logam dengan energi
W (eV), yang dikenal sebagai fungsi kerja (work function), logam yang berbeda
memilki fungsi kerja yang berbeda pula. Dan logam katoda yang digunakan sebagai
permukaan fotosensitif, dibawah panjang gelombang pancung (cutoff
wavelength) λc, sembarang sumber cahaya, selemah apapun, akan menyebabkan
terjadinya pemancaran fotoelektron.
Cahaya
yang masuk difokuskan dengan melewati focusing electrode dan elektron mengenai
dynode pertama kemudian dipantulkan dan dipancarkan ke dynode kedua sampai ke
dynode yang terakhir (proses pengalian) sehingga terjadi muatan elektron yang
lebih besar dan timbul tegangan.
2. Monokromator
Monokromator
adalah alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan
satu panjang gelombang. Monokromator untuk radiasi ultra violet, sinar tampak
dan infra merah adalah serupa, yaitu mempunyai celah (slit), lensa, cermin dan
prisma atau grating. Terdapat 2 macam monokromator yaitu monokromator prisma
Bunsen dan monokromator grating Czerney-Turney
Fungsi
prisma adalah untuk memisahkan sinar polikromatis dari sumber cahaya menjadi
sinar monokromatis. Bila seberkas cahaya dilewatkan melalui sebuah
prisma, maka cahaya tersebut akandiuraikan menjadi beberapa warna (terdapat
berbagai warna merah, jingga, hijau, biru, dan lain-lain).
3. Absorbansi
Penyerapan
hanya terjadi jika energi foton yang datang cocok dengan energy yang diperlukan
untuk memindahkan satu elektron terluarnya dari tingkat dasar ke tingkat
tereksitasi (atau dari pita valensi ke pita konduksi di dalam zat
padat). Dengan spektroskopi dari cahaya transmisi bisa diketahui
tingkat/pita energi dari suatu atom/molekul/zat padat.
Berkas
radiasi elektromagnet bila dilewatkan pada sampel kimia maka sebagian akan
terabsorpsi. Energi elektromagnet yang ditransfer ke molekul sampel akan
menaikan tingkat energi (tingkat tereksitasi). Molekul akan dieksitasi sesuai
dengan panjang gelombang yang diserapnya.
Rumus yang digunakan untuk
menghitung besarnya energi yang diserap:
E = h x ν = h x C /λ = h x C /
v
dimana, E = energi yang
diserap
h = tetapan Planck = 6,626 x 10-34
v =
frekuensi
C = kecepatan cahaya = 2,998
x 108 m/det
λ = panjang gelombang
ν = bilangan gelombang
Absorbansi
dengan simbol A dari suatu larutan merupakan logaritma dari 1/T atau logaritma
Io/It.
A = log (1/T) = log (Io/It) =
- log (T) (1.4)
dimana, A =
Absorbansi / serapan
Io = Intensitas
sinar yang datang
It = Intensitas sinar yang diteruskan
T = Transmitance / transmitansi
4. Transmitansi
Apabila
suatu berkas sinar radiasi dengan intensitas Io dilewatkan melalui suatu
larutan dalam wadah transparan maka sebagian radiasi akan diserap sehingga
intensitas radiasi yang diteruskan It menjadi lebih kecil dari Io.
Transmitansi dengan simbol T dari larutan merupakan fraksi dari radiasi yang
diteruskan atau ditansmisikan oleh larutan, yaitu : T = It/Io. Transmitansi
biasanya dinyatakan dalam persen (%).
2.11
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kromatografi Lapis Tipis
Faktor-faktor
yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga
mempengaruhi harga Rf adalah :
1. Struktur kimia dari senyawa yang
sedang dipisahkan.
2. Sifat dari penyerap dan derajat
aktifitasnya.
Biasanya
aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan
molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap. Perbedaan
penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga Rf
meskipun menggunakan fase bergerak dan zat terlarut yang sama tetapi hasil akan
dapat diulang dengan hasil yang sama, jika menggunakan penyerap
yang sama, ukuran partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada) dicampur
hingga homogen.
3. Tebal dan
kerataan dari lapisan penyerap.
Pada prakteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya,
tetapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan
aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.
4. Pelarut (dan derajat kemurniannya)
fase bergerak.
Kemurnian
dari pelarut yang digunakan sebagai fase bergerak dalam kromatografi lapisan
tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka
perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan.
5. Derajat kejenuhan dan uap dalam
bejana pengembangan yang digunakan.
6. Teknik percobaan.
Arah
pelarut bergerak di atas plat. (Metoda aliran penaikan yang hanya diperhatikan,
karena cara ini yang paling umum meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar
juga digunakan).
7. Jumlah cuplikan
yang digunakan.
Penetesan
cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan hasil penyebaran noda-noda
dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya,
hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.
8. Suhu.
Pemisahan-pemisahan
sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah
perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau
perubahan-perubahan fase.
9. Kesetimbangan.
Ternyata
bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi
kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap
pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap
pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan
permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fase bergerak lebih cepat pada
bagian tepi-tepi dan keadaan ini harus
dicegah.
2.12
Aplikasi KLT Pada Bidang Pangan
Pada
penelitian analisis kualitastif pewarna rhodamin B dalam sampel saus tomat.
Sampel dianalisis dengan metode Kromatografi Lapis Tipis. Zat warna dari sampel
saus tomat ditarik kedalam benang wol bebas lemak dalam suasana asam sampai
benang wol tersebut terwarnai oleh pewarna saus tomat.
Setelah
benang wol terwarnai oleh pewarna saus tomat, pewarna tersebut dilepaskan ke
dalam larutan basa. Larutan basa tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai
cuplikan sampel pada analisis Kromatografi Lapis Tipis. Noda totolan sampel
dibandingkan dengan noda totolan baku standar rhodamin B yang telah dieluasi
bersama-sama dan dilihat di bawah lampu UV pada λ 366 dan λ 254 nm, apabila
terdapat zat pewarna rhodamin B dalam sampel maka noda pada lempeng KLT akan
berflouresensi di lampu UV pada λ 366 nm dan tidak berflorousensi dilampu UV
pada λ 254 nm, pada penelitian ini noda totolan sampel pada lempeng KLT tidak
menunjukan flouresensi di lampu UV pada λ 366 nm, sehingga dapat disimpulan
bahwa pada sampel saus tomat ini tidak terkandung zat pewarna rhodamin B
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kromatografi adalah teknik pemisahan
campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran
tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak
(cair atau gas).
2. KLT merupakan
salah satu metode isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya
partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak
mengikuti kepolaran eluen,
3. Keuntungan KLT
yaitu ketepatan penentuan kadar baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak
bergerak. Kerugiannya memerlukan waktu untuk menentuan sistem eluen yang cocok.
4. Prinsip KLT yaitu pemisahan
komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam
dibawah gerakan pelarut pengembang.
5. Pembuatan lapis tipis KLT dimulai
dari penyerap dituangkan diatas permukaan plat yang kondisi bentuknya baik,
biasanya digunakan plat kaca / aluminium. Ukuran yang digunakan tergantung pada
jenis dari pemisahan yang akan dilakukan dan jenis dari bejana kromatografi.
Seringkali bentuk plat kaca / aluminium dijual dengan ukuran 20 x 5 cm
atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini dianggap sebagai “standard”.
6. Kromatogram
adalah output visual yang diperoleh dari hasil pemisahan.
7. Fase diam yang
digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel
antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman, 2007). Fasa gerak/eluent yang berperan penting pada proses
elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent).
8. Kerja dengan KLT dimulai dari
penyiapan plat, eluen dan sampel, penotolan, elusi, dan deteksi bercak/noda.
9. Cara mendeteksi bercak ada 2 yaitu
menggunakan UV dan campuran zat kimia tertentu.
10. Terdapat beberapa instrument pada
kromatografi lapis tipis diantaranya adalah detector, monokromator, absorbansi,
dan transmitansi.
11. Faktor-faktor yang mempengaruhi
gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf
adalah :
a. Struktur kimia dari senyawa yang
sedang dipisahkan.
b. Sifat dari penyerap dan derajat
aktifitasnya.
c. Tebal dan
kerataan dari lapisan penyerap.
d. Pelarut (dan derajat kemurniannya)
fase bergerak.
e. Derajat kejenuhan dan uap dalam
bejana pengembangan yang digunakan.
f. Teknik percobaan.
g. Jumlah cuplikan
yang digunakan.
h. Suhu
i. Kesetimbangan.
12. Aplikasi KLT pada bidang pangan
adalah pada penelitian analisis kualitastif pewarna rhodamin B dalam sampel
saus tomat.
3.2 Saran
1. Bagi Pemerintah
Dalam
rangka meningkatkan ketahanan pangan Indonesia hendaklah pemerintah
memperhatikan kualitas pangan Indonesia serta agar terus mengembangkan
teknologi yang menunjang pada penelitian dalam bidang pangan.
2. Untuk Mahasiswa
Memberikan
nuansa baru dalam menambah wawasan pengetahuan yang memungkinkan mahasiswa
berkesempatan untuk memperbaiki cara dan sikap dalam memahami materi
kromatografi lapis tipis.
Daftar Pustaka
Arifin,
Fury. 2012. Kromatografi Lapis Tipis.
http://nonasandha.blogspot.com. Diakses : 03 Desember 2014
Ayu. 2013. Analisa
Pengukuran Kadar Larutan. http://s1farmasiayu.blogspot.com. Diakses : 03 Desember 2014
Khopkar, SM.
2010. Konsep Dasar Kimia Analitik.
Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Nurhidayat, Iim. 2011. Kromaografi
Lapis Tipis. http://sectoranalyst.blogspot.com. Diakses : 03 Desember 2014
Sendana,
Endra. 2013. Kromatografi Lapis Tipis.
http://ndrasendana.blogspot.com. Diakses : 03 Desember 2014
suka sekali bacanya kak makasih
BalasHapusvibro bomag