BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Panjalu adalah sebuah kerajaan bercorak
Hindu yang terletak di kaki Gunung Sawal (1764 m dpl) Jawa Barat. Secara
geografis pada abad ke-13 sampai abad ke-16 (tahun 1200-an sampai dengan tahun
1500-an) Kerajaan Panjalu berbatasan dengan Kerajaan Talaga, Kerajaan Kuningan,
dan Cirebon di sebelah utara. Di sebelah timur Kerajaan Panjalu berbatasan
dengan Kawali (Ibukota Kemaharajaan Sunda 1333-1482), wilayah selatannya berbatasan
dengan Kerajaan Galuh, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kerajaan
Galunggung dan Kerajaan Sumedang Larang.
Panjalu berasal dari kata jalu (bhs.
Sunda) yang berarti jantan, jago, maskulin, yang didahului dengan awalan pa
(n). Kata panjalu berkonotasi dengan kata-kata: jagoan, jawara, pendekar,
warrior (bhs. Inggeris: pejuang, ahli olah perang), dan knight (bhs. Inggeris:
kesatria, perwira).
Ada pula orang Panjalu yang mengatakan
bahwa kata panjalu berarti “perempuan” karena berasal dari kata jalu yang
diberi awalan pan, sama seperti kata male (bhs. Inggeris : laki-laki) yang
apabila diberi prefiks fe + male menjadi female (bhs.Inggeris : perempuan).
Konon nama ini disandang karena Panjalu pernah diperintah oleh seorang ratu
bernama Ratu Permanadewi.
Mengingat sterotip atau anggapan umum
watak orang Panjalu sampai sekarang di mata orang Sunda pada umumnya, atau
dibandingkan dengan watak orang Sunda pada umumnya, orang Panjalu dikenal lebih
keras, militan juga disegani karena konon memiliki banyak ilmu kanuragan
warisan dari nenek moyang mereka, oleh karena itu arti kata Panjalu yang
pertama sepertinya lebih mendekati kesesuaian.
Menurut Munoz (2006) Kerajaan Panjalu
Ciamis (Jawa Barat) adalah penerus Kerajaan Panjalu Kediri (Jawa Timur) karena
setelah Maharaja Kertajaya Raja Panjalu Kediri terakhir tewas di tangan Ken
Angrok (Ken Arok) pada tahun 1222, sisa-sisa keluarga dan pengikut Maharaja
Kertajaya itu melarikan diri ke kawasan Panjalu Ciamis. Itulah sebabnya kedua
kerajaan ini mempunyai nama yang sama dan Kerajaan Panjalu Ciamis adalah
penerus peradaban Panjalu Kediri.
Nama Panjalu sendiri mulai dikenal
ketika wilayah itu berada dibawah pemerintahan Prabu Sanghyang Rangga Sakti dan
penerusnya Prabu Sanghyang Rangga Gumilang; sebelumnya kawasan Panjalu lebih
dikenal dengan sebutan Kabuyutan Sawal atau Kabuyutan Gunung Sawal. Istilah
Kabuyutan identik dengan daerah Kabataraan yaitu daerah yang memiliki
kewenangan keagamaan (Hindu) seperti Kabuyutan Galunggung atau Kabataraan
Galunggung.
Kabuyutan adalah suatu tempat atau
kawasan yang dianggap suci dan biasanya terletak di lokasi yang lebih tinggi
dari daerah sekitarnya, biasanya di bekas daerah Kabuyutan juga ditemukan
situs-situs megalitik (batu-batuan purba) peninggalan masa prasejarah.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang
uraian di atas maka kami akan mengambil judul Tujuh Unsur Kebudayaan Kampung
Panjalu Ciamis Jawa Barat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
sistem religi dan kepercayaan kampung panjalu ?
2. Bagaimana
sistem sosial dan organisasi kemasyarakatan kampung panjalu ?
3. Bagaimana
sistem ilmu pengetahuan kampung panjalu
?
4. Bahasa
apa yang digunakan kampung panjalu ?
5. Apa
saja kesenian kampung panjalu ?
6. Apa
mata pencaharian kampung panjalu ?
7. Bagaimana
system teknologi peralatan yang digunakan kampung panjalu ?
1.3
Tujuan Penelitian
1. Untuk
mengetahui Bagaimana sistem religi dan kepercayaan kampung panjalu
2. Untuk
mengetahui bagaimana sistem sosial dan organisasi kemasyarakatan kampung
panjalu
3. Untuk
mengetahui bagaimana sistem ilmu
pengetahuan kampung panjalu
4. Untuk
mengetahui bahasa apa yang digunakan kampung panjalu
5. Untuk
mengetahui apa saja kesenian kampung panjalu
6. Untuk
mengetahui apa mata pencaharian kampung panjalu
7. Untuk
mengetahui bagaimana system teknologi peralatan yang digunakan kampung panjalu.
1.4 Metode Penelitian
Metode yang di gunakan dalam
penyusunan makalah ini merupakan metode tinjauan kepustakaan yang bertujuan
untuk mempelajari buku-buku yang relevan dengan masalah yang di teliti karena
penyusun tidak melakukan tinjaun secara langsung terhadap objek pengamatan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tujuh unsur kebudayaan kampung
panjalu.
1.5
Manfaat Penulisan
1. Bagi Pemerintah
Bisa dijadikan
sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas kehidupan
kampung panjalu, baik dalam pemerintahan, ekonomi, kelangsungan hidup.
2. Bagi Dosen
Bisa dijadikan
sebagai acuan dan sumbangsih dalam mengajar terutama pada materi
ini agar para peserta didiknya
dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
3. Bagi Mahasiswa
Bisa dijadikan
sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sistem Religi Dan
Kepercayaan
Menurut tradisi setempat, Prabu
Sanghyang Borosngora adalah penyebar Islam pertama di Panjalu. Dialah yang
telah meletakkan dasar untuk pengembangan agama Islam disana. Selanjutnya
diteruskan oleh anak dan keturunannya. Penyebaran Islam di Panjalu tergolong
cepat karena didukung oleh para mubaligh-mubaligh dari luar Panjalu. Menurut
R.H Atong Tjakradinata, sesepuh adat Panjalu, ajaran Islam dengan mudah
diterima oleh masyarakat Panjalu karena ajaran Islam mencakup persoalan
ketuhanan, kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesame
manusia, dan dengan alam.
Proses pengembangan Islam di desa
Panjalu menurut bapak R.H Atong melalui empat tahap. Pertama, tahap perkenalan
agama Islam kepada penduduk setempat. Tahap pertama ini tentu dimulai oleh
Prabu Sanghyang Borosngora setelah berguru ke Mekkah. Sejak itu, dia
memperkenalkan ajaran Islam dengan mengajak orang satu persatu. Kedua, tahap
penyiaran Islam secara masal dan terbuka kepada masyarakat. Setelah Prabu
Borosngora mempunyai beberapa pengikut, beliau mengadakan tabligh dan
pertemuan-pertemuan untuk memperdalam dan memperluas jangkauan dakwahnya.
Ketiga, memperbesar pengaruh Islam kedalam berbagai aspek kehidupan dan
berupaya mengurangi pengaruh ajaran agama sebelumnya. Di samping itu Prabu
Borosngora memperlihatkan ilmu-ilmu yang bersumber dari Islam yang dapat
mempertunjukkan kesaktiannya. Keempat, membina dan memperkokoh persatuan dan
kesatuan masyarakat Islam.
Kepercayaan
maung panjalu, menurut Babad Panjalu kisah Maung Panjalu berawal dari Dewi
Sucilarang puteri Prabu Siliwangi yang dinikahi Pangeran Gajah Wulung putera
mahkota Raja Majaphit Prabu Brawijaya yang diboyong ke Keraton Majapahit. Dalam
kisah-kisah tradisional Sunda nama Raja-raja Pajajaran (Sunda) disebut secara
umum sebagai Prabu Siliwangi sedangkan nama Raja-raja Majapahit disebut sebagai
Prabu Brawijaya.
Maung Panjalu
Ketika
Dewi Sucilarang telah mengandung dan usia kandungannya semakin mendekati
persalinan, ia meminta agar dapat melahirkan di tanah kelahirannya di
Pajajaran, sang pangeran mau tidak mau harus menyetujui permintaan isterinya
itu dan diantarkanlah rombongan puteri kerajaan Pajajaran itu ke kampung
halamannya disertai pengawalan tentara kerajaan.
Suatu
ketika iring-iringan tiba di kawasan hutan belantara Panumbangan yang masuk ke
dalam wilayah Kerajaan Panjalu dan berhenti untuk beristirahat mendirikan
tenda-tenda. Di tengah gelapnya malam tanpa diduga sang puteri melahirkan dua
orang putera-puteri kembar, yang lelaki kemudian diberi nama Bongbang Larang
sedangkan yang perempuan diberi nama Bongbang Kancana. Ari-ari kedua bayi itu
disimpan dalam sebuah pendil (wadah terbuat dari tanah liat) dan diletakkan di
atas sebuah batu besar.
Kedua
bocah kembar itu tumbuh menuju remaja di lingkungan Keraton Pakwan Pajajaran.
Satu hal yang menjadi keinginan mereka adalah mengenal dan menemui sang ayah di
Majapahit, begitu kuatnya keinginan itu sehingga Bongbang Larang dan Bongbang
Kancana sepakat untuk minggat, pergi secara diam-diam menemui ayah mereka di
Majapahit.
Setelah
menempuh perjalanan yang cukup jauh mereka tiba dan beristirahat di belantara
kaki Gunung Sawal, Bongbang Larang dan Bongbang Kancana yang kehausan mencari
sumber air di sekitar tempat itu dan menemukan sebuah pendil berisi air di atas
sebuah batu besar yang sebenarnya adalah bekas wadah ari-ari mereka sendiri.
Bongbang
Larang yang tak sabar langsung menenggak isi pendil itu dengan lahap sehingga
kepalanya masuk dan tersangkut di dalam pendil seukuran kepalanya itu. Sang
adik yang kebingungan kemudian menuntun Bongbang Larang mencari seseorang yang
bisa melepaskan pendil itu dari kepala kakaknya. Berjalan terus kearah timur
akhirnya mereka bertemu seorang kakek bernama Aki Ganjar, sayang sekali kakek
itu tidak kuasa menolong Bongbang Larang, ia kemudian menyarankan agar kedua
remaja ini menemui Aki Garahang di pondoknya arah ke utara.
Aki
Garahang yang ternyata adalah seorang pendeta bergelar Pendita Gunawisesa Wiku
Trenggana itu lalu memecahkan pendil dengan sebuah kujang sehingga terbelah
menjadi dua (kujang milik sang pendeta ini sampai sekarang masih tersimpan di
Pasucian Bumi Alit). Karena karomah atau kesaktian sang pendeta, maka pendil
yang terbelah dua itu yang sebelah membentuk menjadi selokan Cipangbuangan,
sedangkan sebelah lainnya menjadi kulah (kolam mata air) bernama Pangbuangan.
Sebagai
tanda terima kasih, kedua remaja itu kemudian mengabdi kepada Aki Garahang di
padepokannya, sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke Majapahit. Suatu ketika
sang pendeta bepergian untuk suatu keperluan dan menitipkan padepokannya kepada
Bongbang Larang dan Bongbang Kancana dan berpesan agar tidak mendekati kulah
yang berada tidak jauh dari padepokan.
Kedua remaja yang penuh rasa ingin tahu itu tak bisa menahan diri
untuk mendatangi kulah terlarang yang ternyata berair jernih, penuh dengan ikan
berwarna-warni. Bongbang Larang segera saja menceburkan diri kedalam kulah itu
sementara sang adik hanya membasuh kedua tangan dan wajah sambil merendamkan
kedua kakinya.
Betapa
terkejutnya sang adik ketika Bongbang Larang naik ke darat ternyata wajah dan
seluruh tubuhnya telah ditumbuhi bulu seperti seekor harimau loreng. Tak kalah
kagetnya ketika Bongbang Kancana bercermin ke permukaan air dan ternyata
wajahnya pun telah berubah seperti harimau sehingga tak sadar menceburkan diri
kedalam kulah. Keduanyapun kini berubah menjadi dua ekor harimau kembar jantan
dan betina.
Hampir
saja kedua harimau itu akan dibunuh oleh Aki Garahang karena dikira telah
memangsa Bongbang Larang dan Bongbang Kancana. Namun ketika mengetahui kedua
harimau itu adalah jelmaan dua putera-puteri kerajaan Pajajaran yang menjaga
padepokannya sang Pendeta tidak bisa berbuat apa-apa. Ia berpendapat bahwa
kejadian itu sudah menjadi kehendak Yang Mahakuasa, ia berpesan agar kedua
harimau itu tidak mengganggu hewan peliharaan orang Panjalu, apalagi kalau
mengganggu orang Panjalu maka mereka akan mendapat kutukan darinya.
Kedua
harimau jejadian itu berjalan tak tentu arah hingga tiba di Cipanjalu, tempat
itu adalah kebun milik Kaprabon Panjalu yang ditanami aneka sayuran dan
buah-buahan. Di bagian hilirnya terdapat pancuran tempat pemandian keluarga
Kerajaan Panjalu. Kedua harimau itu tak sengaja terjerat oleh sulur-sulur
tanaman paria oyong (sayuran sejenis terong-terongan) lalu jatuh terjerembab
kedalam gawul (saluran air tertutup terbuat dari batang pohon nira yang
dilubangi) sehingga aliran air ke pemandian itu tersumbat oleh tubuh mereka.
Prabu
Sanghyang Cakradewa terheran-heran ketika melihat air pancuran di pemandiannya
tidak mengeluarkan air, ia sangat terkejut manakala diperiksa ternyata
pancurannya tersumbat oleh dua ekor harimau. Hampir saja kedua harimau itu
dibunuhnya karena khawatir membahayakan masyarakat, tapi ketika mengetahui
bahwa kedua harimau itu adalah jelmaan putera-puteri Kerajaan Pajajaran, sang Prabu
menjadi jatuh iba dan menyelamatkan mereka dari himpitan saluran air itu.
Sebagai
tanda terima kasih kedua harimau itu bersumpah dihadapan Prabu Sanghyang
Cakradewa bahwa mereka tidak akan mengganggu orang Panjalu dan keturunannya,
bahkan bila diperlukan mereka bersedia datang membantu orang Panjalu yang
berada dalam kesulitan. Kecuali orang Panjalu yang meminum air dengan cara
menenggak langsung dari tempat air minum (teko, ceret, dsb), orang Panjalu yang
menanam atau memakan paria oyong, orang Panjalu yang membuat gawul (saluran air
tertutup), maka orang-orang itu berhak menjadi mangsa harimau jejadian
tersebut.
Selanjutnya
kedua harimau kembar itu melanjutkan perjalanan hingga tiba di Keraton
Majapahit dan ternyata setibanya di Majapahit sang ayah telah bertahta sebagai
Raja Majapahit. Sang Prabu sangat terharu dengan kisah perjalanan kedua
putera-puteri kembarnya, ia kemudian memerintahkan Bongbang Larang untuk
menetap dan menjadi penjaga di Keraton Pajajaran, sedangkan Bongbang Kancana
diberi tugas untuk menjaga Keraton Majapahit.
Pada
waktu-waktu tertentu kedua saudara kembar ini diperkenankan untuk saling
menjenguk. Maka menurut kepercayaan leluhur Panjalu, kedua harimau itu selalu
berkeliaran untuk saling menjenguk pada setiap bulan Maulud.
2.2 Sistem Sosial Dan Organisasi
Masyarakat
Organisasi pemerintahan yang terdapat di kampung
panjalu, ciamis jawa barat
Organisasi masyarakat yang terdapat di
kampung Panjalu adalah karang taruna adalah lembaga kemasyarakatan yang
merupakan wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas
dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab social dari, oleh dan untuk masyarakat
terutama generasi muda di wilayah desa terutama bergerak dibidang usaga
kesejahteraan social, yang secara fungsional dibina dan dikembangkan oleh
departemen sosial.
2.3 Sistem Ilmu Pengetahuan
Melihat dari
tradisi nyangku yang rutin dilakukan kampung adat panjalu, warga panjalu masih
menganut sistem ilmu pengetahuan yang masih sangat taat terhadap para leluhur
dulu. Salah satu kegiatan dalam tradisi nyangu adalah membersihkan pusaka
peninggalan kerajaan panjalu. Hal ini dimaksudkan sebagai penghormatan yang
diawali dengan ziarah ke makam Prabu Hariang Kencana, seorang raja Panjalu atau
disebut Pangeran Bongosngora yang dimakamkan di Situ Lengkong di Desa Panjalu.
Pihak penyelenggara juga menerangkan bahwa penyucian tersebut merupakan amanat
raja panjalu agar masyarakat Panjalu maupun ketutunan raja diberikan berkah dan
ampunan oleh Allah SWT.
2.4 Sistem Bahasa
Warga Kampung
Adat Panjalu sebagai besar bahkan hampir semua menggunakan Bahasa Sunda sebagai
bahasa yang sehari-hari. Warga keturunan panjalu juga dikenal sebagai perantau
sukses yang merantau ke seluruh penjuru Indonesia, hal itu juga mempengaruhi
terhadap bahasa yang digunakan sehingga ada beberapa warga yang menggunakan
bahasa selain bahasa sunda, seperti bahasa jawa. Bahasa Jawa yang digunakan
oleh warga ciamis khususnya warga Kampung Adat Panjalu juga bukan hanya faktor
perantau, tetapi berdasarkan letak geografis Kabupaten Ciamis terletak
berbatasan dengan Jawa Tengah yaitu Kabupaten Cilacap, oleh karena itu Bahasa
Jawa juga tak jarang digunakan di Kampung Adat Panjalu.
2.5 Sistem Kesenian
Kesenian gembyungan merupakan kesenian
yang dilibatkan dalam upacara nyangku. Nyangku merupakan upacara pembersihan
benda-benda pusaka peninggalan leluhur Panjalu yang berjuang dalam penyebaran
agama Islam. Seperti pendapat Sukardja (2001:11) bahwa upacara adat sakral
nyangku adalah upacara membersihkan benda benda pusaka peninggalan para leluhur
Panjalu.
Upacara ini biasanya diperingati setiap
hari Senin atau Kamis terakhir di bulan Mulud. Masyarakat Panjalu mempercayai
bahwa bulan Mulud merupakan bulan yang suci dan terkait dengan bulan kelahiran
Nabi Muhammad SAW. Seni gembyungan difungsikan karena kesenian ini bernafaskan
Islam, hal ini dapat dilihat dari teks bacaan yang digunakannya yang berasal
dari teks Al Barjanzi.
Kesenian gembyungan ini mempunyai pemain
yang berasal dari garis keturunan Prabu Hariang Kuning dan hanya merekalah yang
berhak memainkannya. Seni gembyungan ini biasanya dimainkan oleh 11 orang
pemain inti dan 3 orang pemain cadangan,serta satu orang berperan sebagai
biskal atau pembaca shalawat, dan pemain lainnya berperan sebagai saurna.
Kesenian gembyungan ini termasuk ke dalam musik ansambel. Hal ini karena
kesenian gembyungan merupakan kelompok musik yang terdiri dari beberapa pemain
yang memiankan beberapa instrumen. Menurut Banoe dalam Husna (2012:18)
menyatakan bahwa ansambel adalah kelompok musik dalam satuan kecil atau
permainan bersama dalam satuan kecil alat musik.
Menurut Husna(2012) musik ansambel
terdiri dari beberapa jenis ansambel sebagai berikut: 1. Ansambel Instrumen:
yaitu kelompok musik yang terdiri dari permainan alat- alat musik, baik sejenis
maupun campuran. 2. Ansambel Vokal: yaitu kelompok suara manusia yang terdiri
dari jenis suara sopran, alto, tenor, dan bass. 3. Ansambel Campuran: yaitu
kelompok musik yang terdiri dari vokal dan alat musik. Berdasarkan pendapat diatas, kesenian
gembyungan termasuk kelompok musik ansambel campuran, karena didalamnya
terdapat vokal dan beberapa instrumen tepuk. Instrumen yang digunakan dalam
seni gembyungan merupakan instrumen membranofon. Membranofon adalah kelompok
alat musik yang sumber bunyinya dari getaran selaput kulit yang dipasang pada
bingkai kayu atau tabung. Seperti menurut Supanggah (2002:19) bahwa kelompok
alat musik Kesenian Gembyungan pada Upacara Nyangku selaput kulit adalah
instrumen musik yang suaranya bersumber dari getaran kulit yang dibentang pada
suatu bingkai atau frame, (dari berbagai macam bentuk dan bahan, biasanya kayu)
dengan cara dipukul, baik dengan menggunakan tangan telanjang maupun alat
pemukul. Adapun instrumen kesenian gembyungan di Desa Kertamandala antara lain,
dog-dog, satu buah instrumen jidor, satu buah instrumen gembyung tojo, satu
buah instrumen gembyung kempyang, dan lima buah instrumen gembyung indung. Hal ini sependapat dengan Jaya (2010:20)
yang menyatakan bahwa waditra yang terdapat dalam kesenian gembyungan
umumnya terdiri dari empat jenis
terebang yaitu: terebang tilingting, terebang bangsing, terebang kempring, dan
terebang tojo, adapun instrumen lainnya yaitu dog dog dan jidor. Kesenian ini
biasa disajikan di upacara-upacara kebudayaan masyarakat, khususnya yang
bersifat Islami, seperti diungkapkan Rosidi dalam Jaya (2010:19) bahwa gembyung
adalah seni pertunjukan yang menggunakan terebang besar dimainkan untuk
memeriahkan upacara Maulid Nabi Muhammad SAW maupun untuk keperluan lain. Hal
ini diperkuat oleh Supanggah (2002:20) bahwa kesenian yang mayoritas
mengguanakan alat musik selaput kulit ini sering dan sangat erat diasosiasikan
dengan dunia Islam dan atau keprajuritan atau kemiliteran India Belanda. Adapun
pendapat menurut salah satu artikel di website sundanet.com yang dikutip oleh
Jaya (2011) menyebutkan bahwa salah satu kesenian keagamaan peninggalan para
budaya Islam adalah seni gembyung. Seni gembyung ini merupakan pengembangan
dari kesenian terebang yang hidup di lingkungan pesantren, konon kesenian
gembyung itu dijadikan sebagai media penyebaran agama Islam.
Dari pernyataan-pernyataan tadi dapat
ditarik kesimpulan bahwa kesenian gembyungan identik dengan perayaan-perayaan
atau upacara-upacara keagamaan khususnya Agama Islam. Gembyungan merupakan
kesenian yang mengandung unsur ritmis dan melodis. Unsur ritmis terdapat pada
instrumen tepuk/pukul yang dibunyikan secara interloking. Adapun unsur melodis
yaitu pada vokal yang dilantunkan secara biskal (bernyanyi sendiri) dan
saurna(bernyanyi bersama). Unsur ritmik pada gembyungan tampak variatif
(berbeda) dan khas yang ditimbulkan dari variasi tepukan gembyungan tersebut.
2.6 Sistem Pola Mata Pencaharian
Hidup
Mata pencaharian di kampung panjalu
adalah nelayan tepatnya disitu panjalu, Beberapa jenis ikan terdapat di
Situ Panjalu antara lain Oskar (Amphilopus citrinellus), Keril (Aequidens
rivulatus), Patin (Pangasiodon hypophthalmus), Nila (Oreochromus
niloticus), Betok (Anabas testudineus), Lele (Clarias
batrachus) dan Kongo (Parachromis managuensis)dengan jenis ikan
yang dominan berdasarkan jumlah individu adalah nila (10 %) dan oscar (70 %)
Hasil yang sama juga diperoleh dengan perhitungan menggunakan indeks relatif
penting dimana ikan nila (29,82%) dan oskar (59,08%) merupakan ikan yang
dominan tertangkap. Ada juga yang bekerja sebagai pengrajin benda-benda pusaka
dibawah organisasi KAI, KAI
melestarikan budaya tradisional lewat keterampilannya membuat pernak-pernik
yang berbentuk benda-benda pusaka.KAI menyulap limbah kayu menjadi suatu barang
yang berharga dan bermakna.Salah satu dari hasil karyanya adalah kujang yang
terbuat dari limbah kayu.
Dari hasil karyanya ada yang dipamerkan di acara Nyangku.Bermacam bentuk mulai dari gantungan kunci,hiasan dinding,hiasan meja,dan lain sebagainya.Bukan hanya itu KAI juga memamerkan pakaian adat sunda dan kaos yang bermotif khas sunda.Pemerintah Panjalu berharap hasil karya para pemuda ini bisa menembus pasar Nasional dan Internasional.
Dari hasil karyanya ada yang dipamerkan di acara Nyangku.Bermacam bentuk mulai dari gantungan kunci,hiasan dinding,hiasan meja,dan lain sebagainya.Bukan hanya itu KAI juga memamerkan pakaian adat sunda dan kaos yang bermotif khas sunda.Pemerintah Panjalu berharap hasil karya para pemuda ini bisa menembus pasar Nasional dan Internasional.
Hasil
KAI panjalu
2.7 Sistem Teknologi Peralatan
Dalam
hal pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), saat ini Desa
Panjalu telah mempunyai website resmi yakni www.panjalu.desa.id yang sejak saat
ini akan digunakan secara resmi oleh Pemerintah Desa Panjalu misalnya dalam kop
surat, alamat desa dan lain-lain.nDesa Panjalu sangat mendukung pengembangan
TIK menjadi bagian penting dalam peningkatan pelayanan publik, sehingga
demikian seluruh informasi desa dapat diakses dan diketahui seluruhnya oleh
masyarakat Panjalu dan umum lainnya.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Kampung
panjalu menganut agama islam dan masih mempercayai mitos-mitos dari leluhurnya,
seperti mitos maung panjalu
2. Kampung
panjalu adalah kampung yang mempunyai organisasi pemerintahan dan mempunyai
organisasi masyarakat seperti karang taruna
3. Melihat
dari tradisi nyangku yang rutin dilakukan kampung adat panjalu, warga panjalu
masih menganut sistem ilmu pengetahuan yang masih sangat taat terhadap para
leluhur dulu
4. Warga
Kampung Adat Panjalu sebagai besar bahkan hampir semua menggunakan Bahasa Sunda
5. Salah
satu kesenian yang di jaga tradisinya adalah kesenian gembyungan
6. Mata
pencaharian kampung panjalu adalah mencari ikan dan membuat benda-benda pusaka
7. Kampung
panjalu sudah mempunyai system teknologi yang modern.
3.2 Saran
1. Bagi Pemerintah
Dalam rangka
meningkatkan dan mengangkat budaya daerah diantaranya budaya kampung Panjalu
hendaklah pemerintah memperhatikan keberadaan budaya di daerah tersebut dengan
memperkenalkan dalam pertunjukan nasional baik seni ataupun potensi yang lainnya
sebagai aneka ragam budaya Indonesia yang di kenal di manca Negara dan salah
satu pengahsil devisa Negara.
2. Bagi Dosen
Dengan adanya
keanekaragaman budaya daerah diharapkan dapat memiliki manfaat langsung maupun
tidak langsung untuk memperkaya bahan kajian dalam proses pendidikan dan dapat
mengkontruksi pengetahuan melalui pengalaman belajar yang tepat.
3. Untuk Mahasiswa
Memberikan nuansa
baru dalam menambah wawasan pengetahuan yang memungkinkan siswa berkesempatan
untuk memperbaiki cara dan sikap dalam memahami budaya daerah yang beraneka
ragam sebagai budaya nasional dan menumbuhkan rasa persatuan kebangsaan.
Daftar Pustaka
Anonim.
2013. Rakor Pemerintahan Desa Hasilkan Rencana Pembangunan Tahun 2013. http://panjalu.desa.id. Diakses : 20 Maret 2013
Anonim.
tt. Proses Islamisasi di Jawa Barat. https://sites.google.com/site/spidijawabarat/. Diakses : 20 Maret 2013
Kurniasandi,
Lusi. 2013. Latar Belakang Kerajaan Panjalu Ciamis Jawa Barat. http://salusta.wordpress.com. Diakses : 20 Maret 2013
Panjalu,
Aji. 2013. Perdes Lembaga Kemasyarakatan Desa Panjalu. http://www.slideshare.net. Diakses : 20 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar