BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seperti telah kita ketahui bahwa Indonesia
terdiri dari berbagai jenis suku dengan aneka adat istiadat yang berbeda satu
sama lain.Suku-suku tersebut ada yang tinggal di pesisir pantai, perkotaan
bahkan dipedalaman. Salah satu diantaranya Suku Asmat.
Suku Asmat berada di antara Suku Mappi,
Yohukimo dan Jayawijaya di antara berbagai macam suku lainnya yang ada di Pulau
Papua. Sebagaimana suku lainnya yang berada di wilayah ini, Suku Asmat ada yang
tinggal di daerah pesisir pantai dengan jarak tempuh dari 100 km hingga 300 km,
bahkan Suku Asmat yang berada di daerah pedalaman, dikelilingi oleh hutan
heterogen yang berisi tanaman rotan, kayu (gaharu) dan umbi-umbian dengan waktu
tempuh selama 1 hari 2 malam untuk mencapai daerah pemukiman satu dengan yang
lainnya. Sedangkan jarak antara perkampungan dengan kecamatan sekitar 70 km.
Dengan kondisi geografis demikian, maka berjalan kaki merupakan satu-satunya
cara untuk mencapai daerah perkampungan satu dengan lainnya.
Kelompok
asli di Papua terdiri atas 193
suku dengan 193 bahasa yang masing-masing berbeda. Tribal arts yang indah dan
telah terkenal di dunia dibuat oleh suku Asmat, Ka moro, Dani, dan Sentani.
Sumber berbagai kearifan lokal untuk kemanusiaan dan pengelolaan lingkungan
yang lebih baik diantaranya dapat ditemukan di suku Aitinyo, Arfak, Asmat,
Agast, Aya maru, Mandacan, Biak, Arni, Sentani, dan lain-lain.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang uraian di
atas maka kami akan mengambil tema Budaya Suku Asmat.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah budaya
suku asmat termasuk budaya lokal ?
2.
Bagaimanakah
proses kehidupan suku asmat ?
3.
Apa saja
hasil kesenian suku asmat ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengtehui apakah suku asmat termasuk
budaya lokal atau interlokal.
2.
Mendeskripsikan bagaimana
proses kehidupan suku asmat.
3.
Untuk mengetahui apa saja hasil kesenian dari
suku asmat.
1.4
Metode Penelitian
Metode yang di gunakan dalam penyusunan
makalah ini merupakan metode tinjauan kepustakaan yang bertujuan untuk
mempelajari buku-buku yang relevan dengan masalah yang di teliti karena
penyusun tidak melakukan tinjaun secara langsung terhadap objek pengamatan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan yang terdapat
pada suku asmat.
1.5 Manfaat Penulisan
1.
Bagi Pemerintah
Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam
meningkatkan kualitas kehidupan suku asmat, baik dalam
pemerintahan, ekonomi, kelangsungan hidup.
2. Bagi Guru
Bisa dijadikan sebagai acuan dan
sumbangsih dalam mengajar
terutama pada materi ini agar para peserta
didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
3. Bagi Siswa
Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam
rangka meningkatkan prestasi diri.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
1.2 Rumusan
Masalah
1.3 Tujuan
Penulisan
1.4 Metode
Penelitian
1.5 Manfaat
Penulisan
1.6. Sistematika
Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Budaya
. 2.2
Budaya Lokal dan Identifikasi Budaya Lokal
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Iklim
Geografis
. 3.2
Ciri Fisik
3.3 Sistem
Perekonomian (Mata Pencaharian)
. 3.4
Sistem Politik (Pemerintahan)
. 3.5
Proses Kehidupan
1.
Kehamilan
2.
Kelahiran
3.
Pernikahan
4. Agama
5. Bahasa
6. Kematian
. 3.6
Sistem Kekerabatan
. 3.7
Sistem Kesenian
. 3.8
Rumah Adat
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Daftar Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Budaya
Menurut Suwarto dan Agus Sumali (2007:42)
mengemukakan bahwa “budaya berasal dari
kata buddayah bentuk jamak dari kata buddhi (bahasa sansekerta) yang artinya
budi atau akal. Kebudayaan merupakan gabungan dari dua kata yaitu, budhi dan
daya. Budi artinya akal pikiran. Daya artinya usaha, ikhtiar. Budaya adalah
usaha, ikhtiar dari budi. Kebudayaan di artikan sebagai sesuatu yang
bersangkutan dengan budi atau akal. Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut culture,
Jerman menyebut kultur, bahasa belandanya kultuur.” Sedangkan menurut Enno
Gelder (dalam Suwarto dan Agus Sumali) mengemukakan bahwa culture berasal dari
kata colere, yang berarti mengerjakan, memelihara, memuja. Maksudnya
mengerjakan atau mengolahtanah pertanian. Kultuur dikatakan usaha yang di
lakukan pada barang atau daya pikir untuk memperbaiki atau memulihkannya.
Dari beberapa definisi tersebut maka dapat di
simpulkan budaya adalah perilaku anggota masyarakat yang terbentuk dari hasil
bekerja yang terdiri dari nilai-nilai, norma, kepercayaan yang dimiliki dan
dilaksanakan bersama oleh anggota atau kelompok masyarakat tertentu.
Manusia adalah sebagai makhluk budaya. Jiwa
manusia yaitu yang menyebabkan lahirnya kebudayaan itu. Peristiwa kebudayaan adalah
peristiwa kejiwaan. Berpikir dan merasa bersumber pada jiwa. Pikiran dan
perasaan membentuk kesadaran. Jalinan pikiran dan perasaan melahirkan kemauan.
Kemauan itu dapat di perinci menjadi hasrat, keinginan, kehendak, tekad.
Kemauan itu adalah awal dari tindakan atau prilaku perbuatan. Kemauan
memberdakan manusia dari hewan dan tumbuhan. Perilaku perbuatan di jalankan
oleh jasmani. Cita dan perilaku perbuatan di kerjakan menusia sehari-hari dan
selama kehidupannya dalam bentuk kebudayaan mereka.
a. Wujud kebudayaan
Menurut Kuntjaningrat, ada
tiga wujud kebudayaan, yaitu :
1. Sebagai suatu kompleks ide, gagasan, nilai,
norma, peraturan.
2. Sebagai suatu kompleks aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3. Sebagai benda-benda hasil karya manusia.
b. Sifat hakikat kebudayaan
Meskipun setiap kelompok
masyarakat memiliki kebudayaan yang berbeda satu sama lain, namun sifat hakikat
kebudayaan yang berlaku secara umum juga melekat dalam pertumbuhan dan
perkembangan setiap budaya masyarakat. Sifat hakikat tersebut antara lain
sebagai berikut.
1. Kebudayaan diwujudkan melalui perilaku
manusia.
2. Kabudayaan lahir sebelum generasi tertentu
dan berkembang ke generasi berikutnya.
3. Kebudayaan meliputi aturan-aturan yang berisi
kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima atau di tolak, yang
dilarang atau dibolehkan.
4. Kebudayaan diperlukan oleh manusia yang di
realisasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Ciri-ciri setiap kebudayaan merupakan sifat
hakikat kebudayaan, namun demikian apabila seseorang ingin memahami sifat
hakikat dari kebudayaan yang esensial, maka dia harus terlebih dahulu mampu
memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada di dalamnya. Pertentangan
tersebut antara lain :
1. Berdasarkan pengalaman, kebudayaan bersifat
universal, namun wujud kebudayaan memiliki cirri-ciri khusus sesuai dengan
situasi dan lokasinya, oleh karenanya wujud kebudayaan sangat tergantung pada
pengalaman-pengalaman anggota masyarakat penganutnya, contoh kebudayaan bangsa
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, di mana setiap suku bangsa
memiliki ciri-ciri kebudayaan tersendiri.
2. Kebudayaan bersifat stabil dan juga dinamis.
3. Kebudayaan menentukan jalannya kehidupan
manusia meskipun jarang di sadari oleh manusia sendiri, gelaja tersebut secara
singkat dapat di jelaskan bahwa walaupun kebudayaan merupakan atribut manusia
akan tetapi tak mungkin seseorang meyakini atau mengetahui unsur-unsur
kebudayaan.
2.2 Budaya Lokal dan Identifikasi Budaya Lokal
Menurut Suwarto dan Agus Sumali (2007:42)
mengemukakan bahwa, budaya lokal adalah gagasan, tindakan dan hasil karya
menusia yang tumbuh dan berkembang d dalam ruang lingkup daerah atau wilyah
tertentu, misalnya budaya Jawa, budaya Sunda, budaya Melayu dan lain
sebagainya. Pengertian budaya lokal adalah budaya atau kebudayaan yang tumbuh
dan berkembang di lokal atau daerah tertentu dengan pendukung manusia yang
hidup dan bertempat tinggal di lokal atau daerah tersebut.
a. Bentuk Budaya
Menurut Koentjaraningrat perwujudan budaya
dibedakan menjadi tiga bentuk, antara lain :
1. Bentuk gagasan
Budaya dalam bentuk ini bersifat abstrak,
tidak dapa di raba, karena hanya ada dalam pikiran tiap warga penganut budaya
yang bersangkutan. Gagasan yang telah dipelajari oleh setiap masyarakat
pendukung budaya sejak dini sangat berpengaruh terhadap sifat dan cara berpikir
serta prilaku masyarakat pendukung budaya tersebut. Gagasan itulah yang
akhirnya menghasilkan berbagai karya manusia berdasarkan nilai-nilai dan cara
berpikir serta prilaku mereka.
2. Bentuk tindakan
Budaya dalam bentuk tindakan bersifat konkrit
dan dapat di lihat, contoh pedagang berjualan, petani mencangkul dan lain
sebagainya.
3. Bentuk hasil karya
Budaya dalam bentuk hasil karya bersifat
konkrit dapat dilihat dan diraba. Misalnya pengrajin rotan membuat hasil karya
kursi rotan, dan lain sebagainya.
b. Kepribadian dan kebudayaan
Menurut Theodore Of Newcomb, kepribadian
merupakan organisasi sikap-sikap yang di miliki seseorag sebagai latar belakang
terhadap perilaku. Kepribadian menunjukan pada organisasi sikap-sikap seseorang
untuk berbuat, mengetahui, berpikir dan merasakan, khususnya apabila ia
berhubungan dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan. Karena kepribadian
merupakan abstraksi individu yang kelakuannya sebagaimana halnya dengan
masyarakat dan kebudayaan maka ketiga aspek tersebut mempunyai hubungan yang
saling memengaruhi satu sama lain.
Di dalam masyarakat seorang anggota
masyarakat baru (termasuk bayi) akan memelajari norma-norma dan kebudayaan
masyarakat di mana dia bertempat tinggal, proses ini di sebut sosialisasi.
Sosialisai merupakan proses pembentukan sikap untuk berlaku yang sesuai dengan
kelompoknya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Iklim Geografis
Papua (suku asmat) terletak tepat di sebelah
selatan garis khatulistiwa, namun kerana daerahnya yang bergunung-gunung maka
iklim di Papua sangat bervariasi melebihi daerah Indonesia lainnya. Di daerah
pesisiran barat dan utara beriklim tropika lembap dengan tadahan hujan
rata-rata berjumlah diantara 1.500 – 7.500 mm pertahun. Tadahan hujan tertinggi
terjadi di pesisir pantai utara dan di pegunungan tengah, sedangkan tadahan
hujan terendah terjadi di pesisir pantai selatan. Suhu udara bervariasi sejajar
dengan bertambahnya ketinggian. Untuk setiap kenaikan ketinggian 100 m ( 900
kaki ), secara rata-rata suhu akan menurun 0.6 °C.
Suku Asmat terletak pada kedudukan 0° 19′ –
10° 45′ LS dan 130° 45′ – 141° 48′ BT, menempati sesetengah bahagian barat dari
Papua New Guinea yang merupakan pulau terbesar kedua selepas Greenland. Secara
fizikal, Papua merupakan daerah (provinsi) terbesar di Indonesia, dengan luas
daratan 21,9% dari jumlah kesuluruhan tanah seluruh Indonesia iaitu 421,981
km², membujur dari barat ke timur (Sorong – Jayapura) sepanjang 1,200 km (744
batu) dan dari utara ke selatan (Jayapura- Merauke) sepanjang 736 km (456
batu).
Selain daripada tanah yang luas, Papua juga
memiliki banyak pulau sepanjang pesisirannya. Di pesisiran utara terdapat Pulau
Biak, Numfor, Yapen dan Mapia. Pada bahagian barat ialah Pulau Salawati,
Batanta, Gag, Waigeo dan Yefman. Pada pesisiran Selatan terdapat pula Pulau
Kalepon, Komoran, Adi, Dolak dan Panjang, sedangkan di bahagian timur
bersempadan dengan Papua New Guinea.
3.2 Ciri
Fisik
Secara umum, kondisi fisik anggota masyarakat
Suku Asmat, berperawakan tegap, hidung mancung dengan warna kulit dan rambut
hitam serta kelopak matanya bulat. Disamping itu, Suku Asmat termasuk ke dalam
suku Polonesia, yang juga terdapat di New Zealand dan Papua Nugini.
Suku
asmat meiliki cara yang sangat sederhana untuk merias diri mereka. mereka hanya
membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah. untuk menghasilkan
warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan.
sedangkan warnah hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang dihaluskan. cara
menggunakan pun cukup simpel, hanya dengan mencampur bahan tersebut dengan
sedikit air, pewarna itu sudah bisa digunkan untuk mewarnai tubuh.
(Gambar: fisik Suku Asmat)
3.3 Sistem Perekonomian (Mata Pencaharian)
Perekonomian suku Asmat mulai dibangun oleh Belanda
melalui cabang perusahaan Imex Lumber Trade Company, bekerja sama dengan
organisasi-organisasi penyiaran Agama Katholik, Belanda dan Kristen Amerika.
Adat istiadat penyuluhan dihapus oleh Pemerintah RI dan melarang lembaga Yew,
diganti dengan Balai Desa. Pembiayaan pembangunaan Irian jaya diperoleh dari
bantuan melalui FUNDWI (Fund for the Development of West Irian). Peningkatan
kesejahteraan suku Asmat terutama seni patung dan seni ukir, serta membina
seniman asli (wow ipits) untuk meningkatkan kreativitasnya.
Orang-orang Asmat merasa dirinya bagian dari
alam. Karena itulah mereka sangat menghormati dan menjaga alam sekitarnya
bahkan, pohon di sekitar tempat hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya.
Batang pohon menggambarkan tangan. Buah menggambarkan kepala. Akar menggambarkan
kaki.
Sehari-hari orang Asmat bekerja di lingkungan
sekitarnya, terutama untuk mencari makan. Anak-anak harus membantu orangtuanya.
Mereka mencari umbi, udang, kerang, kepiting, dan belalang untuk dimakan.
Sementara itu para bapak menebang pohon sagu serta berburu binatang di hutan.
Bahan makanan yang sudah terkumpul dimasak oleh para ibu. Selain punya tugas
memasak, para ibu juga mempunyai tugas menjaring ikan di rawa-rawa.
3.4 Sistem
Politik (Pemerintahan)
Dalam sistem politik kemasyarakatan Asmat
terdapat struktur paroh masyarakat dan pimpinan suku bangsa Asmat.
1. Struktur Paroh Masyarakat
Masyarakat suku bangsa Asmat juga mengenal struktur
paroh masyarakat atau aipem. Pemimpin aipem berinisiatif\ membicarakan
pelaksanaan suatu aktivitas berburu, berkebun, merencanakan pengayuan yang
memerlukan banyak orang.
2. Pemimpin Suku Asmat
Pemimpin suku Asmat sederajat dengan warga
lain, tetapi ia harus pandai dan ahli dalam pekerjaan atau aktivitas sosial
tertentu. Ahli lain yang dianggap lebih terhormat dari pada pemimpin adalah
seniman pahat atau wow ipits.
Dalam
kehidupannya, Suku Asmat memiliki 2 jabatan kepemimpinan, yaitu
a.
Kepemimpinan yang berasal dari unsur pemerintah dan
b.
Kepala adat/kepala suku yang berasal dari masyarakat.
Sebagaimana
lainnya, kapala adat/kepala suku dari Suku Asmal sangat berpengaruh dan
berperan aktif dalam menjalankan tata pemerintahan yang berlaku di lingkungan
ini. Karena segala kegiatan di sini selalu didiihului oleh acara adal yang
sifatnya tradisional, sehingga dalam melaksanakan kegiatan yang sifatnya resmi,
diperlukan kerjasama antara kedua pimpinan sangat diperlukan untuk memperlancar
proses tersebut.
Bila
kepala suku telah mendekati ajalnya, maka jabatan kepala suku tidak diwariskan
ke generasi berikutnya, tetapi dipilih dari orang yang berasal dari fain, atau
marga tertua di lingkungan tersebut atau dipilih dari seorang pahlawan yang
berhasil dalam peperangan.
3.5 Proses
Kehidupan
Dalam menjalankan
proses kehidupannya, masyarakat Suku Asmat, melalui berbagai proses, yaitu :
1. Kehamilan,
selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar
dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung atau ibu mertua.
2. Kelahiran,
tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan secara
sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan Sembilu, alat
yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI sampai
berusia 2 tahun atau 3 tahun.
3. Pernikahan,
proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah berusia 17
tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak
mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan mas
kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu
Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson,
maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang
melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum pria maupun wanita melakukannya
di ladang atau kebun, disaat prianya pulang dari berburu dan wanitanya sedang
berkerja di ladang. Selanjutnya, ada peristiwa yang unik lainnya dimana anak
babi disusui oleh wanita suku ini hingga berumur 5 tahun.
4. Agama,
keagamaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat di Suku Asmat dan dalam hal ketuhanan, Suku Asmat dapat dijadikan
contoh bagi daerah lain. Majoriti penduduk Suku Asmat beragama Kristian, namun
demikian, seiring dengan perkembangan kemudahan pengangkutan dari dan ke Suku
Asmat maka jumlah orang yang beragama lain termasuk Islam juga semakin berkembang.
Banyak mubaligh sama ada orang asing maupun rakyat Indonesia sendiri yang
melakukan misi keagamaannya di pedalaman-pedalaman Suku Asmat. Mereka
berperanan penting dalam membantu masyarakat sama ada melalui sekolah-sekolah
mubaligh, bantuan perubatan mahupun secara langsung mendidik masyarakat
pedalaman dalam bidang pertanian, mengajar Bahasa Indonesia dan
pengetahuan-pengetahuan amali yang lain – lainnya. Mubaligh juga merupakan
pelopor dalam membuka jalur penerbangan ke daerah-daerah pedalaman yang belum
dibina oleh penerbangan biasa. Sebelum para misionaris pembawa ajaran agama
datang ke wilayah ini, masyarakat Suku Asmat menganut Anisme. Dan kini,
masyarakat suku ini telah menganut berbagai macam agama, seperti Protestan,
Khatolik bahkan Islam.
5. Bahasa,
di Papua ini terdapat ratusan bahasa daerah yang berkembang pada kelompok etnik
yang ada. Aneka perbagai bahasa ini telah menyebabkan kesulitan dalam
berkomunikasi antara satu kelompok etnik dengan kelompok etnik lainnya. Oleh
sebab itu, Bahasa Indonesia digunakan secara rasmi oleh masyarakat-masyarakat
di Papua bahkan hingga ke pedalaman (Suku Asmat).
6. Kematian,
bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam
bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum,
jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa
Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
3.6 Sistem Kekerabatan
Kehidupan suku bangsa Asmat dulunya adalah
Semi Nomad, namun sekarang sudah ditinggalkan. Mereka tinggal di pegunungan
yang saling berjauhan karena perasaan takut diserang musuh. Rumah Bujang
merupakan tempat semua kegiatan desa dan upacara adat terpusat.
Dasar organisasi sosial masyarakat suku
bangsa Asmat adalah keluarga inti monogamy kadang-kadang poligini. Kesatuan
keluarga yang lebih luas yaitu uxorilokal yakni pasangan pengantin sesudah
menikah berada di rumah keluarga yang lebih luas, atau avunkulokal, yaitu
pasangan pengantin setelah menikah akan bertempat tinggal di rumah istri dari
keluarga ibu. Tysem adalah tempat orang Asmat melaksanakan kegiatan sehari-hari
dan tempat menyimpan senjata maupun peralatan untuk berburu, menangkap ikan,
menanam dan berkebun.
Seorang ibu dewasa selalu harus mengalami
upacara misiasi yang dilaksanakan di rumah terpusat keluarga klan yang disebut
yew, yang merupakan rumah keramat, digunakan untuk melaksanakan berbagai
upacara religi. Yew biasanya dikelilingi oleh 10 sampai 15 tysem.
3.7 Sistem
Kesenian
Kesenian suku bangsa asmat erat kaitannya
degan kehidupan religinya. Benda-benda kesenian asmat yang amat menarik adalah
tiang-tiang Mbis dan perisai-perisai. Mbis dan perisai itu dapat
diklasifikasikan kedalam 4 daerah yaitu :
a. Gaya seni Asmat Hilir dan hulu sungai yang
mengalir ke dalam teluk flamingo dan arah Pantai Casuarina benda kesenian gaya
ini tergolong paling terkenal sejak tahun 1912. Sejak zaman ekspedisi militer
Belanda pertama mereka tertarik pada tiang-tiang Mbis dengan patung-patung yang
tersusun dari atas ke bawah menurut tata urut silsilah nenek moyang.
b. Gaya Seni Asmat Barat Laut Kesenian perisai
orang asmat barat laut berbentuk lonjong dengan bagian bawah yang agak melebar
dan biasanya lebih padat dibanding perisai kesenian Asmat Hilir.
c. Gaya Seni Asmat Timur Laut tampak khusus pada
bentuk hiasan perisai yang biasanya berukuran sangat besar, kadang-kadang
sampai melebihi tinggi orang.
d. Gaya Seni Asmat Daerah Sungai Brazza, hal
yang membuat gaya seni Asmat daerah sungai Brazza berbeda dengan yang lain
adalah bagian kepalanya yang biasanya terpisah dari badan.
e.
Patung bis,
adalah bentuk patung yang paling sakral. Namun kini membuat patung bagi Suku
Asmat tidak sekadar memenuhi panggilan tradisi, sebab hasil ukiran itu juga
mereka jual kepada orang asing di saat pesta ukiran. Mereka tahu hasil ukiran
tangan dihargai tinggi antara Rp 100 ribu hingga jutaan rupiah di luar Papua.
Patung dan ukiran umumnya mereka buat tanpa sketsa. Bagi Suku Asmat, di saat
mengukir patung adalah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yang
ada di alam lain. Hal itu dimungkinkan karena mereka mengenal tiga konsep
dunia: Amat ow capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow campinmi (alam pesinggahan roh yang sudah meninggal),
dan Safar (surga).
(Gambar: patung Bis)
f. Jenis
tarian-tarian yang kita kenal di Suku Asmat : Tarian ular menghormati Maapuru
puau, Tari Manaweang , Tejalu Meto’e, Tarian Iyaphae Oophae , Tarian akhokoy.
3.8 Rumah
Adat
Suku
Asmat
memiliki rumah adat suku
Asmat bernama Jew (Rumah Bujang).
Rumah Jew memang memiliki posisi yang istimewa dalam struktur suku Asmat.
Di rumah bujang ini, dibicarakan segala urusan yang menyangkut kehidupan
warga, mulai dari perencanaan perang, hingga keputusan menyangkut desa mereka.
Jew adalah tempat yang dianggap sakral
bagi suku Asmat.
Ada sejumlah aturan adat di dalamnya yang harus dipelajari dan dipahami oleh
orang Asmat sendiri, termasuk syarat membangun Jew.
Di
dalam rumah adat suku Asmat ini juga tersimpan persenjataan suku Asmat seperti,
tombak, panah untuk berburu, dan Noken.
Noken adalah serat tumbuhan yang dianyam menjadi sebuah
tas. Tidak sembarang orang boleh menyentuh noken yang disimpan di dalam rumah
adat suku Asmat ini. Noken ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai
penyakit. Ada syarat dan terapi-terapi tertentu yang harus dipatuhi pasien dan
dipastikan sembuh.
Seorang
suku asmat di rumah bujang tersebut menceritakan bahwa pasien yang berobat
secara adat, asal mematuhi aturan-aturan tersebut, kelak akan sembuh dalam
waktu singkat.
Berikut beberapa hal menyangkut rumah adat
suku Asmat (Jew) :
- Rumah adat suku Asmat yang dibuat dari kayu ini selalu didirikan menghadap ke arah sungai.
- Panjang rumah adat suku Asmat ini bisa berpuluh-puluh meter. Bahkan ada Jew yang panjangnya bisa sampai lima puluh meter dengan lebar belasan meter.
- Sebagai tiang penyangga utama rumah adat suku Asmat, mereka menggunakan kayu besi yang kemudian diukir dengan seni ukir suku Asmat
- Mereka tidak menggunakan paku atau bahan-bahan non alami lainnya, tapi orang Asmat menggunakan bahan-bahan dari alam seperti tali dari rotan dan akar pohon.
- Atap rumah adat suku Asmat ini terbuat dari daun sagu atau daun nipah yang telah dianyam. Biasanya warga duduk beramai-ramai menganyamnya sampai selesai.
- Jumlah pintu jew sama dengan jumlah tungku api dan patung bis. Patung Bis mencerminkan gambaran leluhur dari masing-masing rumpun suku Asmat. Mereka percaya patung- patung ini akan menjaga rumah mereka dari pengaruh jahat.Jumlah pintu ini juga dianggap mencerminkan jumlah rumpun suku Asmat yang berdiam di sekitar rumah adat suku asmat.
(Gambar:
rumah Jew Suku Asmat)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Suku asmat termasuk kelompok lokal, karena
kelompok nasionalnya adalah suku papua, suku asmat merupakan sarat mutlak
adanya suku papua.
2. Dalam menjalankan proses kehidupannya,
masyarakat Suku Asmat, melalui berbagai proses, yaitu :
1. Kehamilan,
selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar
dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung alau ibu mertua.
2. Kelahiran,
tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan secara
sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan Sembilu, alat
yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI sampai
berusia 2 tahun atau 3 tahun.
3. Pernikahan,
proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah berusia 17
tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak
mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan mas
kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu
Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson,
maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang
melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum pria maupun wanita melakukannya
di ladang atau kebun, disaat prianya pulang dari berburu dan wanitanya sedang
berkerja di ladang. Selanjutnya, ada peristiwa yang unik lainnya dimana anak
babi disusui oleh wanita suku ini hingga berumur 5 tahun.
4. Agama,
keagamaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat di Suku Asmat dan dalam hal ketuhanan, Suku Asmat dapat dijadikan
contoh bagi daerah lain. Majoriti penduduk Suku Asmat beragama Kristian, namun
demikian, seiring dengan perkembangan kemudahan pengangkutan dari dan ke Suku
Asmat maka jumlah orang yang beragama lain termasuk Islam juga semakin
berkembang. Banyak mubaligh sama ada orang asing mahupun rakyat Indonesia
sendiri yang melakukan misi keagamaannya di pedalaman-pedalaman Suku Asmat.
Mereka berperanan penting dalam membantu masyarakat sama ada melalui
sekolah-sekolah mubaligh, bantuan perubatan mahupun secara langsung mendidik
masyarakat pedalaman dalam bidang pertanian, mengajar Bahasa Indonesia dan
pengetahuan-pengetahuan amali yang lain – lainnya. Mubaligh juga merupakan
pelopor dalam membuka jalur penerbangan ke daerah-daerah pedalaman yang belum
dibina oleh penerbangan biasa.
5. Bahasa,
di Papua ini terdapat ratusan bahasa daerah yang berkembang pada kelompok etnik
yang ada. Aneka perbagai bahasa ini telah menyebabkan kesulitan dalam
berkomunikasi antara satu kelompok etnik dengan kelompok etnik lainnya. Oleh
sebab itu, Bahasa Indonesia digunakan secara rasmi oleh masyarakat-masyarakat
di Papua bahkan hingga ke pedalaman (Suku Asmat).
6. Kematian,
bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam
bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum,
jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa
Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
3. Kesenian
suku bangsa asmat erat kaitannya degan kehidupan religinya. Benda-benda
kesenian asmat yang amat menarik adalah tiang-tiang Mbis dan perisai-perisai.
Mbis dan perisai itu dapat diklasifikasikan kedalam 4 daerah yaitu :
a. Gaya seni Asmat Hilir dan hulu sungai yang
mengalir ke dalam teluk flamingo dan arah Pantai Casuarina benda kesenian gaya
ini tergolong paling terkenal sejak tahun 1912. Sejak zaman ekspedisi militer
Belanda pertama mereka tertarik pada tiang-tiang Mbis dengan patung-patung yang
tersusun dari atas ke bawah menurut tata urut silsilah nenek moyang.
b. Gaya Seni Asmat Barat Laut Kesenian perisai
orang asmat barat laut berbentuk lonjong dengan bagian bawah yang agak melebar
dan biasanya lebih padat dibanding perisai kesenian Asmat Hilir.
c. Gaya Seni Asmat Timur Laut tampak khusus pada
bentuk hiasan perisai yang biasanya berukuran sangat besar, kadang-kadang
sampai melebihi tinggi orang.
d. Gaya Seni Asmat Daerah Sungai Brazza, hal
yang membuat gaya seni Asmat daerah sungai Brazza berbeda dengan yang lain
adalah bagian kepalanya yang biasanya terpisah dari badan.
e. Patung bis, adalah bentuk patung yang paling
sakral. Namun kini membuat patung bagi Suku Asmat tidak sekadar memenuhi
panggilan tradisi, sebab hasil ukiran itu juga mereka jual kepada orang asing
di saat pesta ukiran. Mereka tahu hasil ukiran tangan dihargai tinggi antara Rp
100 ribu hingga jutaan rupiah di luar Papua. Patung dan ukiran umumnya mereka
buat tanpa sketsa. Bagi Suku Asmat, di saat mengukir patung adalah saat di mana
mereka berkomunikasi dengan leluhur yang ada di alam lain. Hal itu dimungkinkan
karena mereka mengenal tiga konsep dunia: Amat ow capinmi (alam
kehidupan sekarang), Dampu ow
campinmi (alam pesinggahan roh
yang sudah meninggal), dan Safar (surga).
f. Jenis
tarian-tarian yang kita kenal di Suku Asmat : Tarian ular menghormati Maapuru
puau, Tari Manaweang , Tejalu Meto’e, Tarian Iyaphae Oophae , Tarian akhokoy.
4.2 Saran
1. Bagi Pemerintah
Dalam
rangka meningkatkan dan mengangkat budaya daerah diantaranya budaya Suku Asmat
hendaklah pemerintah memperhatikan keberadaan budaya di daerah tersebut dengan
memperkenalkan dalam pertunjukan nasional baik seni tari maupun seni pahat
patung sebagai aneka ragam budaya Indonesia yang di kenal di manca Negara dan salah
satu pengahsil devisa Negara.
2. Bagi Guru
Dengan
adanya keanekaragaman budaya daerah diharapkan dapat memiliki manfaat langsung
maupun tidak langsung untuk memperkaya bahan kajian dalam proses pendidikan dan
dapat mengkontruksi pengetahuan melalui pengalaman belajar yang tepat.
3. Untuk siswa
Memberikan
nuansa baru dalam menambah wawasan pengetahuan yang memungkinkan siswa
berkesempatan untuk memperbaiki cara dan sikap dalam memahami budaya daerah
yang beraneka ragam sebagai budaya nasional dan menumbuhkan rasa persatuan
kebangsaan.
Daftar Pustaka
Suwarto W.A, Agus Sumali. (2007). Ilmu
Pengetahuan Sosial, Bandung:Yudhistira.
shttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Asmatunting (Di
akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:32 WIB)
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1893522-suku-asmat/#ixzz1k6R8ygcG (Di
akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:34 WIB)
http://www.lestariweb.com/Indonesia/Papua_People_Asmat.htm (Di
akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:36 WIB)
http://www.katcenter.info (Di
akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:38 WIB)
hhttp://asmat-galery.blogspot.com/ttp://www.infopapua.com (Di
akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:40 WIB)
http://budayapapua.wordpress.com (Di
akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:43 WIB)
http://aspal-putih.blogspot.com/2011/07/mengenal-suku-asmat-di-papua.html#ixzz1k6RbZLQ0 (Di
akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:46 WIB)
http://galihpiero.multiply.com/journal/item/9?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem (Di
akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:49 WIB)
http://andaru24.wordpress.com/2011/05/26/suku-asmat/ (Di
akses pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 21:50 WIB)
terimakasih buat materi blog nya
BalasHapus(^_^)
ASS..... saya ijin copas ya....
BalasHapusizin copas
BalasHapusAssalamualaikum ...
BalasHapusSaya izin copas buat tugas saya min