BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Banyak orang
menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah membudidaya dan telah
merasuki seluruh masyarakat di Indonesia baik masyarakat kelas atas, menengah,
maupun masyarakat kalangan bawah. Seperti kutipan dari sebuah laporan Bank
Dunia (Bank Dunia, 2003 : 42), mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki reputasi
yang buruk dari segi korupsi dan menjadi salah satu negara terkorup di dunia.
Bahkan dari laporan Bank Dunia itu (Ibid : 50), menemukan bahwa korupsi di
Indonesia memiliki akar panjang ke belakang yaitu sejak jaman VOC sebelum tahun
1800, dan praktek itu berlanjut sampai masa-masa pasca kemerdekaan. Dari masa
inilah Indonesia mewarisi praktek-praktek seperti membayar untuk mendapatkan
kedudukan di pemerintahan, mengharapkan pegawai-pegawai menutup biaya di luar
gaji dari gaji mereka dan lain-lain. Pada masa Orde Baru yaitu selama
1967-1998, praktek korupsi ini mendapat dukungan dan kesempatan luas pada masa
itu yaitu dengan memberikan dukungan kepada pengusaha-pengusaha besar dan
membangun konglomerat-konglomerat baru dan memberikan kemudahan-kemudahan dan
fasilitas, bahkan memberikan kesempatan kepada para pengusaha dan kroni
Presiden untuk mempengaruhi politisi dan birokrat.
Menurut
Baharuddin Lopa (Baharuddin Lopa & Moh. Yamin, 1987 : 6), pengertian umum
tentang tindak pidana korupsi adalah suatu tindak pidana yang berhubungan
dengan perbuatan penyuapan dan manipulasi serta perbuatan-perbuatan lain yang
merugikan atau dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, merugikan
kesejahteraan dan kepentingan rakyat. Undang-undang pemberantasan tindak pidana
korupsi (UU 31/1999), memberi pengertian tentang tindak pidana korupsi adalah
“perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” atau “perbuatan
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
serta dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. Termasuk dalam
pengertian tindak korupsi adalah suap terhadap pejabat atau pegawai negeri.
Sedangkan untuk
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Namun saat yang
sangat penting untuk pembentukan karakter ada dalam lingkungan keluarga.
Karakter seseorang terbentuk melalui pembiasaan dan latihan yang dilakukan
secara terus-menerus. Perubahan yang ada tidak bisa dilihat secara kasat mata
karena proses pembentukan karakter terjadi secara laten, berlanjut sepanjang
hayat. Pendidikan karakter sejatinya mampu terwujud ketika seorang anak dan
keluarga di dalamnya berjuang bersama untuk menghayati visi dan
mengaktualisasikan nilai-nilai antikorupsi secara bersama-sama di dalam
masyarakat.
Dalam
prakteknya, korupsi dangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas,
oleh karena sangat sullit memeberikan pembuktian-pembuktian yang eksak.
Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti.
Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai
baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Korupsi adalah produk
dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard
kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang
kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam
golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan
menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat.
Dengan demikian
berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha
pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat
dorongan individuterutama dikalangan pegawai negeri untuk melakukan praktek
korupsi dan usaha-usaha pengglapan. Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya
usaha-usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relatif
lambat, sehingga setiap badan atau orang menginginkan jalan pintas yang cepat
dengan memberikan imbalan dengan cara memberikan uang pelicin. Praktek ini akan
berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan
masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB (orang kaya
baru) yang memperkaya sendiri. Agar tercapai tujuan nasional, mau tidak mau
korupsi harus diberantas.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apakah
pengertian korupsi ?
2.
Apakah
penyebab korupsi ?
3.
Siapa
saja pejabat yang pernah melakukan korupsi ?
4.
Bagaimana
cara mengatasi korupsi di Indonesia ?
5.
Apakah
hukuman yang layak bagi para koruptor ?
1.3. Tujuan Penulisan
1.
Mendeskripsikan
pengertian korupsi.
2.
Mengetahui
apa penyebab korupsi.
3.
Mengetahui
pejabat yang pernah melakukan korupsi.
4.
Mengetahui
bagaimana cara mengatasi korupsi di Indonesia.
5.
Mengetahui
apakah hukuman yang layak bagi para koruptor.
1.4. Metode Penulisan
Metode yang di
gunakan dalam penyusunan makalah ini merupakan metode tinjauan kepustakaan yang
bertujuan untuk mempelajari buku-buku yang relevan dengan masalah yang di
teliti karena penyusun tidak melakukan tinjaun secara langsung terhadap objek
pengamatan. Penelitian
ini dilakukan untuk siapa saja
pejabat yang pernah melakukan korupsi dan cara mengatasinya.
1.5. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pemerintah
Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas
sistem pemerintahan mengenai fenomena korupsi.
2.
Bagi Guru
Bisa dijadikan sebagai acuan dan sumbangsih dalam mengajar terutama
pada materi ini agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa
yang akan datang.
3.
Bagi Siswa
Bisa dijadikan
sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri dan mampu
mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Korupsi
Banyak para
ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat dari struktur bahasa
dan cara penyampaian yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna sama.
Menurut Kartono
(1983) memberi batasan korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan
umum dan negara, jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan,
demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara
dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan
alasan hukum dan kekuatan senjata)untuk memperkaya diri sendiri. Korupsi
terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki
oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Menurut
Wertheim (dalam lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang seorang pejabat dikatakan
melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang
bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam
bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya wertheim menambahkan
bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang
pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya atau kelompoknya
atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap
sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling
menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas
pemisah antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisah keuangan
pribadi dengan masyarakat.
2.2 Penyebab Korupsi
1.
Cara Pandang
Terhadap Kekayaan
Konsepsi Alfred
Schutz tentang because motive atau disebut sebagai motif penyebab. Di dalam
konsepsi ini, maka dapat dinyatakan bahwa tindakan manusia ditentukan oleh ada
atau tidaknya faktor penyebabnya. Maka seseorang melakukan korupsi juga
disebabkan oleh beberapa faktor penyebab. Faktor penyebab itulah yang disebut
sebagai motif eksternal penyebab tindakan.
Manusia dewasa
ini sedang hidup di tengah kehidupan material yang sangat mengedepan. Dunia
kapitalistik memang ditandai salah satunya ialah akumulasi modal atau
kepemilikan yang semakin banyak. Semakin banyak modal atau akumulasi modal maka
semakin dianggap sebagai orang yang kaya atau orang yang berhasil. Maka ukuran
orang disebut sebagai kaya atau berhasil adalah ketika yang bersangkutan
memiliki sejumlah kekayaan yang kelihatan di dalam kehidupan sehari-hari. Ada
outward appearance yang tampak di dalam kehidupan sehari-harinya. Cobalah kalau
kita berjalan di daerah-daerah yang tergolong daerah komunitas kaya, maka hal
itu cukup dilihat dengan seberapa besar rumahnya, di daerah mana rumah
tersebut, dan apa saja yang ada di dalam rumah tersebut. Di Surabaya ini, maka
dengan mudah dapat diketahui bahwa ada perumahan yang tergolong sebagai
perumahan ”elit”. Datanglah di perumahan Darma Husada Indah, maka akan
terpampang bagaimana rumah kaum elit di negeri ini. Dan inilah gambaran
kesuksesan atau keberhasilan kehidupan.
Di tengah
kehidupan yang semakin sekular, maka ukurannya adalah seberapa besar seseorang
bisa mengakses kekayaan. Semakin kaya, maka semakin berhasil. Maka ketika
seseorang menempati suatu ruang untuk bisa mengakses kekayaan, maka seseorang
akan melakukannya secara maksimal. Di dunia ini, maka banyak orang yang mudah
tergoda dengan kekayaan. Karena persepsi tentang kekayaan sebagai ukuran
keberhasilan seseorang, maka seseorang akan mengejar kekayaan itu tanpa
memperhitungkan bagaimana kekayaan tersebut diperoleh.
Dalam banyak
hal, penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan
dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk
menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa
diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan
korupsi. Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka
salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang
terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses
kekayaan. Korupsi dengan demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih
terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah
dalam memandang kekayaan, maka semakin besar pula kemungkinan orang akan
melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan.
2.
Sistem Yang
Salah
Banyak faktor
kecelakaan yang bisa menyebabkan tindakan korupsi terjadi. Salah satu yang
menjadi sorotan adalah diterapkannya sistem yang salah. Selain karena sistem
yang salah, kemudian tindakan korupsi juga tergantung kepada personal yang
melakukan korupsi tersebut.
Demikian
dikatakan Ketua DPP Golkar Azis Syamdusin dalam diskusi mengenai Parpol Bersih
di Cikini, Jakarta, Sabtu (26/10). Menurut anggota Komisi III tersebut, sebuah
sistem yang terdiri dari sekelompok aturan akan mengatur perilaku seorang
politikus untuk bertindak. Sebab itulah dia menilai jika pribadi seseorang
sangat menentukan apakah dia korupsi atau tidak.
"Korupsi
itu gaungnya tergantung orang yang mengikutinya. Artinya, korupsi itu
tergantung personal, dan personal itu tergantung sistem, maka sistem akan
tergantung aturan. Jadi, semuanya berawal dari sistem," kata Azis.
"Tidak
akan ada partai yang akan mengampanyekan diri sebagai partai bersih. Sama
dengan sumpah jabatan, tapi masih ada juga pejabat yang kena kasus
korupsi."
Sedangkan pengamat politik Sebastian Salang mengemukakan jika tindakan korupsi bisa berawal dari kerakusan dari politikus itu sendiri. Artinya, persoalan korupsi bukanlah sebuah upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup, tapi lebih kepada ketamakan yang melanda politikus.
Sedangkan pengamat politik Sebastian Salang mengemukakan jika tindakan korupsi bisa berawal dari kerakusan dari politikus itu sendiri. Artinya, persoalan korupsi bukanlah sebuah upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup, tapi lebih kepada ketamakan yang melanda politikus.
"Kita
kesulitan mencari sosok politikus yang sederhana sekarang ini. Menurut saya,
jika hal itu dibiarkan maka politisi akan terjebak dalam perilaku
hedonisme," katanya. Terkait perilaku hedonis ini, Azis Syamsudin mengatakan
bahwa parameter bermewah-mewah bisa dianggap sebagai salah satu faktor
terjadinya korupsi. Akan tetapi, dia menegaskan jika sebuah sistem yang rapi
dan tegas bisa mencegah perilaku hedonisme tersebut.
"Kalau
melihat fakta bahwa bisa saja hedonisme dijadikan parameter sebagai salah satu
faktor korupsi. Tapi kita kembali lagi bahwa kita belum punya sistem yang bagus
untuk itu," katanya.
3.
Hukuman Ringan
4.
Para Koruptor
Itu Lupa Tentang Esensi Keimanan.
Yang mereka
inginkan adalah memenuhi nafsu hati dalam segala keadaan hati sebagai pusat
perasaan atau emosi: senang, sedih, bahagia, benci, kesal, kecewa, cinta dan
sebagainya, yang jauh dari ketenangan jiwa. Lalu bagaimana keimanan para
koruptor sebenarnya sehingga bisa begitu tega? Mari kita tengok dengan
pemahaman keimanan sesusai dengan ajaran Al Qur’an dan kemanusiaan.
5.
Jiwa Tak Tenang
Dan Meranggas.
Tujuan manusia
hidup adalah untuk menyembah Allah SWT. Penyembahan dan perbuatan ubudiyah itu
dilakukan dengan kesadaran keimanan tingkat tingggi dalam bentuk berserah diri
pada Allah SWT. Kepasrahan yang kaffah dan total merupakan bentuk iman
tertinggi. Keimanan penuh itu harus merasuk dalam jiwa, karena hakikat tujuan
beribadah adalah untuk pembebasan jiwa: menuju jiwa yang tenang yang disapa oleh
Allah.
6.
Iman Yang
Terperangkap Di Hati.
Senyatanya,
justru kebanyakan orang memasukkan iman hanya sampai ke dalam hati. Jiwa tidak
pernah dilayani. Banyak aktivitas ibadah yang memang mampu melembutkan hati
seperti membaca Al Qur’an, mendengarkan orang membaca Al Qur’an - bahan membaca
puisi dan mendengarkan lagu. Fungsi jiwa sebagai pengendali dan tuan bagi hati
terlupakan, hingga hati menguasai jiwa. Hati menjadi penguasa atas jiwa.
7.
Jiwa Dikuasai
Oleh Hati.
Penguasaan dan
perampasan fungsi jiwa sebagai pengendali hati hilang di tengah ‘kenikmatan
hati’ melayani diri sendiri dan melupakan jiwa. Hal ini disebabkan oleh
‘keasyikan’ dalam membina hati dengan melupakan esensi dan cara ibadah yang
mengubah jiwa. Amal dan perbuatan yang dianggap melayani jiwa - karena mampu
mengubah karakter dasar jiwa yang sebenarnya adalah tempat iman harus berada -
selalu bertumpu pada perbuatan untuk orang lain.
Contohnya, ilmu
yang bermanfaat. Ilmu yang bermanfaat diperuntukkan bagi orang lain. Anak
sholeh yang mendoakan orang tua juga diperuntukkan bagi orang di luar dirinya.
Amal jariah pun juga dilakukan oleh orang lain dan untuk kemaslahatan dan
kebaikan orang lain; bermanfaat bagi orang lain.
8.
Melupakan
Ibadah Dan Hubungan Dengan Manusia Lain Dengan Empati.
Fakta di atas
sesungguhnya menunjukkan bahwa ibadah paling esensial adalah dalam wujud
melayani jiwa yang terkait dengan orang lain. Hablum minnannas - hubungan
peribadatan dan kebaikan dalam berhubungan dengan liyan, dengan sesama manusia
- menjadi titik pusat dari ibadah. Manusia harus bermanfaat bagi orang lain
sebagai buah dari keimanan dalam jiwa kepada Allah SWT. Iman tanpa membuahkan
hasil biasanya adalah iman yang pusatnya ada di dalam hati - bukan iman di
dalam jiwa. Para koruptor justru lupa hal ini dan kehilangan empati dan
kepedulian kepada sesama manusia.
Ciri-ciri iman
di dalam hati adalah mudah merasa iba dan trenyuh ketika mendengarkan lagu,
bacaan kitab suci, cerita-cerita kenabian yang sepenuhnya memang melembutkan
hati. Sedangkan iman yang ada dalam jiwa bercirikan keadaan konstan - jiwa yang
tenang - yang tak lekang oleh keadaan sekeliling. Jiwa menjadi terbebaskan dan
tak diikat oleh hati. Jiwa mengendalikan hati sepenuhnya agar ia melayani jiwa.
Ketika hati
menjadi pusat keimanan, pada saat itu yang akan dilayani adalah kebutuhan hati
seperti memenuhi rasa cinta, senang, sayang sekaligus pengelolaan perasaan.
Karena hati sebenarnya adalah tempat segala kegundahan dan sekaligus kenikmatan
- namun bukan kenikmatan yang sesungguhnya seperti kenikmatan jiwa yang tenang
yang disebutkan oleh Allah SWT - maka keimanan seperti itu bukanlah keimanan
yang mampu membebaskan jiwa. Maka, terbelenggulah keimanan itu ada dalam hati.
Akibatnya, perbuatan yang dilakukan hanya memenuhi kebutuhan hati seperti menikah,
membangun rumah, membeli tanah dan memerkaya diri sendiri dangan cara apapun
termasuk korupsi.
9.
Lingkungan
Berarti
lingkunganlah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan
mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi ciri/karakter pribadinya.
Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman
pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.
Kerusakan pada
lingkungan makro (negara) di mana sistem hukum, politik, pengawasan, kontrol,
transparansi rusak. Kerusakan tersebut menjadi latar lingkungan yang merupakan
faktor stimulus bagi perilaku orang. Tentunya menjadi jelas ketika sistem tidak
secara kuat memberikan hukuman terhadap pelanggaran dan imbalan terhadap sebuah
prestasi, tingkah menyimpang (korupsi) malah akan diulang-ulang karena akan
memberikan konsekuensi yang menyenangkan.
2.3 Daftar Pejabat Yang Melakukan Korupsi
No
|
Nama Lengkap
|
Jabatan/Pekerjaan
|
Kasus
|
Kerugian Negara
|
1
|
Sjamsul Nursalim
|
Pendiri Gajah Tunggal Group, pendiri Galeri Indonesia" di Plaza Indonesia,
|
Korupsi BLBI
|
Rp. 6,9 triliun dan 96,7 triliun dolar amerika
|
2
|
Lalu Sudirham, AMA
|
Karyawan PT. PLN Ranting Selong Cabang Mataram, NTB
|
Korupsi setoran pajak penerangan jalan untuk bulan November 2005
dari kasir PLN Ranting Selong, Cabang Mataram, NTB
|
Rp. 290.386.440,- (dua ratus sembilan puluh juta tiga
ratus delapan puluh enam ribu empat ratus empat puluh rupiah). Cq. Pemerintah
Kabupaten Lombok Timur
|
3
|
Drs. Riswandi
|
Pegawai Negeri Sipil / Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) Lombok Timur (diangkat tanggal 17 Maret 1999) / Direktur
Proyek di PDAM Lombok Timur (SK Bupati Lombok Timur No.10 Tahun 1997)
|
Korupsi bantuan dana untuk proyek pengembangan air bersih dari
Asian Development Bank (ADB) tahun 1999
|
Rp. 301.217.400,- (tiga ratus satu juta dua ratus tujuh
belas ribu empat ratus rupiah) Cq. PDAM Lombok Timur
|
4
|
H. Abdul Latief, S.T., M.H. alias H. Majid bin H. Abdurrahman
|
Ketua DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan
|
Korupsi dana pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) Sekolah Menengah
Atas Negeri I Labuan Amas Utara
|
Rp. 55.900.000,- (lima puluh lima juta sembilan ratus ribu
rupiah) Cq. APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah Cq. Dinas Pendidikan Kabupaten
Hulu Sungai Tengah, Prop. Kalimantan Selatan
|
5
|
Drs. Muhammad Bachrum, M.M. bin Muhammad Wasil Prawiro Dirjo
|
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman (diangkat tanggal 18
November 2003)
|
Korupsi Pengadaan Buku Teks Wajib SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA Kab.
Sleman (tahun 2004-2005)
|
Rp 12.127.155.442,25 (dua belas milyar seratus dua puluh
tujuh juta seratus lima puluh lima ribu empat ratus empat puluh dua rupiah
koma dua puluh lima sen) Cq. Pemda Kabupaten Sleman, Yogyakarta
|
6
|
Ir. Jamerdin Purba
|
Kerbau Siborong borong (SK Menteri Pertanian tanggal 25 Januari
2005)
|
Korupsi Pengadaan Ternak Kerbau Lokal pada Balai Pembibitan
Ternak Unggul (BPTU) Babi dan Kerbau Siborongborong tahun 2005
|
Rp. 158.834.000,- (seratus lima puluh delapan juta delapan
ratus tiga puluh empat ribu rupiah) Cq. APBN 2005
|
7
|
Ir. Yulianus Telaumbanua
|
Pegawai Negeri Sipil/ Ketua Panitia Pelelangan,
Pembelian/Pengadaan Ternak Kerbau Lokal pada Balai Pembibitan Ternak Unggul
(BPTU) Babi dan Kerbau Siborongborong tahun 2005
|
Korupsi Pengadaan Ternak Kerbau Lokal pada Balai Pembibitan
Ternak Unggul (BPTU) Babi dan Kerbau Siborongborong tahun 2005
|
Rp. 158.834.000,- (seratus lima puluh delapan juta delapan
ratus tiga puluh empat ribu rupiah) Cq. APBN 2005
|
8
|
Drs. H. Syarifuddin Nasution, MM.
|
Mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Rokan Hulu
|
Korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Rokan Hulu TA 2003
|
Rp. 3.057.262.180,- (tiga milyar lima puluh tujuh juta dua
ratus enam puluh dua ribu seratus delapan puluh rupiah) Cq. Pemkab Rokan Hulu
|
9
|
H. Ramlan Zas, SH.MH
|
PNS / Mantan Bupati Rokan Hulu masa jabatan tahun 2001 sampai
tahun 2006
|
Korupsi Anggaran Pos Pengeluaran Tidak Tersangka Pemda Kabupaten
Rokan Hulu tahun 2003
|
Rp. 3.057.262.180,- (tiga milyar lima puluh tujuh juta dua
ratus enam puluh dua ribu seratus delapan puluh rupiah) Cq. Pemda Kabupaten
Rokan Hulu
|
10
|
Drs. Muhdori Masuko Haryono bin Wiji Suharno
|
Pegawai Negeri Sipil / Ketua Panitia Pengadaan Buku Teks Wajib
SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA pada Kantor Dinas Pendidikan Kab. Sleman TA 2004
(diangkat tanggal 24 April 2004)
|
Korupsi Pengadaan Buku Teks Wajib SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA Kab.
Sleman (tahun 2003-2005)
|
Rp 12.127.155.442,25 (dua belas milyar seratus dua puluh
tujuh juta seratus lima puluh lima ribu empat ratus empat puluh dua rupiah
koma dua puluh lima sen) Cq. Pemda Kabupaten Sleman, Yogyakarta
|
11
|
Dr. (HC) Drs. H. Abdul Gaffar Haka, MM. alias Gaffar bin H. Kacil
|
Pensiunan PNS / Mantan Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Barabai dan
Guru Bimbingan Penyuluhan (BP)
|
Korupsi Dana BOMM (Bantuan Operasional Managemen Mutu) serta Dana
Operasional (Dana Rutin) dari Dinas Pendidikan Kabupaten Hulu Sungai Tengah
(tahun 2000 – 2005)
|
Rp. 72.086.750
(tujuh puluh dua juta delapan puluh enam ribu tujuh ratus lima puluh rupiah)
[Dana BOMM] dan Rp. 32.974.794,- (tiga puluh dua juta sembilan ratus
tujuh puluh empat ribu tujuh ratus sembilah puluh empat rupiah) [Dana Rutin]
Cq. Dinas Pendidikan Kabupaten Hulu Sungai Tengah
|
12
|
Drs. Ali Thamrin bin H. Jaberan
|
PNS / Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Kalimantan Selatan / Penanggung Jawab Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB)
SMAN 1 Labuan Amas Utara, Kalimantan Selatan
|
Korupsi Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMAN 1 Labuan Amas
Utara, Kalimantan Selatan (SK Bupati Hulu Sungai Tengah No. 195 Tahun 200
|
Rp. 55.900.000,-
(lima puluh lima juta sembilan ratus ribu rupiah) Cq. Pemerintah Daerah
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan
|
13
|
Ajar Dolar
|
PNS / Departemen Koperasi Kab. Pasuruan, Jawa Timur
|
Usaha Pengadaan Pupuk untuk Keperluan KUD Budi Lestari, Desa
Kedawung Kulon, Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
|
Rp. 45.887.700,- (empat puluh lima juta delapan ratus
delapan puluh tujuh ribu tujuh ratus rupiah) Cq. KUD Budi Lestari, Kabupaten
Pasuruan, Jawa Timur
|
14
|
Drs. Arifin Lamarundu
|
PNS Kabupaten Kendari / Mantan Kepala Badan PMD Tingkat II
Kendari, Sulawesi Tenggara (diangkat berdasarkan Surat Keputusan Bupati
Kendari Nomor 03 Tahun 2001, tanggal 6 Januari 2001)
|
Korupsi Dana Pembangunan Desa/Kelurahan (DPD/K) Tahun Anggaran
2001
|
Rp. 110.200.000,- (seratus sepuluh juta dua ratus ribu
rupiah) Cq. BPMD Kabupaten Kendari, Sulawesi Tenggara
|
15
|
Ir. Elizar Hamonangan Daulay
|
Kepala Dinas Kimpraswil Kabupaten Rokan Hulu / Sekretaris Panitia
Pembangunan RSUD Rokan Hulu, Pembangunan Rumah Jabatan dan Pembangunan
Pelayanan Sarana Air Bersih Pasir Pengaraian
|
Korupsi Dana Proyek Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
type C Kab. Rohul, Rumah Jabatan dan Peningkatan Sarana Air Bersih (PSAB)
|
Rp 19.077.438.285,61 (sembilan belas milyar tujuh puluh
tujuh juta empat ratus tiga puluh delapan ribu dua ratus delapan puluh lima
rupiah enam puluh satu sen) Cq Pemkab Rokan Hulu, Riau
|
16
|
Abdullah Medjid
|
Pegawai Negeri Sipil / Bendaharawan Sekretariat Panitia Pemilihan
Daerah II (PPD II) Pemilu Tahun 1999
|
Korupsi Uang Sekretariat Pemilihan Daerah II (PPD II) Kabupaten
Ende, NTT
|
Rp. 10.384.000,- (sepuluh juta tiga ratus delapan puluh
empat dua rupiah) Cq. Sekretariat Pemilihan Daerah II (PPD II) Kabupaten Ende
|
17
|
Drs. Ec. H. Marjani, M.M.
|
Kepala Bapedalda, Kota Jambi (terhitung sejak tanggal 19 Desember
2001) / PNS
|
Korupsi Dana Proyek Rehabilitasi Hutan & Lahan Kota Jambi
Tahun Anggaran 2002
|
Rp. 55.701.750,- (lima puluh lima juta tujuh ratus satu
ribu tujuh ratus lima puluh rupiah)
|
18
|
Enang Ilyas bin Kaisan Mansur
|
Mantan Ketua KUD Sanggarsari (diangkat bulan Oktober 1993) , Kab.
Karawang, Jawa Barat
|
Korupsi dana kredit pengadaan pangan stok Nasional tahun 1997,
Kab. Karawang, Jawa Barat
|
Rp. 140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah) cq BRI
Cabang Cikampek, Jawa Barat
|
19
|
Drs. David Agustein Hubi
|
Bupati Kabupaten Jayawijaya periode 1998—2003 (SK Mendagri
No.131.81.922 tanggal 15 Oktober
1998)
|
Korupsi proyek pengadaan dan pembelian pesawat terbang jenis
Fokker 27 seri 600
|
Rp. 9.110.000.000,-
(sembilan milyard seratus sepuluh juta rupiah) Cq. Pemda Kabupaten Jayawijaya
|
20
|
Irjen.Pol. Drs. Djoko Susilo Tjandra
|
Kepala Korlantas Mabes Polri
|
Korupsi simulator mengemudi dan tindak pidana pencucian uang sejak
akhir Juli 2012.
|
Rp 54,6 Miliar dan 60 ribu dollar Amerika.
|
21
|
Gayus Halomoan Partahanan Tambunan
|
Mantan Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak
Kementrian Keuangan Indonesia
|
kasus mafia
Pajak pada tahun 2010.
|
Rp. 24 Miliar
|
22
|
Muhammad
Nazaruddin
|
Seorang pengusaha dan politisi Indonesia yang menjadi
anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode
2009-2014 dari Partai Demokrat dengan Daerah Pemilihan Jawa Timur IV.[2] Setelah
menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat pada tahun 2010
|
Rp. 25 Milliar
|
Sumber
: http://putusan.mahkamahagung.go.id
2.4 Cara Mengatasi Fenomena Korupsi
Di Indonesia
1.
Peran
Keluarga
Adanya
kesadaran keluarga untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan pemilihan
pendidikan yang dianggap paling baik, dan dengan tidak bersifat acuh tak acuh
terhadap lingkungan. Kesadaran keluarga dalam memilih pendidikan yang sesuai
dengan hati nurani yang dianggap paling baik dan tidak menerima suap merupakan
salah satu langkah untuk menghindari adanya kasus korupsi.
2.
Menanamkan
Aspirasi Nasional
Menanamkan
aspirasi nasional yang positif pada anak, yaitu mengutamakan kepentingan
nasional. Penanaman nasionalisme sejak dini pada generasi penerus bangsa juga
sangat diperlukan agar mereka mencintai bangsa dan negara indonesia diatas
kepentingannya sendiri sehingga kelak jika menjadi pemimpin ia akan menjadi
sesosok pemimpin yang memikirkan bangsa Indonesia diatas kepentingan pribadinya.
3.
Pemimpinan
Yang Patut di Contoh
Para pemimpin
dan pendidik memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi melalui
tindakan sehari-hari. Para pendidik saat ini haruslah menjadi teladan yang baik
bagi generasi penerus bangsa, yaitu sesosok pemimpin yang jujur, adil, dan anti
korupsi.
4.
Reorganisasi
dan Rasionalisasi
Reorganisasi
dan rasionalisasi dari organisasi pendidikan, melalui penyederhanaan
pengelolaan pendidikan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi penggunaan dana yang
seharusnya dapat digunakan seefisien mingkin. Serta untuk membentuk sistem baru
yang terorganisir dengan adil dan jauh dari korupsi.
5.
Penerimaan
Peserta Didik
Adanya sistem
penerimaan peserta didik yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan
sistem “ascription”.
6.
Penetapan
Sistem Penggajian yang Layak
Aparat
pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Itu sulit berjalan dengan baik,
bila gaji mereka tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa yang
mempunyai kebutuhan hidup serta kewajiban untuk mencukup nafkah keluarganya.
Maka, agar bisa bekerja dengan tenang dan tidak mudah tergoda berbuat curang,
kepada mereka harus diberikan gaji dan tunjangan hidup lain yang layak. Karena
itu, harus ada upaya pengkajian menyeluruh terhadap sistem penggajian dan
tunjangan di negeri ini. Memang, gaji besar tidak menjamin seseorang tidak
korupsi, tapi setidaknya persoalan rendahnya gaji tidak lagi bisa menjadi
pemicu korupsi.
7.
Sistem
Budget
Sistem budget dikelola
oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem
kontrol yang efisien.
8.
Perhitungan
Kekayaan
Orang yang
melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan bertambah dengan cepat. Meski
tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena telah melakukan korupsi. Bisa
saja ia mendapatkan semua kekayaannya itu dari warisan, keberhasilan bisnis
atau cara lain yang halal. Tapi perhitungan kekayaan dan pembuktian terbalik
sebagaimana telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab menjadi cara yang
tepat untuk mencegah korupsi. Semasa menjadi Khalifah, Umar menghitung kekayaan
para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Bila terdapat kenaikan yang tidak
wajar, yang bersangkutan diminta membuktikan bahwa kekayaan yang dimilikinya
itu didapat dengan cara yang halal. Cara inilah yang sekarang dikenal dengan
istilah pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat efektif mencegah aparat
berbuat curang. Tapi anehnya cara ini justru ditentang oleh para anggota DPR
untuk dimasukkan dalam perundang-undangan.
9.
System
Mengajar
Peran orang tua
sangat penting untuk memotivasi anaknya dalam belajar. Tingkat keberhasilan
anak dalam belajar tidak luput dari motivasi orang tua. Di samping orangtua,
Pendidik adalah pendidik utama (yaitu di sekolah). Dominasi pengaruh Pendidik
terhadap perkembangan anak didik cukup dapat dirasakan. Ketika seorang anak didik
mulai masuk dalam dunia sekolah, kata-kata dan perilaku Pendidik lebih
memperoleh perhatian anak didik dibanding kata-kata dan perilaku orangtua.
Ucapan Pendidik diingat dan dipercaya anak didik sedemikian rupa, bahkan cara
Pendidik berkata-kata dan berjalan ditiru dengan tepat. Selain itu,
keberhasilan pendidikan karakter juga ditentukan oleh tutur kata Pendidik.
Bahasa yang dilontarkan Pendidik harus bermuatan kebajikan dan kalimat-kalimat
positif. Pendidik yang doyan mengeluarkan kata-kata kasar bahkan makian tentu
saja bertentangan dengan semangat pendidikan karakter. Bahasa kebajikan
merupakan salah satu bagian dalam pendidikan karakter yang tidak hanya
membentuk siswa agar baik secara akademis tetapi juga berperilaku.
10.
Caiden
(dalam Soerjono, 1980)
memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut :
a.
Membenarkan
transaksi yang dahulunya dilarang dengan menetukan sejumlah pembayaran tertentu
b.
Membuat
struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat
c.
Melakukan
perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah, pengawasan dan pencegahan
kekuasaan terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi
yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas
adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk menurangi kesempatan
korupsi
d.
Mengurangi
dorongan untuk korupsi dengan jalan meningkatkan ancaman
e.
Korupsi
adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dobatas,
tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi
organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada
sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan
dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Cara yang
diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula
dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya
pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan
korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah
membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam
pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman
kepada pelaku-pelakunya
11.
Myrdal
(dalam Lubis, 1987)
Myrdal (dalam
Lubis, 1987) memberi saran penanggulangan korupsi yaitu agar pengaturan dan
prosedur untuk keputusan-keputusan administratif yang menyangkut orang
perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas, mengadakan
pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan
hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan
dan kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan
pengamanan termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas
pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang
menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula. Persoalan korupsi beraneka ragam
cara melihatnya, oleh karena itu cara pengkajiannya pun bermacam-macam pula, korupsi
tidak cukup ditinjau dari segi deduktif saja, melainkan perlu ditinjau dari
segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya, juga harus dilihat apa
yang menyebabkan timbulnya korupsi.
12.
Kartono
(1983) menyarankan
penanggulangan korupsi sebagai berikut :
a.
Adanya
kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi
politik dan kontrol sosial
b.
Menanamkan
aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional
c.
Para
pemimpin dan pejabat memberikan teladan,meberantas dan menindak korupsi
d.
Adanya
sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantasdan menghukum tindak korupsi
e.
Reorganisai
dan rasionalisasi dari organisasi pemerintahan melalui penyederhanaan jumlah
departemen beserta jawatan dibawahnya
f.
Adanya
sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan
sistem “ascription”
g.
Adanya
kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi
pemerintah
h.
Menciptakan
aparatur pemerintahan yang jujur
i.
Sistem
budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi,
dibarengi sistem kontrol yang efisien
j.
Herregistrasi
(pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan
pajak yang tinggi.
13.
Marmosudjono
(Kompas, 1989) mengatakan bahwa dalam menanggualangi korupsi, perlu sanksi malu
bagi koruptor yaitu dengan menayangkan wajah para koruptor di televisi karena
menurutnya masuk penjaga tidak dianggap sebagai hal yang memalukan lagi.
2.5 Hukuman Yang Layak Bagi Koruptor
Maraknya aksi
korupsi di Indonesia merupakan dampak dari lemahnya proses penegakan hukum,
serta minimnya akhlak aparatur penegak hukum di negara ini. Hal inilah yang
menjadikan para koruptor seenaknya menggerogoti wewenang dan uang negara,
karena mereka menilai hukm bisa dibeli dengan uang.
Pakar Hukum
Universitas Sumatera Utara (USU), Runtung Sitepu mengatakan, pelaku koruptor
yang selama ini menyelewengkan dan merugikan keuangan negara, sudah saatnya
diberlakukan dengan ancaman hukuman mati. “Hukuman mati dapat membuat efek jera
bagi mereka yang melakukan korupsi,” ujar Runtung.
Sebab selama
ini, jelasnya, para koruptor tersebut tidak jera-jera mengorupsi uang negara,
karena hukuman yang diterapkan bagi mereka sangat ringan atau tidak ada rasa
takut untuk mengulangi perbuatan yang sama.
Selain itu,
acaman hukuman mati bagi koruptor tersebut belum ada dilaksanakan di Indonesia.
“Pemerintah Indonesia perlu membuat Undang-Undang Korupsi yang baru, agar
pelaku koruptor itu dapat dijerat dengan hukuman mati, seperti yang
dilaksanakan di China,” Ujarnya.
Dekan Fakultas
Hukum USU ini menyebutkan, dalam ketentuan Undang-Undang Korupsi di Indonesia
hanya menerapkan hukuman 20 tahun atau hukuman seumur hidup bagi pelaku
koruptor dan tidak ada ketentuan hukuman mati. “Pemerintah Indonesia, juga
perlu menambah ketentuan hukuman mati pada UU Korupsi atau merevisi UU Korupsi
tersebut,” usulnya.
Dia
menambahkan, selama ini terdakwa korupsi yang diadili di Pengadilan Tipikor di
tanah air, hanya dihukum ringan dan tidak ada hukuman 20 tahun penjara atau
seumur hidup. Sehubungan dengan itu, para pelaku korupsi di Indonesia, bukannya
semakin berkurang, melainkan justru bertambah banyak.Para koruptor itu, yakni
gubernur, wali kota, bupati, pimpinan partai politik dan lainnya.
Hukuman mati
adalah hukuman yang tepat bagi koruptor untuk dijadikan sebagai pelajaran agar
tersangka yang bersangkutan bisa menjadi pelajaran bagi orang lain. Pengajuan
uji revisi ke MK diambil merupakan jalan terbaik bagi publik untuk
memperjuangkan rasa keadilan secara baik dan optimal. Inilah perang publik
terhadap para koruptor, bersiaplah para koruptor untuk berpikir dua kali untuk
melakukan kejahatan luar biasa itu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Korupsi adalah
penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau pegawai demi
keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya.
2.
Penyebab
korupsi diantaranya : cara pandang terhadap kekayaan. Sistem yang salah,
hukuman ringan, lupa tentang esensi keimanan,jiwa tak tenang dan merangas, iman
yang terperangkap di hati, jiwa yang dikuasai oleh hati, lingkungan, melupakan
ibadah, dan hubungan dengan manusia lain dengan empati.
3.
Daftar pejabat
yang melakukan korupsi diantaranya : Sjamsul Nursalim, Lalu Sudirham, AMA, Drs.
Riswandi, H. Abdul Latief, S.T., M.H. alias H. Majid bin H. Abdurrahman, Drs.
Muhammad Bachrum, M.M. bin Muhammad Wasil Prawiro Dirjo, Ir. Jamerdin Purba, Ir.
Yulianus Telaumbanua, Drs. H. Syarifuddin Nasution, MM., H. Ramlan Zas, SH.MH, Drs.
Muhdori Masuko Haryono bin Wiji Suharno, Dr. (HC) Drs. H. Abdul Gaffar Haka,
MM. alias Gaffar bin H. Kacil, Drs. Ali Thamrin bin H. Jaberan, Ajar Dolar, Drs.
Arifin Lamarundu, Ir. Elizar Hamonangan Daulay, Abdullah Medjid, Drs. Ec. H.
Marjani, M.M., Enang Ilyas bin, Kaisan Mansur, Drs. David Agustein Hubi, Irjen.Pol.
Drs. Djoko Susilo Tjandra , Gayus Halomoan Partahanan Tambunan, Muhammad
Nazaruddin
4.
Cara mengatasi
fenomena korupsi di Indonesia diantaranya : peran keluarga, menanamkan aspirasi
nasional, pimpinan yang patut di contoh, reorganisasi dan rasionalisasi,
penerimaan peserta didik, penetapan sistem pengajian yang layak, sistem budget,
perhitungan kekayaan, system mengajar, menurut caider, menurut myrdal, menurut
kartono, menurut marmosudjono
5.
Hukuman yang
layak bagi koruptor adalah hukum mati
3.2 Saran
1.
Bagi Pemerintah
Dalam rangka meningkatkan kualitas negara dalam hal korupsi
hendaklah pemerintah memperhatikan dengan ketat pejabat negeri agar tidak dapat
melakukan korupsi.
2.
Bagi Guru
Dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat memiliki manfaat
langsung maupun tidak langsung untuk memperkaya bahan kajian dalam proses
pendidikan dan dapat mengkontruksi pengetahuan melalui pengalaman belajar yang
tepat.
3.
Untuk siswa
Memberikan nuansa baru dalam menambah wawasan pengetahuan yang
memungkinkan siswa berkesempatan untuk memperbaiki cara dan sikap dalam
melakukan segala tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2013.Sistem
yang buruk penyebab korupsi. http://jakarta.teraspos.com/. Diakses 8 November 2013
Anonim.2013. Tujuh
Sebab Korupsi Marak dan Kesalahan Masyarakat. http://politik.kompasiana.com/.Diakses
8 November 2013
Anonim.2012.Corruption
Perception Index 2012. http://www.ti.or.id/index.php/. Diakses 8 November 2013
Bagus,
Andika.2012. Mengatasi Fenomena Korupsi Di Indonesia http:edupls.blogspot.com/.
Diakses 8 November 2013
Suryanatha.2013.
Penyebab Psikologis PNS Berbuat Korup. http://forum.kompas.com/. Diakses
8 november 2013.
refrensinya sangat membantu kak
BalasHapustruck scania indonesia