Minggu, 31 Agustus 2014

Makalah Kewarganegaraan “PERAN WAWASAN NUSANTARA DALAM MENJAGA KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA”,

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Situasi akhir-akhir ini kita melihat ada upaya kelompok-kelompok tertentu yang berupaya untuk memecah belah NKRI baik dari dalam maupun negara asing. Saat ini Indonesia telah kehilangan arah dan pegangan ideologi dalam kehidupan berbangsa & bernegara. Hal ini sangat berbahaya karena pemerintah tidak tahu harus membawa Indonesia kemana tanpa visi yang jelas, sementara digerogoti oleh elit yang korup. Pemerintah hanya bersifat reaktif dalam menjalankan tugasnya, tidak mempunyai program rencana ke depan. Rakyat terlantar, terutama setelah kenaikan BBM yang memukul roda perkonomian rakyat. Rakyat yang daerahnya kaya sumber daya alam harus mengalami kelaparan, busung lapar, penyakit merajalela. Permasalahan lain adalah penggusuran dengan ganti rugi yang tidak mencukupi, harga barang-barang membumbung tinggi,  biaya berobat yang mahal, pendidikan mahal akibatnya rakyat menjadi bodoh. Rakyat menuntut kemerdekaan karena ketidak adilan, sumber daya alam dikuras oleh negara asing sementara Indonesia hanya mendapatkan sebagian kecil. Situasi ini dimanfaatkan oleh negara asing seperti Amerika, Australia, dan sekutu-sekutunya untuk mendukung kemerdekaan daerah-daerah tersebut dengan maksud apabila daerah tsb merdeka, mereka akan lebih menguasai secara keseluruhan sumber daya alam dan pemerintahaan baru akan sangat bergantung pada negara asing seperti Amerika, Australia, dll untuk mendapatkan pinjaman. Siklus ini akan terus diterapkan didaerah-daerah lain. Negara-negara imperialis semakin mengukuhkan dirinya  pada negara yang baru berdiri.Contohnya adalah Timor Leste dan yang berikutnya adalah Aceh dan Papua.
Rakyat dihadapkan dengan aparat polisi dan TNI dalam memperjuangkan hak-hak rakyat tertindas. Sementara Pemerintah dan para elit hanya mementingkan keutuhan NKRI, tidak memperdulikan rakyat. Kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh pendiri bangsa, saat ini tidak dirasakan oleh rakyat kecil. Hak-hak rakyat seperti Pendidikan, Pekerjaan dengan gaji yang layak, Tempat tinggal yang layak, Kebutuhan dasar telah dilupakan oleh pemerintah dengan alasan uang negara tidak mencukupi harus hutang dengan negara-negara asing. Rakyat telah dibodohi, nyatanya adalah pemerintah tidak becus dalam menjalankan ketatanegaraan. Gerakan-gerakan rakyat harus menghentikan siklus tersebut, dengan tidak mendukung kemerdekaan suatu daerah tetapi harus memperjuangkan kemerdekaan hak-hak rakyat yang tertindas oleh rezim. Menjaga kemerdekaan Rakyat Indonesia = keutuhan NKRI. Kemerdekaan Rakyat tidak dapat ditawar-tawar oleh kebijakan  politik apa pun bentuknya.
Bagi sebuah negara besar seperti Indonesia, kekayaan budaya dan alam merupakan potensi sekaligus tantangan yang harus diselaraskan dengan benar. Jika tidak bisa-bisa kebesaran negara Indonesia akan berangsur surut dengan sendirinya dikarenakan gerakan separatis. Sebagai contoh adalah negara Uni Soviet yang dulu pernah disebut Super Power, hari ini negara itu sudah menjadi banyak negara-negara kecil. Kenyataan ini bisa dijadikan obyek belajar bagi negara Indonesia untuk menyiapkan ramuan yang jitu dalam menyiasati kebesaran negaranya yang terdiri dari banyak pulau, suku, bahasa, agama, dan kekayaan alam.
Menyadari hal itu negara merasa sangat perlu untuk mewujudkan persamaan cara pandang terhadap seluruh komponen negaranya, supaya tidak terjadi visi ganda dari masing-masing komponen bangsa. Setiap anggota masyarakat negara Indonesia diharapkan memiliki cara pandang yang sama, yang diharapkan mampu menumbuhkan rasa cinta, memiliki, dan akhirnya kesatuan untuk menjaga dan mempertahankan negara Indonesia ini sebagai sebuah kesatuan yang meliputi bumi, langit, udara, dan segala kekayaannya.
Hal inilah yang biasanya dikenal dengan sebutan wawasan nusantara. 
Perjalanan penanaman wawasan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Walaupun pada tataran ide sulit untuk dimengerti jika masih ada beberapa pihak yang menolak gagasan itu. Tetapi secara praktis tidak berarti semua pihak bisa benar-benar mempunyai pemaknaan yang sama terhadap makna wawasan nusantara.
Di dalam makalah ini, kami mencoba untuk menguraikan upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan NKRI dimulai dari diri kita sendiri dengan peran pendidikan wawasan nusantara.

1.2 Rumusan Masalah
      1. Apa pengertian wawasan nusantara ?
      2. Bagaimana penanaman wawasan nusantara ?
      3. Apa fungsi dan tujuan wawasan nusantara ?
      4. Apa peranan wawasan nusantara ?
      5. Bagaimana peranan wawasan nusantara terhadap kedaulatan ?
      6. Bagaimana implementasi wawasan nusantara ?
      7. Bagaimana keberhasilan wawasan nusantara ?
      8. bagaimana tantangan untuk wawasan nusantara ?
      9.Bagaimana proses hilang nya keutuhan wilayah ?
      10. Bagaimana upaya untuk memecahkan permasalahan wawasan nusantara ?

1.3 Tujuan Penelitian
      1. Mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan wawasan nusantara
      2. Untuk mengetahui penanaman wawasan nusantara
      3. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan wawasan nusantara
      4. Untuk mengetahui peranan dari wawasan nusantara
      5. Untuk mengetahui peranan wawasan nusantara terhadap kedaulatan
      6. Untuk mengetahui apa itu implementasi wawasan nusantara
      7. Untuk mengetahui apa saja keberhasilan wawasan nusantara
      8. Untuk mengetahui  tantangan wawasan nusantara
      9. Untuk mengetahui proses hilangnya keutuhan wilayah
      10. Untuk memecahkan upaya peramsalahan dalam wawasan nusantara

1.4 Metode Penelitian
Metode yang di gunakan dalam penyusunan makalah ini merupakan metode tinjauan kepustakaan yang bertujuan untuk mempelajari buku-buku yang relevan dengan masalah yang di teliti karena penyusun tidak melakukan tinjaun secara langsung terhadap objek pengamatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan wawasan nusantara terhadap NKRI.

1.5 Manfaat Penulisan
1. Bagi Pemerintah
Bisa dijadikan sebagai acuan pemerintah agar bisa lebih menata system ketahanan nasional lebih baik lagi dan bersikap serius dalam menghadapi masalah NKRI.
2. Bagi Dosen
Bisa dijadikan sebagai acuan dan sumbangsih dalam mengajar terutama pada materi ini agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
3. Bagi Mahasiswa
Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan wawasan nusantara untuk keutuhan NKRI.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan sekitarnya berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, bermartabat serta menjiwai tata hidup dalam mencapai tujuan perjuangan nasional. Wawasan Nusantara  merupakan pandangan geopolitik bangsa Indonesia dalam mengartikan tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara yang mencakup sesuai TAP MPR Nomor II/MPR/1983 tanggal 12 Maret 1983 dalam mencapai tujuan pembangunan nasional meliputi kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Hakikat wawasan nusantara adalah wawasan persepsi pada segenap komponen bangsa Indonesia sebagai dasar bagi terbangunnya rasa dan semangat nasional yang tinggi dalam semua aspek kehidupan nasional. wawasan nusantara merupakan norma-norma dasar yang perlu dipahami agar dapat dihayati cara pandang secara utuh dan menyeluruh meliputi, kepentingan bersama, keadilan, kesetiaan. Arah pandang wawasan nusantara untuk kepentingan nasional baik ke dalam untuk menjamin terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah maupun keluar demi terjaminnya kepentingan nasional dalam suasana dunia yang serba berubah.

2.2 Metode Penanaman Nilai-Nilai Wawasan Nusantara
Dari seluruh wilayah Indonesia 75 persen merupakan daerah pedesaan. Jika di hitung-hitung lagi, diantara 75 persen tersebut masih banyak yang merupakan daerah terbelakang atau terpencil. Bahkan diluar Jawa masih banyak daerah-daerah yang masih terdiri dari hutan perawan yang belum terjamah peradaban manusia. Jika pada sentral-sentral peradaban yaitu di kota sedang dilakukan penyadaran publik untuk melingkupi seluruh nusantara, maka permasalahan terbesar justru terjadi di wilayah-wilayah terpencil itu.
Permasalahan di mulai dari segi transportasi dan komunikasi. Selain itu terjadi pula kesenjangan pengetahuan yang cukup signifikan yang sangat berpengaruh terhadap hasil upaya penanaman nilai-nilai wawasan nusantara tersebut. Ambillah contoh daerah Papua pedalaman dibandingkan dengan daerah Jakarta Utara. Jika di Jakarta Utara rata-rata penduduk sudah mengenyam bangku pendidikan dan memperoleh informasi yang sangat banyak maka mudah bagi masyarakat itu untuk mengerti tujuan dari penanaman wawasan nusantara tersebut.
Namun menjadi sulit bagi masyarakat Papua pedalaman, karena mereka selain minim informasi dan pendidikan, juga sebenarnya mereka tidak benar-benar merasakan bahwa persoalan yang sedang ingin ditanggulangi dan tujuan dari penanaman wawasan nusantara itu sebagai suatu hal yang penting bagi mereka. Mereka sudah terbiasa dengan kehidupan yang sederhana dan konvensional yang sudah terjadi secara turun temurun. Perbedaan sejarah membuat adanya perbedaan perilaku dan sikap pula. Maka untuk mengatasi masalah ini secara komprehensif dan tepat sasaran, perlu digagas stretegi apa yang selayaknya diambil. Secara sederhana setidaknya ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi :
a.    Pola pendidikan/penanaman yang tepat bagi masing-masing daerah.
Karakteristik daerah dengan latar belakang kultur, agama dan adat yang berbeda perlu disikapi dengan pola pendidikan yang berbeda. Artinya penghormatan terhadap apa yang sebelumnya mereka anut atau lakukan sangat penting untuk dihormati keberadaannya. Penanaman nilai-nilai wawasan nusantara sebisa mungkin tidak bermuatan politis tetapi bermuatan kekeluargaan dan kerakyatan. Acara-acara atau momen-momen yang paling tepat untuk dijadikan ajang penanaman nilai-nilai wawasan nusantara justru pada saat acara adat/ritual yang biasa dilakukan di daerah tersebut. Sehingga masyarakat setempat merasa bahwa wawasan nusantara merupakan bagian integral dari budaya mereka sendiri. Walaupun seluruh masyarakat Indonesia itu sadar bahwa kemerdekaan itu penting dan begitu pula dengan persatuan dan kesatuannya, tetapi ketika hal itu diimplementasikan pada komponen-komponen pelaksananya termasuk pada penanaman nilai-nilai wawasan nusantara ini, bisa saja dianggap ‘politis’, karena secara manusiawi sangat mungkin terjadi manipulasi oleh para oknum pelaku pemerintahan.
Hal inilah yang sangat dikhawatirkan menjadi bumerang terhadap usaha penanaman nilai itu sendiri sehingga harus terjadi kerjasama yang baik antara masyarakat dengan pemerintah yang berwenang sehingga tidak terjadi manipulasi oleh para oknum pelaku pemerintahan.
b.    Intensitas permasalahan yang diangkat pada masing-masing daerah.
Setelah melalui pola pendidikan atau penanaman yang kekeluargaan, selanjutnya perlu diimbangi pula dengan keseimbangan logis dan emosional. Hal itu dilakukan dengan melihat potensi dan kekurangan pada masing-masing daerah. Sebagai contoh adalah daerah Papua; karena karakteristik masyarakatnya yang sedikit lebih terbelakang dari masyarakat lain, maka usaha penanaman nilai itu harus dibarengi dengan peningkatan pendidikan yang lebih gencar dari daerah lain. Tidak logis kiranya jika pada saat penanaman nilai itu dilakukan, kemudian konsentrasi pendidikan tidak dialihkan ke sini, sedangkan usaha eksploitasi sumber daya alamnya sudah dimulai, hal ini sangat potensial menimbulkan konflik, karena beberapa segi :
1.    Kesadaran masyarakatnya yang belum tinggi, sehingga potensial menimbulkan kesalahpahaman.
2.    Kesengajaan oknum pemerintah yang memanfaatkan keadaan senjang pendidikan tersebut untuk menguasai, sehingga meninggalkan aib bagi usaha penanaman wawasan nusantara itu.
c.    Pendekatan psikologis yang digunakan pada masing-masing daerah.
Pendekatan psikologis yang dimaksud adalah ketika suatu daerah memiliki kecenderungan kuat terhadap sebuah tradisi agama atau budaya yang kental, maka penanaman nilai ini harus menyesuaikan dengan latar belakang mereka. Sebagai contoh adalah daerah Islam, karena di dalam Islam diajarkan mengenai pemanfaatan kekayaan alam dan sumber daya manusia yang sangat detail dengan pembahasan halal-haram segala, maka jangan sampai usaha penanaman nilai-nilai wawasan nusantara, menyebabkan mengikisan fungsi kontrol agama yang sudah mereka anut. Bagaimana mungkin mendirikan banyak diskotik dengan alasan pariwisata dan pengkayaan potensi pariwisata, pada daerah yang sangat agamis, hal itu adalah pemaksaan sekaligus pelecehan terhadap nilai-nilai setempat yang sebenarnya tidak bertentangan dengan wawasan nusantara jika mau disikapi secara adil.
d.    Peran yang diberikan pada masing-masing daerah.
Peran yang dimaksud adalah menempatkan setiap daerah pada potensi dan kecenderungannya masing-masing. Artinya pada suatu daerah yang sangat kaya alamnya, maka diprioritaskan untuk membangun potensinya itu sebagai bagian integral dari pembangunan negara. Sedangkan pada daerah dengan potensi perdagangan misalnya, diberi kesempatan untuk mengembangkan daerahnya menjadi pusat perdagangan yang besar. Kepentingannya justru bagaimana memanfaatkan keberagaman itu pada sebuah kerjasama yang saling mendukung, dan bukannya saling menyaingi dan menjatuhkan. Semangat ini sangat tergantung pada pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pelaksana pemerintahan sebagai cermin dari kekonsistenan melaksanakan wawasan nusantara.

2.3 Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara
Fungsi wawasan nusantara sendiri bagi bangsa Indonesia yaitu disatu sisi merupakan pedoman dan rambu-rambu, sedangkan disisi lain menjadi penggerak dan pendorong dalam mencapai tujuan nasional dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia. Wawasan nusantara bertujuan untuk  memantapkan rasa dan sikap nasional yang tinggi, rasa senasib sepenanggungan, sebangsa setanah air, satu tekad bersama yang lebih mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingan orang perorangan kelompok, golongan, suku bangsa atau daerah di segala bidang/aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Kedudukan wawasan nusantara diposisikan sebagai Visi Nasional yang di dalam paradigma nasional berkedudukan sebagai landasan nasional dan berada pada tataran setelah landasan ideologi dan landasan konstitusional. Pembinaan dan penyelenggaraan tata kehidupan bangsa dan negara Indonesia disusun atas dasar hubungan timbal balik antara falsafah, cita-cita dan tujuan nasional serta kondisi sosial budaya dan pengalaman sejarah yang menumbuhkan kesadaran tentang kemajemukan dan kebhinekaannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional. wawasan nusantara mempunyai peran penting bagi bangsa indonesia yaitu sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu dalam menentukan kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi pemerintah yang merupakan wakil rakyat.

2.4 Peranan Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara berperan penting bagi kedaulatan suatu negara. Karena wawasan nusantara sangat berperan penting untuk membangun jiwa dan menumbuhkan rasa cinta tanah air. Dengan ditanamkanya wawasan nusantara sejak dini akan menciptakan suatu pola pikir dimana bahwa seluruh kekayaan bangsa indonesia ini baik dari sumber daya alamnya maupun dari sumber daya manusiaanya/budayanya yang merupakan warisan nenek moyang pejuang pendiri bangsa harus dijaga, dirawat  dan dilindungi dengan segenap jiwa raga dari tangan negara lain yang ingin merusak bangsa dan negara Indonesia tercinnta ini. Indonesia merupakan bangsa yang kaya dan subur sehingga sudah pasti banyak negara lain yang tergiur dengan segala kekayaan dan potensi luar biasa yang dimiliki bangsa indonesia. Wawasan nusantara yang ditanamkan pada generasi penerus bangsa ini akan mebentuk dan membangun jiwa nasionalisme dan rasa bersatu untuk bersama-sama menjaga tanah air dari segala ancaman negara lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
Masa depan bangsa berada di tangan generasi muda khususnya pelajar. Mereka adalah harapan kita. Generasi bintang. Sudah sepantasnya energi dan perhatian kita curahkan kepada pelajar demi terwujudnya masa depan bangsa yang memiliki ketahanan nasional yang tangguh. Jangan berharap terlalu besar untuk menumbuhkan nasionalisme dari generasi tua. Mahasiswa saja sudah sulit. Nasionalisme mereka memiliki makna yang berbeda-beda. Menurut Taufik Abdullah, mantan Ketua LIPI, krisis nasionalisme yang dialami bangsa Indonesia merupakan hasil sebuah proses kompleks sejarah kepemimpinan nasional yang memberikan dampak pada jiwa-jiwa rakyatnya. Bahkan dalam salah satu artikelnya ia mengatakan bangsa indonesia saat ini sedang mengalami  “Krisis Nasionalisme,”. Dengan demikian kaum pelajar  tidak  masuk dalam  kategori yang terkena krisis nasionalisme karena mereka termasuk lugu pada kasus ini.
Ancaman dan hambatan untuk pelajar menumbuhkembangkan rasa cinta tanah air adalah  lingkungan dan globalisasi. Dan  jangan lupa mereka adalah ‘Digital Native’ – lahir dan besar di era digital. Mereka lahir di masa yang memanjakan fisik dan mobilitas seseorang di mana pelajaran mengenai tugas dan kewajibannya sebagai warga negara menjadi sebuah hal yang membosankan dan jadul. Untuk itu kita sebagai tiang bangsa harus bisa menumbuhkembangkan rasa cinta tanah air dan harus bisa menerapkan wawasan nusantara dalam kehidupan berbangsa selain itu mengadakan seminar-seminar bertemakan nasionalisme harus sering diadakan untuk memupuk jiwa nasinalisme para generasi muda.
Pengetahuan tentang nusantara sangatlah penting demi terciptanya bangsa yang maju, kuat dan tangguh. Untuk menjadi bangsa yang tangguh jiwa rela berkorban untuk negara harus muncul dan ada pada setiap warga negara. Untuk itu Pendidikan Bela Negara harus diberikan sejak dini kepada generasi muda saat ini. Dalam penyampaiannyapun tentunya menggunakan sistem pembelajaran constructive and active learning, yang berarti serangkaian aktivitas belajar dibuat sehingga para peserta mampu secara otomatis mengetahui apa itu wawasan kejuangan, kebangsaan dan nusantara tanpa diberitahu oleh penyelenggara. Berbeda dengan passive learning seperti model perkuliahan di ruangan yang menuangi peserta bagaikan sebuah teko (guru) berisi air penuh mengalirkan air ke gelas (murid) yang kosong. Ini namanya spoonfeeding. Tak akan berhasil mencapai sasaran pembelajaran, yakni nasionalisme.
Bukankah kini outbond banyak digandrungi. Juga permainan pinball, dan soft air gun. Kegiatan yang memerlukan taktik dan sedikit adrenalin ini tentunya bisa menjadi bagian dari Pendidikan Bela Negara. Ini bisa dijadikan sebagai daya tarik pelajar. Belum lagi kalau mereka diperkenalkan dengan mobilitas pasukan dari Titik Bongkar (TB) ke Daerah Persiapan (DP) untuk melakukan penyerangan. Pastinya dalam perang konvensional, dari TB ke DP jaraknya tidaklah dekat dikarenakan titik sasaran berada di sebuah ketinggian. Mereka dapat melatih fisik mereka sembari menikmati alam.
Banyak sekali bagian dari Pendidikan Bela Negara yang bisa diperkenalkan dan diperlatihkan kepada pelajar dengan cara yang menyenangkan tanpa tekanan baik Pilih Jurit Tangkas (PJT), pertahanan, serangan, patroli, bahkan sampai pengenalan senjata. Yang penting outcome pembelajaran harus sudah diset termasuk skill dan knowledge yang diharapkan. Penggunaan sistem level juga sangat berarti agar siswa punya semangat untuk berkompetisi.
Masalah pendanaan dan promosi sepertinya bisa melibatkan pihak swasta. Bidang Bela Negara sudah selayaknya mendapatkan perhatian para pengusaha di samping pendidikan dan kesehatan, karena ketahanan nasional dan masa depan persatuan bangsa juga merupakan masalah bersama. Tentunya diperlukan departemen khusus untuk secara intensif menawarkan program ini kepada swasta dan juga insentifnya. Departemen yang ditunjuk harus bisa memberikan penyadaran betapa arti penting Pendidikan Bela Negara. Biasanya, perusahaan akan mem-blow up kegiatan CSR mereka melalui media massa. Dengan demikian diharapkan banyak pengusaha yang akan bergabung untuk mendukung program ini.
Perang terbuka memang  jangan sampai terjadi. Namun, walau nantinya harus terjadi Indonesia sudah siap dengan salah satu potensinya yakni sumber daya manusia yang memiliki keterampilan dasar tempur. Sehingga Wawasan Nusantara/pengetahuan Nusantara harus benar-benar diwariskan kepada generasi muda yang merupakan tiang bangsa kemudian diterapkan dalam sikap dan tingkah laku sebagai bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai ragam suku, ras dan budaya yang memiliki ciri khas daerahnya masing-masing namun tetap memiliki rasa satu kesatuan yang kuat untuk menjaga tanah air dari ancaman bangsa lain. Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan Wawasan Nusantara. Khususnya di bidang wilayah. Adalah diterimanya konsepsi nusantara di forum internasional. Sehingga terjaminlah integritas wilayah territorial Indonesia. Laut nusantara yang semula dianggap “laut bebas” menjadi bagian integral dari wilayah Indonesia. Pertambahan luas wilayah sebagai ruang lingkup tersebut menghasilkan sumber daya alam yang mencakup besar untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh dunia internasional terutama negara tetangga yang dinyatakan dengan persetujuan yang dicapai.
Dewasa ini kita menyaksikan bahwa kehidupan individu dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sedang mengalami perubahan. Dan kita juga menyadari bahwa faktor utama yang mendorong terjadinya proses perubahan tersebut adalah nilai-nilai kehidupan baru yang di bawa oleh negara maju dengan kekuatan penetrasi globalnya. Apabila kita menengok sejarah kehidupan manusia dan alam semesta, perubahan dalam kehidupan itu adalah suatu hal yang wajar, alamiah.
Dalam dunia ini, yang abadi dan kekal itu adalah perubahan. Berkaitan dengan wawasan nusantara yang syarat dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dan di bentuk dalam proses panjang sejarah perjuangan bangsa, apakah wawasan bangsa Indonesia tentang persatuan dan kesatuan itu akan terhanyut tanpa bekas atau akan tetap kokoh dan mampu bertahan dalam terpaan nilai global yang menantang Wawasan Persatuan bangsa. Tantangan itu antara lain adalah pemberdayaan rakyat yang optimal, dunia yang tanpa batas, era baru kapitalisme, dan kesadaran warga negara.

2.5 Peranan Wawasan Nusantara Terhadap Kedaulatan Nasional Kedepan
Wawasan Nusantara berperan penting terhadap kedaulatan suatu negara. Bagaimana mungkin suatu negara dapat berdiri dengan kuat jika rakyatnya belum memiliki rasa kesatuan yang kuat dan memiliki rasa kekeluargaan saling memiliki dan saling menjaga tanah airnya, dimana tanah airnya merupakan tempat dimana ia dilahirkan. Pengetahuan tentang Wawasan Nusantara dapat menumbuh kembangkan rasa cinta tanah air untuk menjaga tanah air dari segala bentuk ancaman negara lain yang tergiur dengan segala pesona kekayaan alam dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia. Untuk itu kita sebagai generasi muda yang merupakan tiang bangsa harus memiliki dua arah pandang Wawasan Nusantara yaitu:
a.    Arah Pandang ke Dalam
Arah pandang ke dalam bertujuan menjamin perwujudan persatuan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional , baik aspek alamiah maupun aspek sosial . Arah pandang ke dalam mengandung arti bahwa bangsa Indonesia harus peka dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi sedini mungkin faktor – faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa dan harus mengupayakan tetap terbina dan terpeliharanya persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan .
b.    Arah Pandang ke Luar
Arah pandang keluar ditujukan demi terjaminnya kepentingan nasional dalam dunia yang serba berubah maupun kehidupan dalam negeri serta dalam melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi , dan keadilan sosial , serta kerjasama dan sikap saling hormat menghormati . Arah pandang ke luar mengandung arti bahwa dalam kehidupan internasionalnya , bangsa Indonesia harus berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya dalam semua aspek kehidupan , baik politik , ekonomi , sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan demi tercapainya tujuan nasional sesuai dengan yang tertera pada Pembukaan UUD 1945 . Selain itu demi terciptanya kedaulatan nasional kedepan kita sebagai bangsa Indonesia harus memilki
§  Kesadaran cinta tanah air di kalangan masyarakat, untuk menumbuhkan semangat bela negara sebagai tanggung jawab setiap warga negara Indonesia.
§  Sistem informasi cepat dan deteksi dini yang menjangkau seluruh pelosok daerah guna mencegah timbulnya konflik dan perpecahan.
§  Mencegah munculnya daerah-daerah rawan karena faktor alam atau manusia yang akan menjadi penyebab berkembangnya berbagai bentuk konflik sosial yang merugikan kerukunan dan kedamaian masyarakat, mengganggu integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia
Diharapkan dengan adanya rasa saling memiliki dan rasa tanggung jawab bersama untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa inilah kedepannya bangsa Indonesia dapat menjadi negara yang kuat dan menjadi bangsa yang tidak mudah dipermainkan negara lain sehingga bangsa Indonesia dapat menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang kuat, dan mampu bertahan dalam kancah persaingan Internasional. Agar jangan sampai bangsa Indonesia kehilangan kekayaannya baik berupa kekayaan alamnya yang melimpah maupun kekayaan budayanya yang begitu beranekaragam. Jangan sampai kekayaan bangsa Indonesia nanti diklaim ataupun dirampas secara paksa oleh bangsa lain seperti yang lalu.
Bukti nyata yang sudah terjadi adalah lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia, sedangkan bukti sejarah jelas-jelas menyatakan bahwa pulau Sipadan dan pulau Ligitan adalah bagian dari wilayah Nusantara dan merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Bulungan di Kalimantan Timur.  Masih ada kemungkinan ancaman lain dari luar yang dapat merugikan Indonesia dalam mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, kondisi faktual diantaranya klaim Malaysia terhadap blok Ambalat di kalimantan Timur, klaim batas wilayah laut oleh Singapura dan batas-batas Negara Indonesia di daratan pulau Kalimantan, pulau Irian jaya dan pulau Timor.
Dihadapkan kepada kondisi bangsa Indonesia saat ini maka sudah mulai terjadi pengingkaran terhadap cita-cita Patih Gajah Mada sebagai nenek moyang bangsa Indonesia yang telah mempersatukan Nusantara melalui sumpahnya.  Bukti nyata yang sudah terjadi adalah lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia,sedangkan bukti sejarah jelas-jelas menyatakan bahwa pulau Sipadan dan pulau Ligitan adalah bagian dari wilayah Nusantara dan merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Bulungan di Kalimantan Timur.  Masih ada kemungkinan ancaman lain dari luar yang dapat merugikan Indonesia dalam mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, kondisi faktual diantaranya klaim Malaysia terhadap blok Ambalat di kalimantan Timur, klaim batas wilayah laut oleh Singapura dan batas-batas Negara Indonesia di daratan pulau Kalimantan, pulau Irian jaya dan pulau Timor. Sedangkan bangsa indonesia saat ini ada isu disintegrasi bangsa yang dilakukan oleh kelompok tertentu seperti diwilayah propinsi Irian jaya (Papua) yang mengarah kepada konflik vertikal dan kerusuhan sosial yang terjadi di beberapa daerah yang mengarah kepada konflik horizontal apabila dibiarkan terus berkembang maka dapat mengancam kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa. Sehingga perlu adanya pemahaman terhadap wawasan Nusantara sebagai wawasan kebangsaan Indonesia dan menjadi nilai dasar Ketahanan Nasional Indonesia, sebagaimana dikatakan oleh pakar ketahanan nasionalSayidiman Suryohadiprojo, Wawasan Nusantara adalah  cara pandang bangsa Indonesia terhadap eksistensi dirinya ditengah-tengah masyarakat Internasional. Secara prinsip, Indonesia adalah Negara kesatuan yang berlandaskan Pancasila.Sedangkan keanekaragaman ras, suku, agama dan bahasa daerah merupakan khasanah budaya yang dapat menjadi unsur pemersatu bangsa. Dengan demikian apa yang sudah dirintis oleh nenek moyang bangsa Indonesia dari masa kejayaan Kerajaan Majapahit perlu dipertahankan dan dilestarikan kedaulatannya oleh seluruh rakyat Indonesia dalam kerangka NKRI dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika. Implementasi wawasan nusantara.

2.6 Implementasi Wawasan Nusantara
Penerapan wawasan nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan kata lain, wawasan nusantara menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapi berbagai masalah menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Implementasi wawasan nusantara senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh. Keyakinan ini dibuktikan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak awal proses pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai sekarang. Dengan demikian wawasan nusantara menjadi pedoman bagi upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional untuk menjamin kesatuan, persatuan dan keutuhan bangsa, serta upaya untuk mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.
Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi melalui sosial budaya, ekonomi maupun politik luar negeri yang bebas aktif. Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut tampak dalam wujud pemerintahan yang kuat aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Di samping itu, implementasi wawasan nusantara mencerminkan tanggung jawab pengelolaan sumber daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antar daerah secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.
a.    Kekayaan di wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal dan milik bersama bangsa untuk memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia secara merata. Namun sayangnya hal tersebut belum sepenuhnya benar-benar terwujud, dalam pengelolaannya hasil kekayaan bangsa indonesia belum sepenuhnya dinikmati secara bersama-sama bahkan kekayaaan bangsa indonesia sering dikuasai oleh perusahaan swasta/pribadi hal ini membuktikan bahwa pemerintah bangsa indonesia belum sepenuhnya bisa menjadi wakil rakyat yang pro dengan rakyat. Mereka hanya mengatasnamakan dirinya untuk rakyat namun pada kenyataannya mereka masih memetingkan urusan pribadinya/usahanya sendiri, disamping itu pemerintah belum bisa membela aspirasi rakyatnya karena mereka cenderung berpihak kepada para pengusaha swasta berkantong tebal.
b.    Tingkat perkembangan ekonomi harus seimbang dan serasi di seluruh daerah tanpa mengabaikan ciri khas yang memiliki daerah masing-masing. Maksudnya pembangunan ekonomi harus merata diseluruh nusantara dengan cara membuka wilayah-wilayah yang terisolir menjadi daerah pusat perekonomian di indonesia yaitu dengan cara membuka jalur-jalur transportasi agar wilayah tersebut menjadi daerah yang ramai dan penuh dengan potensi perekonomian sehingga dapat menarik investor-investor untuk menanamkan modalnya diwilayah tersebut. Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah nusantara diselenggarakan sebagai usaha bersama dengan asas kekeluargaan dengan  sistem ekonomi kerakyatan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
c.    Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya. Peranan wawasan nusantara dalam kehidupan sosial budaya akan menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan hidup sekaligus karunia Tuhan. Implementasi ini juga akan menciptakan kehidupan masyarakat dan bangsa yang rukun dan bersatu tanpa membedakan suku, asal usul daerah, agama, atau kepercayaan,serta golongan berdasarkan status sosialnya. Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu kesatuan dengan corak ragam budaya yang menggambarkan kekayaan budaya bangsa. Budaya Indonesia tidak menolak nilai-nilai budaya asing asalkan tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa sendiri dan hasilnya dapat dinikmati.
d.    Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Pertahanan dan keamanan. Peranan wawasan nusantara dalam kehidupan pertahanan dan keamanan akan menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa, yang lebih lanjut akan membentuk sikap bela negara pada tiap warga negara Indonesia. Kesadaran dan sikap cinta tanah air dan bangsa serta bela negara ini menjadi modal utama yang akan mengerakkan partisipasi setiap warga negara indonesia dalam menghadapi setiap bentuk ancaman antara lain: 
§ Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakikatnya \adalah ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
§ Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam pertahanan dan keamanan Negara dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.

2.7 Keberhasilan Implementasi Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara agar menjadi pola yang mendasari cara berfikir, bersikap dan bertindak dalam rangka menghadapi, menyikapi dan menangani permasalahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berorientasi kepada kepentingan rakyat dan keutuhan wilayah tanah air yang mencakup implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan serta tantangan-tantangan terhadap Wawasan Nusantara diperlukan kesadaran setiap warga negara Indonesia untuk:
a.    Mengerti, memahami dan menghayati tentang hak dan kewajiban warga negara sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara.
b.    Mengeri, memahami dan menghayati tentang bangsa yang telah menegara bahwa di dalam menyelenggarakan kehidupan memerlukan Konsepsi Wawasan Nusantara yaitu Wawasan Nusantara sehingga sadar sebagai warga negara yang memiliki cara pandang/wawasan nusantara guna mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Untuk mengetuk hati nurani setiap warga negara Indonesia agar sadar bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diperlukan pendekatan /sosialisasi/ pemasyarakatan dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah, sehingga akan terwujud keberhasilan dari implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan nasional guna mewujudkan Ketahanan Nasional.Tantangan Implementasi Wawasan Nusantara.

2.8 Tantangan Wawasan Nusantara
Dewasa ini kita menyaksikan bahwa kehidupan manusia baik secara individu dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara semuanya sedang mengalami siatu proses perubahan dan kita juga menyadari bahwa faktor yang mendorong terjadinya proses perubahan tersebut adalah nilai-nilai kehidupan baru yang dibawakan oleh negara-negara maju dengan kekuatan penetrasi globalnya.
Tetapi jika kita menengok sejarah kehidupan manusia dan alam semesta itu sendiri perubahan dalam kehidupan itu adalah suatu hal yang wajar, yang alamiah. Tidak ada kehidupan dunia itu yang abadi atau kekal kecuali berkaitan dengan Wawasan Nusantara yang sarat dengan nilai-nilai budaya bangsa dan dibentuk dalam proses panjang sejarah perjuangan bangsa.
Akankah wawasan bangsa Indonesia tentang persatuan kesatuan itu larut atau hanyut tanpa bekas atau akan tetap kokoh dan mampu bertahan dalam terpaan dan gempuran nilai global yang menantang Wawasan Persatuan Bangsa Indonesia antara lain pemberdayaan rakyat yang optimal, dunia tanpa batas, serta era baru kapitalisme dan kesadaran warga negara.
a.    Pemberdayaan Masyarakat.
1.    JOHN NAISBIT. Dalam bukunya Global Paradox menulis “To be a global powers, the company must give more role to the smallest part”. Pada intinya global paradox memberikan pesan bahwa negara harus dapat memberikan peranan sebesar-besarnya kepada rakyatnya. Dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat untuk mencapai tujuan nasional hanya dapat dilaksanakan oleh negara-negara yang sudah maju dengan “Buttom Up Planning”, sedang untuk negara-negara berkembang seperti Negara Kesatuan Republik Indonesia masih melaksanakan program “Top Down Planning”, mengingat keterbatasan sumber daya alam, sehingga diperlukan landasan operasional berupa GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara).
2.    Kondisi Nasional. Pembangunan Nasional secara menyeluruh belum merata, sehingga masih ada beberapa daerah ketertinggalan pembangunan yang mengakibatkan keterbelakangan dalam aspek kehidupannya. Kondisi tersebut menimbulkan kemiskinan dan kesenjangan sosial di masyarakat, apabila kondisi ini berlarut-larut masyarakat di beberapa daerah tertinggal akan berubah pola pikir, pola sikap dan pola tindak, mengingat masyarakat sudah tidak berdaya dalam aspek kehidupannya. Hal ini merupakan ancaman bagi tetap tegak dan utuhnya NKRI. Dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat maka diperlukan prioritas utama pembangunan daerah tertinggal, agar masyarakat dapat berperan dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan diseluruh aspek kehidupan, yang di dalam pelaksanaannya diatur dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Dari uraian tersebut diatas tentang pesan Global Paradox dan Kondisi Nasional dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat dapat merupakan tantangan Wawasan Nusantara, sehingga pemberdayaan untuk kepentingan rakyat banyak perlu mendapat prioritas utama mengingat Wawasan Nusantara memiliki makna persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan untuk lebih mempererat kesatuan bangsa.
b.    Dunia Tanpa Batas.
1.    Perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).Perkembangan global saat ini sangat maju dengan pesat, didukung dengan perkembangan IPTEK yang sangat modern khususnya di bidang teknologi informasi, komunikasi dan transportasi seakan akan dunia sudah menyatu menjadi kampung sedunia, dunia menjadi transparan tanpa mengenal batas negara, sehingga dunia menjadi tanpa batas. Kondisi yang demikian membawa dampak kehidupan seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dapat mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan pola tindak seluruh masyarakat Indonesia di dalam aspek kehidupannya. Keterbatasan kualitas SDM Indonesia dibidang IPTEK merupakan tantangan serius menghadapi gempuran global, mengingat penguasaan IPTEK merupakan nilai tambah untuk berdaya saing di percaturan global.
2.    KENICHI OMAHE. Dengan dua bukunya yang terkenal dengan“Borderless World dan The End Of The Nation State”,mengatakan bahwa, dalam perkembangan masyarakat global, batas-batas wilayah negara dalam arti geografi dan politik masih relatif tetap, namun kehidupan suatu negara tidak mungkin dapat membatasi kekuatan global yang berupa informasi, investasi, industri dan konsumen yang makin individual. Kenichi Omahe juga memberikan pesan bahwa untuk dapat menghadapi kekuatan global suatu negara harus mengurangi peranan pemerintahan pusat dan lebih memberikan peranan kepada pemerintah daerah dan masyarakat. Hal ini kiranya dapat dimengerti bahwa, dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, berarti memberikan kesempatan berpartisipasi yang lebih luas kepada seluruh masyarakat. Apabila masyarakat yang dilibatkan dalam upaya pembangunan, maka hasilnya akan lebih meningkatkan kemampuan dan kekuatan bangsa dalam percaturan global.
Dari uraian tersebut diatas, tentang perkembangan IPTEK dan perkembangan masyarakat global dikaitkan dengan Dunia Tanpa Batasdapat merupakan tantangan Wawasan Nusantara, mengingat perkembangan tersebut akan dapat mempengaruhi masyarakat Indonesia dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak didalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c.    Era Baru Kapitalisme.
1.    SLOAN AND ZUREKER. Dalam bukunya “Dictionary Of Economics”, menyebutkan tentang kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan atas hak milik swasta atas macam-macam barang dan kebebasan individu untuk mengadakan perjanjian dengan pihak lain dan untuk berkecimpung dalam aktivitas-aktivitas ekonomi yang dipilihnya sendiri berdasarkan kepentingan sendiri serta untuk mencapai laba guna diri sendiri. Di era baru kapitalisme bahwa sistem ekonomi untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan aktivitas-aktivitas secara luasdan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat, sehingga di dalam sistem ekonomi diperlukan strategi baru yaitu adanya keseimbangan.
2.    LESTER THUROW. Didalam bukunya “The Future Of Capitalism”, ditegaskan antara lain bahwa untuk dapat bertahan dalam era baru kapitalisme harus membuat strategi baru yaitu keseimbangan (balance) antara paham individu dan paham sosialis. Dikaitkan dengan era baru kapitalisme tidak terlepas dari globalisasi, maka negara-negara kapitalis yaitu negara-negara maju dalam rangka mempertahankan eksistensinya dibidang ekonomi menekan negara-negara berkembang dengan menggunakan isu global yang mencakup demikratisasi, HAM (Hak Asasi Manusia) dan lingkungan hidup. Strategi baru yang ditegaskan oleh Lester Thurow pada dasarnya telah tertuang dalam falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila yang mengamanatkan keharmonisan kehidupan yang serasi,selaras dan seimbang antara individu, masyarakat, bangsa, manusia dan dalam semesta serta penciptanya.
Dari uraian di atas, tentang definisi kapitalisme yang semula untuk keuntungan diri sendiri dan kemudian berkembang strategi baru guna mempertahankan paham kapitalisme di era globalisasi, menekan negara-negara berkembang termasuk Indonesia dengan isu global. Hal ini sangat perlu diwaspadai karena merupakan tantangan bagi Wawasan Nusantara.
d.    Kesadaran Warga Negara.
1.    Pandangan Bangsa Indonesia Tentang Hak dan Kewajiban.Bangsa Indonesia melihat bahwa hak tidak terlepas dari kewajiban, maka manusia Indonesia baik sebagai warga negara maupun sebagai warga masyarakat, mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Hak dan kewajiban dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan, karena merupakan satu kesatuan tiap hak mengandung kewajianban dan demikian sebaliknya, kedua-duanya merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Negara kepulauan Indonesia di dasarkan atas paham negara kesatuan, menempatkan kewajian di muka sehingga kepentingan umum atau masyarakat, bangsa dan negara harus didahulukan dari kepentingan pribadi dan golongan.
2.    Kesadaran Bela Negara. Pada waktu merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia menunjukkan kesadaran bela negara yang optimal, dimana seluruh rakyat bersatu padu berjuang tanpa mengenal perbedaan, tanpa pamrih dan tidak mengenal menyerah yang ditunjukkan dalam jiwa heroisme dan patriotisme karena senasib sepenanggungan dan setia kawan melalui perjuangan fisik mengusir penjajah untuk merdeka. Di dalam mengisi kemerdekaan perjuangan yang dihadapi adalah perjuangan non fisik yang mencakup seluruh aspek kehidupan, khusunya untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme, mengusai IPTEK, meningkatkan kualitas SDM guna memiliki daya saing /kompetitif, transparan dan memelihara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Didalam perjuangan non fisik secara nyata kesadaran bela negara mengalami penurunan yang sangat tajam bila dibandingkan dengan perjuangan fisik, hal ini dapat ditinjau dari kurangnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan adanya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI, sehingga mengarah ke disintegrasi bangsa.

Dari uraian tersebut, perihal pandangan bangsa Indonesia tentang hak dan kewajiban serta kesadaran bela negara, apabila dikaitkan dengan kesadaran warga negara secara utuh mengalami penurunan kesadaran didalam persatuan dan kesatuan, mengingat anak-anak bangsa belum sepenuhnya sadar sebagai warga negara yang harus selalu mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi dan atau golongan. Kondisi yang demikian dapat merupakan tantangan bagi Wawasan Nusantara.

2.9 Hilangnya Keutuhan Wilayah NKRI
a.    Kasus Sipadan dan Ligitan
Posisi kasus, awal mula kasus itu dimulai pada tahun 1968, ketika Malaysia bereaksi terhadap perjanjian kerjasama antara Indonesia dengan Japex (Japan Exploration Company Limited) tahun 66. Malaysia juga melakukan kerjasama dengan Sabah Teiseki Oil Company tahun 68, sebagai tanggapan terhadap kegiatan eksplorasi laut di wilayah Sipadan. Tahun 1969, Malaysia mulai melakukan klaim bahwa Sipadan Ligitan merupakan wilayah Malaysia, yang hal ini langsung di tolak oleh pemerintah Indonesia. Serangkaian perjanjian, lobi, diplomasi berlangsung dengan cara “Asian Way”, sebuah cara yang mengedepankan dialog, dengan menghindari konflik militer. Akhirnya masalah itu menjadi redam dalam tanda kutip, artinya dialog tentang perselisihan itu dicoba dilakukan dengan cara “sambil minum teh”. Indonesia sungguh terbuai dengan model seperti itu sehingga Indonesia tiba-tiba kaget ketika pada bulan Oktober tahun 1991, Malaysia tiba-tiba mengeluarkan peta yang memasukkan Sipadan dan Ligitan ke wilayah Malaysia, dan tragisnya Indonesia juga tidak tahu kalau di Sipadan telah dibangun turisme dan arena diving yang sangat bagus. Kemudian pada tahun 1997 Indonesia dan Malaysia bersepakat untuk menyerahkan masalah tersebut ke International Court of Justice, the Hague di Belanda.
Putusan Mahkamah Internasioanal, pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkain kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.
Pembahasan penyelesaian sengketa yang akhirnya diserahakan kepada Mahkamah Internasional ini pada hakikatnya merupakan keberhasilan diplomasi dari pihak Malaysia dan Indonesia. Cara damai yang ditempuh Indonesia dan Malaysia akan memberikan dampak yang besar bagi kawasan Asia Tenggara, seperti misalnya cara penyelesaian kedua belah pihak (Malaysia-Indonesia) yang menyerahkan persoalan ini seutuhnya kepada Mahkamah Internasional dapat ditiru sebagai salah satu model penyelesaian klaim-klaim teritorial lain antar negara anggota ASEAN yang masih cukup banyak terjadi, misalnya klaim teritorial Malaysia dan Thailand dengan hampir semua negara tetangganya.
Satu hal yang perlu disesali dalam mekanisme penyelesaian konflik Sipadan dan Ligitan adalah tidak dipergunakannya mekanisme regional ASEAN. ASEAN sebagai satu forum kerja sama regional, sangat minimal perannya dalam pemecahan perbatasan. Hal ini karena dipandang sebagai persoalan domestik satu negara dan ASEAN tidak ikut campur tangan di atasnya. Sesungguhnya, ASEAN sendiri sudah merancang terbentuknya sebuah Dewan Tinggi (High Council) untuk menyelesaikan masalah-masalah regional. Dewan ini bertugas untuk memutuskan persoalan-persoalan kawasan termasuk masalah klaim teritorial. Namun keberatan beberapa anggota untuk membagi sebagian kedaulatannya merupakan hambatan utama dari terbentuknya Dewan Tinggi ini. Akibat jatuhnya Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia terjadi dampak domestik yang tak kalah hebatnya, banyak komentar maupun anggapan bahwa Departemen Luar Negerilah penyebab utama lepasnya Sipadan-Ligitan mengingat seharusnya Departemen Luar Negeri dibawah kepemiminan Mentri Luar Negeri Hasan Wirajuda mampu mempertahankan Sipadan-Ligitan dengan kekuatan diplomasinya. Memang masih banyak revisi dan peninjauan yang harus dilakukan para diplomat kita dan juga cara Departemen Luar Negeri dalam menangani masalah internasional. Namun, bukanlah merupakan hal yang bijaksana bila kita menyalahkan Departemen Luar Negeri sebagai satu-satunya pihak yang menyebabkan lepasnya Sipadan dan Ligitan, mengingat kronologi konflik Sipadan dan Ligitan yang sudah berumur lebih dari empat dasawarsa tersebut. Kedua negara telah melakukan pertemuan-pertemuan baik formal maupun informal, secara bilateral maupun melalui ASEAN dalam menyelesaikan sengketa Sipadan dan Ligitan sejak tahun 1967. Indonesia dan Malaysia juga sama-sama kuat dalam mengajukan bukti historis terhadap klaim mereka masing-masing.
Akhirnya pada tanggal 31 Mei 1997 pada akhir masa pemerintahan Soeharto, Soeharto menyepakati untuk menyerahkan masalah yang tak kunjung selesai ini ke mahkamah internasional dengan pertimbangan untuk menjaga solidaritas sesama negara kawasan dan penyelesaian dengan cara damai. Perlu kita tahu di sini adalah selama jangka waktu yang panjang tersebut pihak Republik Indonesia tidak pernah melakukan suatu usaha apapun dalam melakukan manajemen dan pemeliharaan atas Sipadan-Ligitan. Kita seolah mengabaikan kenyataan bahwa secara “de facto” pulau tersebut telah efektif dikuasai oleh Malaysia. Bahkan sejak tahun 1974 Malaysia sudah mulai merancang dan membangun infra struktur Ssipadan-Ligitan lengkap dengan fasilitas resort wisata. Kita seakan membiarkan saja hal ini terjadi tanpa melakukan apapun atau bahkan melakukan hal yang sama. Kesalahan kita ialah kita terlalu cukup percaya diri dengan bukti yuridis yang kita miliki dan bukti bahwa mereka yang bertempat tinggal di sana adalah orang-orang Indonesia. Tentu saja bukti ini sangat lemah mengingat bangsa Indonesia dan bangsa Malaysia berasal dari rumpun yang sama dan agaknya cukup sulit membedakan warga Indonesia dan warga Malaysia dengan hanya berdasarkan penampilan fisik maupun bahasa yang dipergunakannya. Terlebih lagi sudah menjadi ciri khas di daerah perbatasan bahwa biasanya penduduk setempat merupakan penduduk campuran yang berasal dari kedua negara. Melihat pertimbangan yang diberikan oleh mahkamah internasional, ternyata bukti historis kedua negara kurang dipertimbangkan. Yang menjadi petimbangan utama dari mahkamah internasional adalah keberadaan terus-menerus dalam (continuous presence), penguasaan efektif (effectrive occupation) dan pelestarian alam (ecology preservation). Ironisnya ternyata hal-hal inilah yang kurang menjadi perhatian dari pihak Indonesia. Apabila ditelaah lebih dalam, seharusnya ketiga poin di atas ialah wewenang dan otoritas dari Departemen Luar Negeri beserta instansi lainnya yang berkaitan, tidak terkecuali TNI terutama Angkatan Laut, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kelautan, Departemen Pariwisata dan lembaga terkait lainnya. Sesungguhnya apabila terdapat koordinasi yang baik antar lembaga untuk mengelola Sipadan-Ligitan mungkin posisi tawar kita akan menjadi lebih baik. Di samping itu tumpang tindih pengaturan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan beberapa negara tetangga juga berpotensi melahirkan friksi dan sengketa yang dapat mengarah kepada konflk internasional. Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan, isu maritim selayaknya menjadi perhatian dan melibatkan aneka kepentingan strategis, baik militer maupun ekonomi. Berkaitan dengan batas teritorial ada beberapa aspek yang dialami Indonesia. Pertama, Indonesia masih memiliki “Pulau-pulau tak bernama”, membuka peluang negara tetangga mengklaim wilayah-wilayah itu. Kedua, implikasi secara militer, TNI AL yang bertanggung jawab terhadap wilayah maritim amat lemah kekuatan armadanya, baik dalam kecanggihan maupun sumber daya manusianya. Ketiga, tidak adanya negosiator yang menguasai hukum teritorial kewilayahan yang diandalkan di forum internasional. Pembenahan secara gradual sebenarnya dapat dimulai dari tataran domestik untuk menjaga teritorialnya. Pertama, melakukan penelitian dan penyesuaian kembali garis-garis pangkal pantai (internal waters) dan alur laut nusantara (archipelagic sea lanes). Hal ini perlu segera dilakukan untuk mencegah klaim-klaim dari negara lain. Namun sekali lagi, Hal ini memerlukan political will pemerintah. Kedua, mengintensifkan kehadiran yang terus-menerus, pendudukan intensif dan jaminan pelestarian terhadap pulau perbatasan. Tidak terpenuhinya unsur-unsur itu menyebabkan Sipadan-Ligitan jatuh ke Malaysia. Tantangan keamanan maritim yang mengemuka memungkinkan konflik antarnegara (inter-state conflict). Konflik antarnegara merujuk tingkat kompetisi antarnegara untuk mendapat sumber daya alam dan klaim berkait batas-batas nasional dan teritorial. Isu sekuritisasi maritim saat ini masih kurang mendapat perhatian serius, kecuali pada saat- saat tertentu, yaitu ketika kedaulatan kita merasa dilanggar negara lain. Akibatnya fatal, kelengahan pemerintah menggoreskan sejarah pahit, di antaranya, lepasnya Timor Timur dan Sipadan Ligitan. Lebih jauh lagi, hal ini juga berpengaruh pada tingkat kesiapan domestik, armada pengamanan kelautan kita dalam mengatasi ancaman dari luar negeri. Kemampuan militer armada laut kita amat minim apalagi jika dibandingkan dengan luas wilayah. Belum lagi berbicara kecanggihan peralatan militer yang “tidak layak tempur” karena usia tua dengan rata-rata pembuatan akhir 1960-an dan tahun rekondisi 1980-an. Maka dapat dikatakan, alat utama sistem persenjataan merupakan “besi tua yang mengambang” dan tidak mampu melakukan tugas pengamanan secara menyeluruh. Terkait pembangunan kekuatan armada TNI AL, kini peralatan militer kita amat jauh dari standar pengamanan wilayah teritorial. Ditilik dari kuantitas, TNI AL memiliki 114 kapal, terdiri dari berbagai tipe dengan rentang waktu pembuatan 1967 dan 1990. Armada kapal buatan tahun 1967 direkondisi tahun 1986 hingga 1990-an. Padahal, guna melindungi keamanan laut nasional Indonesia sepanjang 613 mil dibutuhkan minimal 38 kapal patroli. Dari armada yang dimiliki TNI AL itu, 39 kapal berusia lebih dari 30 tahun, 42 kapal berusia 21-30 tahun, 24 kapal berusia 11-20 tahun, dan delapan kapal berusia kurang dari 10 tahun. Dalam relasi dunia modern sekarang ini, tindakan penyerangan dengan persenjataan dianggap sebagai langkah konvensional primitif. Oleh karena itu, mengedepankan jalur diplomatis menjadi pilihan utama dan logis. Namun, kembali lagi adanya pengalaman pahit terkait lepasnya wilayah-wilayah Indonesia menjadikan publik menaruh pesimistis atas kemampuan tim diplomatik kita. Apalagi, sepertinya kita lalai dalam merawat perbatasan. Atas dasar alasan itu, bisa jadi wilayah-wilayah lain akan menyusul. Pemerintah juga tidak memiliki upaya proaktif, dan cenderung reaktif dalam forum diplomatik untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia, termasuk persoalan perbatasan di forum internasional. Hal ini terlihat dari minimalnya perhatian pemerintah terhadap persoalan perbatasan dan kedaulatan RI atas negara lain. Contoh yang paling nyata, tiadanya penamaan atas pulau-pulau “tak bernama’ yang tersebar di wilayah perbatasan Indonesia. Belum lagi alasan-alasan, misalnya, terkait pelestarian lingkungan yang masih jauh dari perhatian Pemerintah Indonesia.
b.    Konflik Poso
1.    Konflik Poso 1
1)    Tahun 1992: Rusli Laboio, yang awalnya beragama Islam pindah ke agama Kristen dan menjadi seorang pendeta, yang dalam makalahnya menghujat Nabi Muhammad saw.
2)    Tahun 1995: terjadi peristiwa Malade, kelompok pemuda Kristen yang berlatih bela diri taekwondo melempari masjid di Tegalrejo yang kemudian dibalas oleh 300 pemuda Tegalrejo dan Lawanga dengan melakukan perusakan rumah.
3)    Tahun 1998: perkelahian sekelompok remaja Kristen Lombogia dengan remaja masjid Pondok Pesantren Darussalam, ke Kelurahan Sayo. Kejadian ini bertepatan dengan suksesi bupati Poso, Arief Patanga dan bertepatan dengan bulan Ramadan. Hal ini juga diikuti dengan penghancuran tempat penjualan minuman keras, panti-panti pijat, biliar, dan hotel-hotel yang diduga digunakan sebagai tempat maksiat, yang sebagian besar milik warga nonmuslim.
2.    Konflik Poso II
Pada tanggal 15 April 2000: berita yang ditulis harian Mercusuar memuat hasil wawancara dengan anggota DPRD Sulawesi Tengah, Chaelani Umar yang mengatakan, ”Jika aspirasi yang menghendaki Drs. Damsyik Ladkjalani menjadi Sekwilda Poso diabaikan oleh pemerintah daerah, Kota Poso akan dilanda kerusuhan yang bernuansa sara, seperti yang telah terjadi pada tahun 1998.” Kemudian terjadi lagi perkelahian pemuda di terminal yang melibatkan warga Lombogia dan Kayamanya di mana 127 rumah, 2 gereja, sekolah Kristen, dan gedung Bhayangkari dibakar.
3.    Konflik Poso III
Pada tanggal 16 Mei 2000 pembunuhan warga muslim di Taripa, yang disusul dengan isu penyerangan dari arah Tentena oleh pasukan merah sebagai balasan konflik April yang diperkuat dengan terjadinya pengungsian warga Kristen. Isu tersebut benar adanya, dimulai dengan penyerangan oleh kelompok Cornelis Tibo (pasukan kelelawar / ninja yang berpakaian hitam-hitam). Pembantaian terjadi di Pondok Pesantren Wali sanga dengan 70 orang tewas. Suasana menjadi mencekam karena masyarakat kekurangan bahan makanan dan bahan bakar. Gelombang penyerangan kedua dipimpin oleh Ir. Lateka yang menamakan Pejuang Pemulihan Keamanan Poso yang gagal karena mendapat perlawanan dari kelompok putih pimpinan Habib Saleh Al Idrus yang berhasil menewaskan Ir. Lateka.
4.    Konflik Poso IV dan V
Konflik ke-4 dan ke-5 pada dasarnya merupakan bagian dari konflik ke-3 karena beberapa media massa lokal dan nasional membagi konflik- konflik ini berdasarkan waktu dan kurang jelas mengungkap latar belakang dan pemicu dalam setiap kerusuhan baru. Pada tahun 2001 suasana masih rusuh, bahkan menyebar ke pelosok-pelosok sampai ke Kabupaten Morowali yang melibatkan laskar-laskar dari kedua belah pihak. Sumber: www.pu.go.id
Penyelesaian Konflik Poso, Empat Kesepakatan Diimplementasikan. Jakarta, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan, ada empat hal pokok yang telah menjadi kesepakatan ber­sama dalam penyelesaian konflik Poso. Kesepakatan yang merupakan hasil dialog pemerintah dengan tokoh masyarakat dan agama di Poso Minggu (29/10) itu akan segera diimplementasi­kan dalam langkah konkret.
Kesepakatan pertama dalam pertemuan itu, menurut Wa­pres, adalah tentang penekan­an penyelesaian masalah secara damai melalui dialog yang me­libatkan semua pihak. Untuk mewujudkan ini, antara lain de­ngan menghidupkan kembali kelompok kerja Malino dalam rangka meningkatkan silatu­rahmi dan dialog antartokoh agama dan masyarakat.
Dalam kesepakatan kedua, menurut Wapres, seluruh pi­hak menyatakan bahwa aksi te­ror yang terjadi di Poso diang­gap sebagai musuh bersama yang harus diatasi. “Kita harus atasi secara terbuka, artinya transparan. Semua harus mem­berikan saksi. Kita selesaikan secara hukum,” kata Wapres da­lam konferensi pers, kemarin.
Ketiga, khusus insiden di Ta­nah Runtuh, Wapres mengung­kapkan disetujui pembentukan tim investigasi pencari fakta. Tim ini akan diketuai oleh pejabat dari Kementerian Politik, Hu­kum, dan Keamanan dengan melibatkan TNI, Polri, dan MUI (Melis Ulama Indonesia).
Sebagai kesepakatan keempat, demikian Wapres, pemerintah berencana menghidupkan kondisi sosial dan ekonomi di Poso. Rencananya, pemerintah akan mengirimkan Menteri Sosial (Mensos) dan Menteri Pekerjaan Umum guna melihat kondisi sosial dan ekonomi di Poso. Bahkan, pemerintah pusat akan mengeluarkan dana pendukung untuk hal ini. “Kita akan memberikan da­na yang cukup untuk mengge­rakkan ekonomi masyarakat agar generasi muda bisa beker­ja,” jelas Wapres.
Terkait hal ini, Departemen Sosial telah menyiapkan dana sebesar Rp18 miliar untuk pro­gram rehabilitasi sosial konflik di Poso. Dana tersebut akan di­gunakan untuk pembangunan infrastruktur lingkungan dan pemberdayaan ekonomi masya­rakat korban konflik. “Sesuai Su­rat Kuasa Pengguna Anggaran (SKPA) dana yang telah diang­garkan Rp18 miliar untuk Poso,” kata Direktur Jenderal Ja­minan Bantuan Sosial Departe­men Sosial (Depsos) Chazali H Situmorang.
Sementara itu, Wapres dalam kesempatan itu menegaskan pula, pemerintah melalui kepo­lisian telah menangkap banyak pelaku teror di Poso yang terjadi beberapa waktu lalu. Pernyata­an Wapres ini didukung papar­an Wakadiv Humas Mabes Polri Brigjen Pol Anton Bachrul Alam. Dikatakan Anton, selama ini Polri terus intensif melaku­kan penyidikan terhadap kasus-­kasus yang terjadi di sana.
Anton mengatakan, serangkaian kerusuhan Poso dan Palu sejak tahun 2001 sampai saat ini dilakukan dua kelompok kecil: kelompok Tanah Runtuh dan kelompok Kaya Maya Kompak. 'Menurutnya, kedua kelompok inilah yang melakukan serang­kaian kerusuhan di Sulawesi Tengah selama ini. Dari berbagai aksi kejahatan yang dilakukan kedua kelompok itu, Polri telah mengungkap 13 kasus dan menangkap 15 tersangka. “Saat ini Polri tengah mengejar 29 lagi pelaku kerusuh­an yang diduga dilakukan dua kelompok tersebut,” kata Anton kepada SINDO, kemarin.
Kasus-kasus yang berhasil di­ungkap adalah 10 kasus teror bom, perampokan, serta penembakan. Misalnya, kasus pembunuhan I Wayan Sumaryase yang terjadi 2001; pembu­nuhan Bendahara Gereja GKSP Morante Jaya pada 2003; ledakan Poso.

2.10 Upaya Dalam Mempertahankan Keutuhan NKRI
Hal yang harus kita tanggulangi dalam rangka mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ancaman. Ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Bagaimana agar keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terjaga? Salah satu caranya adalah kita sebagai warga negara berpartisipasi dalam upaya menjaga keutuhan wilayah dan bangsa Indonesia. Berpartisipasi artinya turut serta atau terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dapat menjaga keutuhan wilayah dan bangsa Indonesia. Untuk turut menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia diperlukan sikap-sikap:
1)    Cinta Tanah Air
Sebagai warga negara Indonesia kita wajib mempunyai rasa cinta terhadap tanah air. Cinta tanah air dan bangsa dapat diwujudkan dalam berbagai hal, antara lain:
§ Menjaga keamanan wilayah negaranya dari ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam negeri.
§ Menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
§ Mengolah kekayaan alam dengan menjaga ekosistem guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
§ Rajin belajar guna menguasai ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin untuk diabdikan kepada negara.
2). Membina Persatuan dan Kesatuan
Pembinaan persatuan dan kesatuan harus dilakukan di manapun kita berada, baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara. Tindakan yang menunjukkan usaha membina persatuan dan kesatuan, antara lain:
§ Menyelenggarakan kerja sama antar daerah.
§ Menjalin persahabatan antarsuku bangsa.
§ Memberi bantuan tanpa membedakan suku bangsa atau asal daerah.
§ Mempelajari berbagai kesenian dari daerah lain,
§ Memperluas pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
§ Mengerti dan merasakan kesedihan dan penderitaan orang lain, serta tidak mudah marah atau menyimpan dendam.
§ Menerima teman tanpa mempertimbangkan perbedaan suku, agama, maupun bahasa dan kebudayaan
3). Rela Berkorban
Sikap rela berkorban adalah sikap yang mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan memberikan sesuatu yang dimiliki untuk orang lain, walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri. Partisipasi dalam menjaga keutuhan NKRI dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut:
§ Partisipasi tenaga
§ Partisipasi pikiran
4). Pengetahuan Budaya dalam Mempertahankan NKRI
Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, dan informasi telah mendorong perubahan dalam aspek kehidupan manusia, baik pada tingkat individu, tingkat kelompok, maupun tingkat nasional. Untuk menghadapi era globalisasi agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan ditangkap secara tepat, kita memerlukan perencanaan yang matang diantaranya adalah sebagai berikut :
§ Kesiapan SDM, terutama kesiapan dengan pengetahuan yang dimiliki dan kemampuannya.
§ Kesiapan sosial budaya untuk terciptanya suasana yang kompetitif dalam berbagai sektor kehidupan.
§ Kesiapan keamanan, baik stabilitas politik dalam negeri maupun luar negeri / regional.
§ Kesiapan perekonomian rakyat.
Di bidang Pertahanan Negara, kemajuan tersebut sangat mempengaruhi pola dan bentuk ancaman. Ancaman terhadap kedaulatan negara yang semula bersifat konvensional berkembang menjadi multidimensional (fisik dan nonfisik), baik berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Oleh karena itu kebijakan strategis penggunaan kekuatan pertahanan diarahkan untuk menghadapi ancaman atau gangguan terhadap keamanah nasional. Kekuatan pertahanan tidak hanya digunakan untuk menghadapi ancaman tetapi juga untuk membantu pemerintah dalam upaya pembangunan nasional dan tugas-tugas internasional.
5). Sikap dan Perilaku Menjaga Kesatuan NKRI
Berikut beberapa sikap dan perilaku mempertahankan NKRI :
§ Menjaga wilayah dan kekayaan tanah air Indonesia, artinya menjaga seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
§ Menciptakan ketahanan nasional, artinya setiap warga negara menjaga keutuhan, kedaulatan Negara dan mempererat persatuan bangsa.
§ Menghormati perbedaan suku, budaya, agama dan warna kulit. Perbedaan yang ada akan menjadi indah jika terjadi kerukunan, bahkan menjadi sebuah kebanggaan karena merupakan salah satu kekayaan bangsa.
§ Mempertahankan kesamaan dan kebersamaan, yaitu kesamaan memiliki bangsa, bahasa persatuan, dan tanah air Indonesia, serta memiliki pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Sang saka merah putih. Kebersamaan dapat diwujudkan dalam bentuk mengamalkan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.
§ Memiliki semangat persatuan yang berwawasan nusantara, yaitu semangat mewujudkan persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan sosial, baik alamiah maupun aspek sosial yang menyangkut kehidupan bermasyarakat. Wawasan nusantara meliputi kepentingan yang sama, tujuan yang sama, keadilan, solidaritas, kerja sama, kesetiakawanan terhadap ikrar bersama.
§ Mentaati peraturan. Salah satu cara menjaga keutuhan Indonesia adalah dengan menaati peraturan. Peraturan dibuat untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.Tujuannya agar Indonesia menjadi lebih baik. Melalui peraturan, Indonesia akan selamat dari kekacauan. Taat kepada undang-undang dan peraturan berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. Peraturan berlaku baik untuk presiden maupun rakyat biasa, baik tua maupun muda, baik yang kaya maupun yang miskin, baik laki-laki maupun perempuan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan sekitarnya berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, bermartabat serta menjiwai tata hidup dalam mencapai tujuan perjuangan nasional.
2. Tujuan wawasan nusantara adalah pola pendidikan/penanaman yang tepat bagi masing-masing daerah, Intensitas permasalahan yang diangkat pada masing-masing daerah, pendekatan psikologis yang digunakan pada masing-masing daerah, peran yang diberikan pada masing-masing daerah.
3. Wawasan nusantara bertujuan untuk  memantapkan rasa dan sikap nasional yang tinggi, rasa senasib sepenanggungan, sebangsa setanah air, satu tekad bersama yang lebih mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingan orang perorangan kelompok, golongan, suku bangsa atau daerah di segala bidang/aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
4. Wawasan nusantara sangat berperan penting untuk membangun jiwa dan menumbuhkan rasa cinta tanah air.
5. Wawasan Nusantara dapat menumbuh kembangkan rasa cinta tanah air untuk menjaga tanah air dari segala bentuk ancaman negara lain yang tergiur dengan segala pesona kekayaan alam dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia.
6. Wawasan nusantara menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapi berbagai masalah menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
7. Keberhasilan wawasan nusantara adalah mengerti, memahami dan menghayati tentang hak dan kewajiban warga Negara, Mengeri, memahami dan menghayati tentang bangsa yang telah menegara.
8. Tantangan wawasan nusantara adalah pemberdayaan Masyarakat, dunia tanpa batas, era baru kapitalisme, kesadaran warga Negara.
9. Hilangnya wilayah NKRI yang terjadi pada Kasus Sipadan dan Ligitan, terpecahnya keutuhan kesatuan NKRI yang terjasi pada kasus Poso
10.   Untuk turut menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia diperlukan sikap-sikap, cinta tanah air, membina persatuan dan kesatuan, rela berkorban, pengetahuan budaya dalam mempertahankan NKRI, sikap dan perilaku menjaga kesatuan NKRI.

3.2 Saran
      1. Bagi Pemerintah
Dalam rangka menata dan meningkatkan system ketahanan nasional, hendaknya pemerintah bersikap lebih serius dalam menanggapi masalah yang dihadapi untuk  mempertahankan keutuhan NKRI baik masalah dalam negeri maupun luar negeri.
2. Bagi Dosen
Dalam mengkaji wawasan nusantara diharapkan memiliki manfaat langsung untuk memperkaya bahan kajian dalam proses pendidikan dan dapat mengkontruksi pengetahuan melalui pengalaman belajar yang tepat.
      3. Untuk Mahasiswa
Memberikan nuansa baru dalam menambah wawasan pengetahuan yang memungkinkan peserta didik berkesempatan untuk memperbaiki cara dan sikap dalam memahami wawasan nusantara dan menumbuhkan rasa cinta tanah air dalam menjaga keutuhan NKRI.

Daftar Pustaka

Ahmad, Zafiqhi. 2013. Implementasi Wawasan Nusantara Dalam Kehidupan Nasional http://zafiqhizaf.wordpress.com. Diakses : 44 April 2014
Anonim. 2006. Penyelesaian Konflik Poso dan Empat Kesepakatan http://www.kontras.org/. Diakses : 44 April 2014
Anonim. 2012. Peranan Wawasan Nusantara Terhadap
Anonim. tt. Indonesia Malaysia Dalam Perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan . http://bryantobing01.blog.com. Diakses : 44 April 2014
Endang, Dwi. 2011. PKN Upaya Mempertahankan NKRI. http://afrianties.blogspot.com. Diakses : 44 April 2014
Anonim. tt. Kesatuan Negara. http://riadikarya.blogspot.com. Diakses : 44 April 2014
Kumala, Nurita. 2013. Upaya Mempertahankan Keutuhan Negara. http://nurii-thaa.blogspot.com. Diakses : 44 April 2014