Minggu, 01 Februari 2015

“KEBUDAYAAN SUKU ASMAT”



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seperti telah kita ketahui bahwa Indonesia terdiri dari berbagai jenis suku dengan aneka adat istiadat yang berbeda satu sama lain.Suku-suku tersebut ada yang tinggal di pesisir pantai, perkotaan bahkan dipedalaman. Salah satu diantaranya Suku Asmat.
Suku Asmat berada di antara Suku Mappi, Yohukimo dan Jayawijaya di antara berbagai macam suku lainnya yang ada di Pulau Papua. Sebagaimana suku lainnya yang berada di wilayah ini, Suku Asmat ada yang tinggal di daerah pesisir pantai dengan jarak tempuh dari 100 km hingga 300 km, bahkan Suku Asmat yang berada di daerah pedalaman, dikelilingi oleh hutan heterogen yang berisi tanaman rotan, kayu (gaharu) dan umbi-umbian dengan waktu tempuh selama 1 hari 2 malam untuk mencapai daerah pemukiman satu dengan yang lainnya. Sedangkan jarak antara perkampungan dengan kecamatan sekitar 70 km. Dengan kondisi geografis demikian, maka berjalan kaki merupakan satu-satunya cara untuk mencapai daerah perkampungan satu dengan lainnya.
Kelompok asli di Papua terdiri atas 193 suku dengan 193 bahasa yang masing-masing berbeda. Tribal arts yang indah dan telah terkenal di dunia dibuat oleh suku Asmat, Ka moro, Dani, dan Sentani. Sumber berbagai kearifan lokal untuk kemanusiaan dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik diantaranya dapat ditemukan di suku Aitinyo, Arfak, Asmat, Agast, Aya maru, Mandacan, Biak, Arni, Sentani, dan lain-lain.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang uraian di atas maka kami akan mengambil tema Budaya Suku Asmat.
1.2 Rumusan Masalah
1.    Apakah budaya suku asmat termasuk budaya lokal ?
2.    Bagaimanakah proses kehidupan suku asmat ?
3.    Apa saja hasil kesenian suku asmat ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.  Untuk mengtehui apakah suku asmat termasuk budaya lokal atau interlokal.
2.  Mendeskripsikan bagaimana proses kehidupan suku asmat.
3.  Untuk mengetahui apa saja hasil kesenian dari suku asmat.
1.4 Metode Penelitian
Metode yang di gunakan dalam penyusunan makalah ini merupakan metode tinjauan kepustakaan yang bertujuan untuk mempelajari buku-buku yang relevan dengan masalah yang di teliti karena penyusun tidak melakukan tinjaun secara langsung terhadap objek pengamatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan yang terdapat pada suku asmat.
1.5 Manfaat Penulisan
     1. Bagi Pemerintah
Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas kehidupan suku asmat, baik dalam pemerintahan, ekonomi, kelangsungan hidup.
2. Bagi Guru
Bisa dijadikan sebagai acuan dan sumbangsih dalam mengajar terutama pada materi ini agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
3. Bagi Siswa
Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Kata Pengantar      
Daftar Isi     

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah   
1.2 Rumusan Masalah  
1.3 Tujuan Penulisan  
1.4 Metode Penelitian
1.5 Manfaat Penulisan  
1.6. Sistematika Penulisan  

BAB II  TINJAUAN PUSTAKA
  2.1 Pengertian Budaya
. 2.2 Budaya Lokal dan Identifikasi Budaya Lokal

BAB III  PEMBAHASAN
  3.1. Iklim Geografis
. 3.2 Ciri Fisik
  3.3 Sistem Perekonomian (Mata Pencaharian)
. 3.4 Sistem Politik (Pemerintahan)                       
. 3.5 Proses Kehidupan
     1. Kehamilan
     2. Kelahiran
     3. Pernikahan
     4. Agama
     5. Bahasa 
     6. Kematian
. 3.6 Sistem Kekerabatan
. 3.7 Sistem Kesenian
. 3.8 Rumah Adat
BAB IV PENUTUP
         4.1 Kesimpulan
  4.2 Saran
Daftar Pustaka
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Budaya
Menurut Suwarto dan Agus Sumali (2007:42) mengemukakan bahwa  “budaya berasal dari kata buddayah bentuk jamak dari kata buddhi (bahasa sansekerta) yang artinya budi atau akal. Kebudayaan merupakan gabungan dari dua kata yaitu, budhi dan daya. Budi artinya akal pikiran. Daya artinya usaha, ikhtiar. Budaya adalah usaha, ikhtiar dari budi. Kebudayaan di artikan sebagai sesuatu yang bersangkutan dengan budi atau akal. Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut culture, Jerman menyebut kultur, bahasa belandanya kultuur.” Sedangkan menurut Enno Gelder (dalam Suwarto dan Agus Sumali) mengemukakan bahwa culture berasal dari kata colere, yang berarti mengerjakan, memelihara, memuja. Maksudnya mengerjakan atau mengolahtanah pertanian. Kultuur dikatakan usaha yang di lakukan pada barang atau daya pikir untuk memperbaiki atau memulihkannya.
Dari beberapa definisi tersebut maka dapat di simpulkan budaya adalah perilaku anggota masyarakat yang terbentuk dari hasil bekerja yang terdiri dari nilai-nilai, norma, kepercayaan yang dimiliki dan dilaksanakan bersama oleh anggota atau kelompok masyarakat tertentu.
Manusia adalah sebagai makhluk budaya. Jiwa manusia yaitu yang menyebabkan lahirnya kebudayaan itu. Peristiwa kebudayaan adalah peristiwa kejiwaan. Berpikir dan merasa bersumber pada jiwa. Pikiran dan perasaan membentuk kesadaran. Jalinan pikiran dan perasaan melahirkan kemauan. Kemauan itu dapat di perinci menjadi hasrat, keinginan, kehendak, tekad. Kemauan itu adalah awal dari tindakan atau prilaku perbuatan. Kemauan memberdakan manusia dari hewan dan tumbuhan. Perilaku perbuatan di jalankan oleh jasmani. Cita dan perilaku perbuatan di kerjakan menusia sehari-hari dan selama kehidupannya dalam bentuk kebudayaan mereka.
a.  Wujud kebudayaan
Menurut Kuntjaningrat, ada tiga wujud kebudayaan, yaitu :
1.     Sebagai suatu kompleks ide, gagasan, nilai, norma, peraturan.
2.     Sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3.     Sebagai benda-benda hasil karya manusia.

b.  Sifat hakikat kebudayaan
Meskipun setiap kelompok masyarakat memiliki kebudayaan yang berbeda satu sama lain, namun sifat hakikat kebudayaan yang berlaku secara umum juga melekat dalam pertumbuhan dan perkembangan setiap budaya masyarakat. Sifat hakikat tersebut antara lain sebagai berikut.
1.     Kebudayaan diwujudkan melalui perilaku manusia.
2.     Kabudayaan lahir sebelum generasi tertentu dan berkembang ke generasi berikutnya.
3.     Kebudayaan meliputi aturan-aturan yang berisi kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima atau di tolak, yang dilarang atau dibolehkan.
4.     Kebudayaan diperlukan oleh manusia yang di realisasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Ciri-ciri setiap kebudayaan merupakan sifat hakikat kebudayaan, namun demikian apabila seseorang ingin memahami sifat hakikat dari kebudayaan yang esensial, maka dia harus terlebih dahulu mampu memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada di dalamnya. Pertentangan tersebut antara lain :
1.     Berdasarkan pengalaman, kebudayaan bersifat universal, namun wujud kebudayaan memiliki cirri-ciri khusus sesuai dengan situasi dan lokasinya, oleh karenanya wujud kebudayaan sangat tergantung pada pengalaman-pengalaman anggota masyarakat penganutnya, contoh kebudayaan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, di mana setiap suku bangsa memiliki ciri-ciri kebudayaan tersendiri.
2.     Kebudayaan bersifat stabil dan juga dinamis.
3.     Kebudayaan menentukan jalannya kehidupan manusia meskipun jarang di sadari oleh manusia sendiri, gelaja tersebut secara singkat dapat di jelaskan bahwa walaupun kebudayaan merupakan atribut manusia akan tetapi tak mungkin seseorang meyakini atau mengetahui unsur-unsur kebudayaan.

2.2 Budaya Lokal dan Identifikasi Budaya Lokal
Menurut Suwarto dan Agus Sumali (2007:42) mengemukakan bahwa, budaya lokal adalah gagasan, tindakan dan hasil karya menusia yang tumbuh dan berkembang d dalam ruang lingkup daerah atau wilyah tertentu, misalnya budaya Jawa, budaya Sunda, budaya Melayu dan lain sebagainya. Pengertian budaya lokal adalah budaya atau kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di lokal atau daerah tertentu dengan pendukung manusia yang hidup dan bertempat tinggal di lokal atau daerah tersebut.
a.  Bentuk Budaya
Menurut Koentjaraningrat perwujudan budaya dibedakan menjadi tiga bentuk, antara lain :
1.     Bentuk gagasan
Budaya dalam bentuk ini bersifat abstrak, tidak dapa di raba, karena hanya ada dalam pikiran tiap warga penganut budaya yang bersangkutan. Gagasan yang telah dipelajari oleh setiap masyarakat pendukung budaya sejak dini sangat berpengaruh terhadap sifat dan cara berpikir serta prilaku masyarakat pendukung budaya tersebut. Gagasan itulah yang akhirnya menghasilkan berbagai karya manusia berdasarkan nilai-nilai dan cara berpikir serta prilaku mereka.
2.     Bentuk tindakan
Budaya dalam bentuk tindakan bersifat konkrit dan dapat di lihat, contoh pedagang berjualan, petani mencangkul dan lain sebagainya.
3.     Bentuk hasil karya
Budaya dalam bentuk hasil karya bersifat konkrit dapat dilihat dan diraba. Misalnya pengrajin rotan membuat hasil karya kursi rotan, dan lain sebagainya.
b.  Kepribadian dan kebudayaan
Menurut Theodore Of Newcomb, kepribadian merupakan organisasi sikap-sikap yang di miliki seseorag sebagai latar belakang terhadap perilaku. Kepribadian menunjukan pada organisasi sikap-sikap seseorang untuk berbuat, mengetahui, berpikir dan merasakan, khususnya apabila ia berhubungan dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan. Karena kepribadian merupakan abstraksi individu yang kelakuannya sebagaimana halnya dengan masyarakat dan kebudayaan maka ketiga aspek tersebut mempunyai hubungan yang saling memengaruhi satu sama lain.


Di dalam masyarakat seorang anggota masyarakat baru (termasuk bayi) akan memelajari norma-norma dan kebudayaan masyarakat di mana dia bertempat tinggal, proses ini di sebut sosialisasi. Sosialisai merupakan proses pembentukan sikap untuk berlaku yang sesuai dengan kelompoknya.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Iklim Geografis
Papua (suku asmat) terletak tepat di sebelah selatan garis khatulistiwa, namun kerana daerahnya yang bergunung-gunung maka iklim di Papua sangat bervariasi melebihi daerah Indonesia lainnya. Di daerah pesisiran barat dan utara beriklim tropika lembap dengan tadahan hujan rata-rata berjumlah diantara 1.500 – 7.500 mm pertahun. Tadahan hujan tertinggi terjadi di pesisir pantai utara dan di pegunungan tengah, sedangkan tadahan hujan terendah terjadi di pesisir pantai selatan. Suhu udara bervariasi sejajar dengan bertambahnya ketinggian. Untuk setiap kenaikan ketinggian 100 m ( 900 kaki ), secara rata-rata suhu akan menurun 0.6 °C.
Suku Asmat terletak pada kedudukan 0° 19′ – 10° 45′ LS dan 130° 45′ – 141° 48′ BT, menempati sesetengah bahagian barat dari Papua New Guinea yang merupakan pulau terbesar kedua selepas Greenland. Secara fizikal, Papua merupakan daerah (provinsi) terbesar di Indonesia, dengan luas daratan 21,9% dari jumlah kesuluruhan tanah seluruh Indonesia iaitu 421,981 km², membujur dari barat ke timur (Sorong – Jayapura) sepanjang 1,200 km (744 batu) dan dari utara ke selatan (Jayapura- Merauke) sepanjang 736 km (456 batu).
Selain daripada tanah yang luas, Papua juga memiliki banyak pulau sepanjang pesisirannya. Di pesisiran utara terdapat Pulau Biak, Numfor, Yapen dan Mapia. Pada bahagian barat ialah Pulau Salawati, Batanta, Gag, Waigeo dan Yefman. Pada pesisiran Selatan terdapat pula Pulau Kalepon, Komoran, Adi, Dolak dan Panjang, sedangkan di bahagian timur bersempadan dengan Papua New Guinea.

3.2 Ciri Fisik
Secara umum, kondisi fisik anggota masyarakat Suku Asmat, berperawakan tegap, hidung mancung dengan warna kulit dan rambut hitam serta kelopak matanya bulat. Disamping itu, Suku Asmat termasuk ke dalam suku Polonesia, yang juga terdapat di New Zealand dan Papua Nugini.
Suku asmat meiliki cara yang sangat sederhana untuk merias diri mereka. mereka hanya membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah. untuk menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan. sedangkan warnah hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang dihaluskan. cara menggunakan pun cukup simpel, hanya dengan mencampur bahan tersebut dengan sedikit air, pewarna itu sudah bisa digunkan untuk mewarnai tubuh.
 (Gambar: fisik Suku Asmat)
3.3 Sistem Perekonomian (Mata Pencaharian)
     Perekonomian suku Asmat mulai dibangun oleh Belanda melalui cabang perusahaan Imex Lumber Trade Company, bekerja sama dengan organisasi-organisasi penyiaran Agama Katholik, Belanda dan Kristen Amerika. Adat istiadat penyuluhan dihapus oleh Pemerintah RI dan melarang lembaga Yew, diganti dengan Balai Desa. Pembiayaan pembangunaan Irian jaya diperoleh dari bantuan melalui FUNDWI (Fund for the Development of West Irian). Peningkatan kesejahteraan suku Asmat terutama seni patung dan seni ukir, serta membina seniman asli (wow ipits) untuk meningkatkan kreativitasnya.
Orang-orang Asmat merasa dirinya bagian dari alam. Karena itulah mereka sangat menghormati dan menjaga alam sekitarnya bahkan, pohon di sekitar tempat hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang pohon menggambarkan tangan. Buah menggambarkan kepala. Akar menggambarkan kaki.
Sehari-hari orang Asmat bekerja di lingkungan sekitarnya, terutama untuk mencari makan. Anak-anak harus membantu orangtuanya. Mereka mencari umbi, udang, kerang, kepiting, dan belalang untuk dimakan. Sementara itu para bapak menebang pohon sagu serta berburu binatang di hutan. Bahan makanan yang sudah terkumpul dimasak oleh para ibu. Selain punya tugas memasak, para ibu juga mempunyai tugas menjaring ikan di rawa-rawa.
3.4 Sistem Politik (Pemerintahan)
Dalam sistem politik kemasyarakatan Asmat terdapat struktur paroh masyarakat dan pimpinan suku bangsa Asmat.
1.    Struktur Paroh Masyarakat
Masyarakat suku bangsa Asmat juga mengenal struktur paroh masyarakat atau aipem. Pemimpin aipem berinisiatif\ membicarakan pelaksanaan suatu aktivitas berburu, berkebun, merencanakan pengayuan yang memerlukan banyak orang.
2.    Pemimpin Suku Asmat
Pemimpin suku Asmat sederajat dengan warga lain, tetapi ia harus pandai dan ahli dalam pekerjaan atau aktivitas sosial tertentu. Ahli lain yang dianggap lebih terhormat dari pada pemimpin adalah seniman pahat atau wow ipits.
Dalam kehidupannya, Suku Asmat memiliki 2 jabatan kepemimpinan, yaitu
a. Kepemimpinan yang berasal dari unsur pemerintah dan
b. Kepala adat/kepala suku yang berasal dari masyarakat.
Sebagaimana lainnya, kapala adat/kepala suku dari Suku Asmal sangat berpengaruh dan berperan aktif dalam menjalankan tata pemerintahan yang berlaku di lingkungan ini. Karena segala kegiatan di sini selalu didiihului oleh acara adal yang sifatnya tradisional, sehingga dalam melaksanakan kegiatan yang sifatnya resmi, diperlukan kerjasama antara kedua pimpinan sangat diperlukan untuk memperlancar proses tersebut.
Bila kepala suku telah mendekati ajalnya, maka jabatan kepala suku tidak diwariskan ke generasi berikutnya, tetapi dipilih dari orang yang berasal dari fain, atau marga tertua di lingkungan tersebut atau dipilih dari seorang pahlawan yang berhasil dalam peperangan.
3.5 Proses Kehidupan
Dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat Suku Asmat, melalui berbagai proses, yaitu :
1.  Kehamilan, selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung atau ibu mertua.
2.  Kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan Sembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.
3.  Pernikahan, proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan mas kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson, maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap. Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum pria maupun wanita melakukannya di ladang atau kebun, disaat prianya pulang dari berburu dan wanitanya sedang berkerja di ladang. Selanjutnya, ada peristiwa yang unik lainnya dimana anak babi disusui oleh wanita suku ini hingga berumur 5 tahun.
4.  Agama, keagamaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di Suku Asmat dan dalam hal ketuhanan, Suku Asmat dapat dijadikan contoh bagi daerah lain. Majoriti penduduk Suku Asmat beragama Kristian, namun demikian, seiring dengan perkembangan kemudahan pengangkutan dari dan ke Suku Asmat maka jumlah orang yang beragama lain termasuk Islam juga semakin berkembang. Banyak mubaligh sama ada orang asing maupun rakyat Indonesia sendiri yang melakukan misi keagamaannya di pedalaman-pedalaman Suku Asmat. Mereka berperanan penting dalam membantu masyarakat sama ada melalui sekolah-sekolah mubaligh, bantuan perubatan mahupun secara langsung mendidik masyarakat pedalaman dalam bidang pertanian, mengajar Bahasa Indonesia dan pengetahuan-pengetahuan amali yang lain – lainnya. Mubaligh juga merupakan pelopor dalam membuka jalur penerbangan ke daerah-daerah pedalaman yang belum dibina oleh penerbangan biasa. Sebelum para misionaris pembawa ajaran agama datang ke wilayah ini, masyarakat Suku Asmat menganut Anisme. Dan kini, masyarakat suku ini telah menganut berbagai macam agama, seperti Protestan, Khatolik bahkan Islam.
5.  Bahasa, di Papua ini terdapat ratusan bahasa daerah yang berkembang pada kelompok etnik yang ada. Aneka perbagai bahasa ini telah menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi antara satu kelompok etnik dengan kelompok etnik lainnya. Oleh sebab itu, Bahasa Indonesia digunakan secara rasmi oleh masyarakat-masyarakat di Papua bahkan hingga ke pedalaman (Suku Asmat).
6.  Kematian, bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
3.6 Sistem Kekerabatan
Kehidupan suku bangsa Asmat dulunya adalah Semi Nomad, namun sekarang sudah ditinggalkan. Mereka tinggal di pegunungan yang saling berjauhan karena perasaan takut diserang musuh. Rumah Bujang merupakan tempat semua kegiatan desa dan upacara adat terpusat.
Dasar organisasi sosial masyarakat suku bangsa Asmat adalah keluarga inti monogamy kadang-kadang poligini. Kesatuan keluarga yang lebih luas yaitu uxorilokal yakni pasangan pengantin sesudah menikah berada di rumah keluarga yang lebih luas, atau avunkulokal, yaitu pasangan pengantin setelah menikah akan bertempat tinggal di rumah istri dari keluarga ibu. Tysem adalah tempat orang Asmat melaksanakan kegiatan sehari-hari dan tempat menyimpan senjata maupun peralatan untuk berburu, menangkap ikan, menanam dan berkebun.
Seorang ibu dewasa selalu harus mengalami upacara misiasi yang dilaksanakan di rumah terpusat keluarga klan yang disebut yew, yang merupakan rumah keramat, digunakan untuk melaksanakan berbagai upacara religi. Yew biasanya dikelilingi oleh 10 sampai 15 tysem.
3.7 Sistem Kesenian
Kesenian suku bangsa asmat erat kaitannya degan kehidupan religinya. Benda-benda kesenian asmat yang amat menarik adalah tiang-tiang Mbis dan perisai-perisai. Mbis dan perisai itu dapat diklasifikasikan kedalam 4 daerah yaitu :
a.     Gaya seni Asmat Hilir dan hulu sungai yang mengalir ke dalam teluk flamingo dan arah Pantai Casuarina benda kesenian gaya ini tergolong paling terkenal sejak tahun 1912. Sejak zaman ekspedisi militer Belanda pertama mereka tertarik pada tiang-tiang Mbis dengan patung-patung yang tersusun dari atas ke bawah menurut tata urut silsilah nenek moyang.
b.     Gaya Seni Asmat Barat Laut Kesenian perisai orang asmat barat laut berbentuk lonjong dengan bagian bawah yang agak melebar dan biasanya lebih padat dibanding perisai kesenian Asmat Hilir.
c.      Gaya Seni Asmat Timur Laut tampak khusus pada bentuk hiasan perisai yang biasanya berukuran sangat besar, kadang-kadang sampai melebihi tinggi orang.
d.     Gaya Seni Asmat Daerah Sungai Brazza, hal yang membuat gaya seni Asmat daerah sungai Brazza berbeda dengan yang lain adalah bagian kepalanya yang biasanya terpisah dari badan.
e.     Patung bis, adalah bentuk patung yang paling sakral. Namun kini membuat patung bagi Suku Asmat tidak sekadar memenuhi panggilan tradisi, sebab hasil ukiran itu juga mereka jual kepada orang asing di saat pesta ukiran. Mereka tahu hasil ukiran tangan dihargai tinggi antara Rp 100 ribu hingga jutaan rupiah di luar Papua. Patung dan ukiran umumnya mereka buat tanpa sketsa. Bagi Suku Asmat, di saat mengukir patung adalah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yang ada di alam lain. Hal itu dimungkinkan karena mereka mengenal tiga konsep dunia: Amat ow capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow campinmi (alam pesinggahan roh yang sudah meninggal), dan Safar (surga).
 (Gambar: patung Bis)
f.      Jenis tarian-tarian yang kita kenal di Suku Asmat : Tarian ular menghormati Maapuru puau, Tari Manaweang , Tejalu Meto’e, Tarian Iyaphae Oophae , Tarian akhokoy.

3.8 Rumah Adat
Suku Asmat memiliki rumah adat suku Asmat bernama Jew (Rumah Bujang). Rumah Jew memang memiliki posisi yang istimewa dalam struktur suku Asmat.  Di rumah bujang ini, dibicarakan segala urusan yang menyangkut kehidupan warga, mulai dari perencanaan perang, hingga keputusan menyangkut desa mereka. Jew adalah tempat yang dianggap sakral bagi suku Asmat. Ada sejumlah aturan adat di dalamnya yang harus dipelajari dan dipahami oleh orang Asmat sendiri, termasuk syarat membangun Jew.

Di dalam rumah adat suku Asmat ini juga tersimpan persenjataan suku Asmat seperti, tombak, panah untuk berburu, dan Noken. Noken adalah serat tumbuhan yang dianyam  menjadi sebuah tas. Tidak sembarang orang boleh menyentuh noken yang disimpan di dalam rumah adat suku Asmat ini.  Noken ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Ada syarat dan terapi-terapi tertentu yang harus dipatuhi pasien dan dipastikan sembuh. 

Seorang suku asmat di rumah bujang tersebut menceritakan bahwa pasien yang berobat secara adat, asal mematuhi aturan-aturan tersebut, kelak akan sembuh dalam waktu singkat.

Berikut beberapa hal menyangkut rumah adat suku Asmat (Jew) :
  • Rumah adat suku Asmat yang dibuat dari kayu ini selalu didirikan menghadap ke arah sungai.
  • Panjang rumah adat suku Asmat ini bisa berpuluh-puluh meter. Bahkan ada Jew yang panjangnya bisa sampai lima puluh meter dengan lebar belasan meter.
  • Sebagai tiang penyangga utama rumah adat suku Asmat, mereka menggunakan kayu besi yang kemudian diukir dengan seni ukir suku Asmat
  • Mereka tidak menggunakan paku atau bahan-bahan non alami lainnya, tapi orang Asmat menggunakan bahan-bahan dari alam seperti tali dari rotan dan akar pohon.
  • Atap rumah adat suku Asmat ini terbuat dari daun sagu atau daun nipah yang telah dianyam. Biasanya warga duduk beramai-ramai menganyamnya sampai selesai.
  • Jumlah pintu jew sama dengan jumlah tungku api dan patung bis. Patung Bis mencerminkan gambaran leluhur dari masing-masing rumpun suku Asmat. Mereka percaya patung- patung ini akan menjaga rumah mereka dari pengaruh jahat.Jumlah pintu ini juga dianggap mencerminkan jumlah rumpun suku Asmat yang berdiam di sekitar rumah adat suku asmat.
  (Gambar: rumah Jew Suku Asmat)

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Suku asmat termasuk kelompok lokal, karena kelompok nasionalnya adalah suku papua, suku asmat merupakan sarat mutlak adanya suku papua.
2. Dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat Suku Asmat, melalui berbagai proses, yaitu :
1.  Kehamilan, selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung alau ibu mertua.
2.  Kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan Sembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.
3.  Pernikahan, proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan mas kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson, maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap. Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum pria maupun wanita melakukannya di ladang atau kebun, disaat prianya pulang dari berburu dan wanitanya sedang berkerja di ladang. Selanjutnya, ada peristiwa yang unik lainnya dimana anak babi disusui oleh wanita suku ini hingga berumur 5 tahun.
4.  Agama, keagamaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di Suku Asmat dan dalam hal ketuhanan, Suku Asmat dapat dijadikan contoh bagi daerah lain. Majoriti penduduk Suku Asmat beragama Kristian, namun demikian, seiring dengan perkembangan kemudahan pengangkutan dari dan ke Suku Asmat maka jumlah orang yang beragama lain termasuk Islam juga semakin berkembang. Banyak mubaligh sama ada orang asing mahupun rakyat Indonesia sendiri yang melakukan misi keagamaannya di pedalaman-pedalaman Suku Asmat. Mereka berperanan penting dalam membantu masyarakat sama ada melalui sekolah-sekolah mubaligh, bantuan perubatan mahupun secara langsung mendidik masyarakat pedalaman dalam bidang pertanian, mengajar Bahasa Indonesia dan pengetahuan-pengetahuan amali yang lain – lainnya. Mubaligh juga merupakan pelopor dalam membuka jalur penerbangan ke daerah-daerah pedalaman yang belum dibina oleh penerbangan biasa.
5.  Bahasa, di Papua ini terdapat ratusan bahasa daerah yang berkembang pada kelompok etnik yang ada. Aneka perbagai bahasa ini telah menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi antara satu kelompok etnik dengan kelompok etnik lainnya. Oleh sebab itu, Bahasa Indonesia digunakan secara rasmi oleh masyarakat-masyarakat di Papua bahkan hingga ke pedalaman (Suku Asmat).
6.  Kematian, bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
3. Kesenian suku bangsa asmat erat kaitannya degan kehidupan religinya. Benda-benda kesenian asmat yang amat menarik adalah tiang-tiang Mbis dan perisai-perisai. Mbis dan perisai itu dapat diklasifikasikan kedalam 4 daerah yaitu :
a.  Gaya seni Asmat Hilir dan hulu sungai yang mengalir ke dalam teluk flamingo dan arah Pantai Casuarina benda kesenian gaya ini tergolong paling terkenal sejak tahun 1912. Sejak zaman ekspedisi militer Belanda pertama mereka tertarik pada tiang-tiang Mbis dengan patung-patung yang tersusun dari atas ke bawah menurut tata urut silsilah nenek moyang.
b.  Gaya Seni Asmat Barat Laut Kesenian perisai orang asmat barat laut berbentuk lonjong dengan bagian bawah yang agak melebar dan biasanya lebih padat dibanding perisai kesenian Asmat Hilir.
c.   Gaya Seni Asmat Timur Laut tampak khusus pada bentuk hiasan perisai yang biasanya berukuran sangat besar, kadang-kadang sampai melebihi tinggi orang.
d.  Gaya Seni Asmat Daerah Sungai Brazza, hal yang membuat gaya seni Asmat daerah sungai Brazza berbeda dengan yang lain adalah bagian kepalanya yang biasanya terpisah dari badan.
e.  Patung bis, adalah bentuk patung yang paling sakral. Namun kini membuat patung bagi Suku Asmat tidak sekadar memenuhi panggilan tradisi, sebab hasil ukiran itu juga mereka jual kepada orang asing di saat pesta ukiran. Mereka tahu hasil ukiran tangan dihargai tinggi antara Rp 100 ribu hingga jutaan rupiah di luar Papua. Patung dan ukiran umumnya mereka buat tanpa sketsa. Bagi Suku Asmat, di saat mengukir patung adalah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yang ada di alam lain. Hal itu dimungkinkan karena mereka mengenal tiga konsep dunia: Amat ow capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow campinmi (alam pesinggahan roh yang sudah meninggal), dan Safar (surga).
f.   Jenis tarian-tarian yang kita kenal di Suku Asmat : Tarian ular menghormati Maapuru puau, Tari Manaweang , Tejalu Meto’e, Tarian Iyaphae Oophae , Tarian akhokoy.
4.2 Saran
1. Bagi Pemerintah
Dalam rangka meningkatkan dan mengangkat budaya daerah diantaranya budaya Suku Asmat hendaklah pemerintah memperhatikan keberadaan budaya di daerah tersebut dengan memperkenalkan dalam pertunjukan nasional baik seni tari maupun seni pahat patung sebagai aneka ragam budaya Indonesia yang di kenal di manca Negara dan salah satu pengahsil devisa Negara.
2. Bagi Guru
Dengan adanya keanekaragaman budaya daerah diharapkan dapat memiliki manfaat langsung maupun tidak langsung untuk memperkaya bahan kajian dalam proses pendidikan dan dapat mengkontruksi pengetahuan melalui pengalaman belajar yang tepat.
3. Untuk siswa
Memberikan nuansa baru dalam menambah wawasan pengetahuan yang memungkinkan siswa berkesempatan untuk memperbaiki cara dan sikap dalam memahami budaya daerah yang beraneka ragam sebagai budaya nasional dan menumbuhkan rasa persatuan kebangsaan.

Daftar Pustaka

Suwarto W.A, Agus Sumali. (2007). Ilmu Pengetahuan Sosial, Bandung:Yudhistira.

shttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Asmatunting (Di akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:32 WIB)

http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1893522-suku-asmat/#ixzz1k6R8ygcG (Di akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:34 WIB)

http://www.lestariweb.com/Indonesia/Papua_People_Asmat.htm (Di akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:36 WIB)

http://www.katcenter.info (Di akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:38 WIB)

hhttp://asmat-galery.blogspot.com/ttp://www.infopapua.com (Di akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:40 WIB)

http://budayapapua.wordpress.com (Di akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:43 WIB)

http://aspal-putih.blogspot.com/2011/07/mengenal-suku-asmat-di-papua.html#ixzz1k6RbZLQ0 (Di akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:46 WIB)

http://galihpiero.multiply.com/journal/item/9?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem (Di akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:49 WIB)

http://andaru24.wordpress.com/2011/05/26/suku-asmat/ (Di akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:50 WIB)

1 komentar: